ALIH CODE PADA PROSES PELAJARAN BAHASA INDONESIAÂ
Kompetensi dan keterampilan berbicara merupakan bagian penting dari pengajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Merdeka jenjang SMA yang menjelaskan bahwa tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik mampu mengkreasi ungkapan sesuai dengan norma kesopanan dalam berkomunikasi. Dalam Capaian Pembelajaran Fase E atau kelas X Kurikulum Merdeka, elemen berbicara dan mempresentasikan  disebutkan bahwa Peserta didik mampu mengolah dan menyajikan gagasan, pikiran, pandangan, arahan atau pesan untuk tujuan pengajuan usul, perumusan masalah, dan solusi dalam bentuk monolog, dialog, dan gelar wicara secara logis, runtut, kritis, dan kreatif. Peserta didik mampu mengkreasi ungkapan sesuai dengan norma kesopanan dalam berkomunikasi. Peserta didik berkontribusi lebih aktif dalam diskusi dengan mempersiapkan materi diskusi, melaksanakan tugas dan fungsi dalam diskusi. Peserta didik mampu mengungkapkan simpati, empati, peduli, perasaan, dan penghargaan secara kreatif dalam bentuk teks fiksi dan nonfiksi multimodal.
Menurut Retno dkk, keterampilan berbicara adalah keterampilan berbahasa produktif yang digunakan untuk mengungkapkan secara lisan pikiran dan perasaan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat produktif yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, pikiran, dan perasaan secara lisan kepada lawan bicara. Iib Marzuqi dalam bukunya yang berjudul Keterampilan Berbicara menyampaikan bahwa keterampilan berbicara dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu (1) berdasarkan situasi pembicaraan, (2) berdasarkan tujuan pembicara, (3) berdasarkan jumlah penutur, dan (4) berdasarkan metode yang digunakan (2019 : 6).
Kemampuan berbicara yang baik adalah aset berharga dalam berbagai aspek kehidupan. Pada umumnya setiap guru bahasa dan sastra Indonesia mengharapkan semua peserta didiknya  memiliki kompetensi berbisara yang bagus. Dengan mengasah keterampilan ini, Anda akan lebih percaya diri, mampu membangun hubungan yang lebih baik, dan membuka peluang baru. Namun apabila dicermati dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, tidak semua peserta didik  memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi secara lisan.  Meskipun ada beberapa peserta didik yang secara alami pandai berbicara, sebagian besar orang perlu belajar dan berlatih untuk meningkatkan kemampuan ini. Kemampuan berbicara merupakan keterampilan yang sangat berharga dan dapat dipelajari oleh siapa saja. Dengan latihan yang konsisten, peserta didik dapat menjadi komunikator yang lebih efektif dan percaya diri.
Menumbuhkan keterampilan berbicara pada peserta didik memerlukan perjuangan dan komitmen yang sungguh-sungguh dari guru Bahasa Indonesia. Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, namun masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan keterampilan berbicara yang efektif. Beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh peserta didik antara lain keterbatasan kosakata yang dimiliki membuat peserta didik kesulitan menyampaikan ide dengan jelas dan menarik. Selain itu, penggunaan bahasa daerah yang dominan di lingkungan sekitar dapat menghambat penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Keluhan tentang rendahnya keterampilan berbicara peserta didik, juga sering dialami oleh beberapa guru pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMA membutuhkan upaya bersama dari guru, siswa, orang tua, dan lingkungan sekolah. Jenjang sekolah menengah atas memiliki  Namun, di sisi lain berdasarkan kondisi objektif yang ada harus diakui bahwa guru atau pengajar kurang intensif terhadap penanganan pembelajaran berbicara. Pemilihan metode yang kurang tepat, pengelolaan pembelajaran yang kurang optimal, rendahnya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk berlatih dalam mengutarakan pendapatnya merupakan penyebab lain dari kegagalan peserta didik dalam berbicara.Â
Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab kurangnya keterampilan berbicara pada peserta didik jenjang SMA diantaranya adalah rendahnya pengetahuan tentang kaidah bahasa yang benar, minimnya penguasaan kosakata peserta didik, dan terbatasnya pengetahuan atau pengalaman yang akan disampaikan kepada lawan bicara atau pendengar, peserta didik seringkali kesulitan menyesuaikan penggunaan bahasa dengan situasi dan lawan bicara yang berbeda.  Hal ini disebabkan karena dalam pergaulan sehari-hari mereka menggunakan bahasa daerah  sebagai bahasa pergaulan, namun bahasa yang mereka kuasai yaitu bahasa daerah yakni bahasa Jawa jarang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Â
Di Kabupaten Blora, bahasa yang digunakan sebagai bahasa pergaulan adalah bahasa Jawa. Maka secara otomatis peserta didik sekolah menengah atas khususnya di SMAN 1 Blora menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan baik di rumah mapun di sekolah. Bahasa Indonesia hanya digunakan pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, sedangkan saat istirahat dan beraktivitas dil uar kelas  peserta didik menggunakan bahasa ibu yaitu bahasa Jawa. Sebagian besar warga sekolah termasuk guru, karyawan, dan tenaga kependidikan juga menggunakan bahasa daerah saat berbicara dengan peserta didik. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya keterampilan berbicara bahasa Indonesia di SMAN 1 Blora.Â
Jika diamati secara cermat, tampak pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di kelas, peserta didik hanya duduk dan mendengarkan penjelasan dari guru dengan baik, namun kurang responsif jika diberi pertanyaan atau diminta untuk menyampaikan pendapat.  Banyak peserta didik yang lebih sering pasif dalam pembelajaran, sehingga kurang memiliki kesempatan untuk berlatih berbicara secara aktif. Apalagi ketika peserta didik diminta memberi masukan, tanggapan atau menyampaikan pertanyaan sebagai upaya menumbuhkan karakter berpikir kritis, mereka tampak kesulitan, bahkan ada peserta didik yang terbata-bata dan tidak bisa  menyelesaikan kalimatnya.Â
Salah satu upaya guru dalam mengatasi kesulitan tersebut adalah guru cenderung dwibahasa saat menyampaikan materi pelajaran di kelas, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dengan kata lain, guru beralih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dikuasai sebagian besar peserta didik atau sebaliknya. Karena itu, alih kode tidak dapat dihindari. Rahardi dalam Sulistyowati menyatakan bahwa alih kode merupakan pilihan secara bergantian dalam dua bahasa atau lebih, variasi-variasi pada bahasa yang sama atau gaya-gaya bahasa. Peristiwa alih kode seperti ini dapat disebut sebagai peralihan pilihan kode bahasa, meliputi bahasa, variasi bahasa, atau ragam bahasa pada sebuah bahasa tertentu dari pilihan kode bahasa yang berupa bahasa, variasi bahasa, atau ragam bahasa pada bahasa lain dalam sebuah peristiwa tutur. (2024 : 21)
Keterampilan berbahasa terdiri dari keterampilan berbahasa secara tertulis dan keterampilan berbahasa secara lisan. Klasifikasi seperti ini dibuat berdasarkan pendekatan komunikatif. Keterampilan berbahasa secara tertulis terdiri dari keterampilan membaca dan menulis. Pada jenjang SMA keterampilan menulis ini terkait dengan menyampaikan gagasan secara kritis dan kreatif dari proses berfikir ke dalam bentuk tulisan. Sedangkan keterampilan berbahasa lisan terdiri dari menyimak dan berbicara.