Kronologi kekerasan seksual selama hampir 20 tahun pada anak-anak panti
asuhan di Tangerang
Oleh : Nani Nadia Islamiyah
nadianani559@gmail.com
Jumlah korban kekerasan seksual di panti asuhan di Tangerang, Banten, diperkirakan bisa
mencapai lebih dari 40 anak. Pembiaran dari masyarakat dan lemahnya pengawasan pemerintah
diduga membuat kekerasan seksual bisa terus berlangsung di sana selama setidaknya 18 tahun.
Polres Metro Kota Tangerang telah menetapkan Sudirman (49), Yusuf Bachtiar (30), dan Yandi
Supriyadi (28) sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak panti
asuhan di Tangerang, Banten.
Sudirman adalah pimpinan panti itu, yang disebut polisi telah beroperasi sejak Mei 2006 tanpa
izin. Sementara itu, Yusuf dan Yandi adalah pengurus panti. Keduanya diduga merupakan korban
pelecehan oleh Sudirman yang kemudian berbalik menjadi pelaku.
Sumber Bukti : NEWS INDOSESIA
OPINI:
Kekerasan seksual di Indonesia, baik yang terjadi di ruang publik maupun privat, menjadi
salah satu isu sosial yang terus mencemaskan. Maraknya kasus kekerasan seksual dalam beberapa
tahun terakhir menunjukkan bahwa masalah ini bukan hanya sebuah persoalan individu, tetapi juga
merupakan persoalan struktural yang melibatkan banyak aspek, seperti budaya, hukum, dan
pendidikan. Meski sudah ada upaya untuk menangani kasus-kasus tersebut melalui regulasi dan
kampanye sosial, kekerasan seksual tetap menjadi fenomena yang terus berkembang, dan pelaku
sering kali tidak mendapatkan sanksi yang setimpal. Dalam opini ini, saya akan mencoba mengurai
beberapa penyebab maraknya kekerasan seksual di Indonesia serta solusi yang perlu diupayakan
untuk menanggulanginya.
Salah satu penyebab maraknya kekerasan seksual di Indonesia adalah minimnya
pendidikan tentang kesetaraan gender dan tubuh manusia sejak dini. Banyak individu, terutama
yang berada dalam lingkungan yang lebih konservatif, tidak diberikan pemahaman yang memadai
tentang pentingnya menghormati batasan dan hak asasi setiap orang, termasuk dalam hubungan
seksual. Selain itu, faktor ketidaktahuan atau ketidakberanian untuk melapor sering kali menjadi
hambatan besar dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Masyarakat seringkali terjebak dalam
stigma yang mengarah pada korban, bukan pelaku, sehingga menghambat upaya pencegahan dan
penindakan.
Di sisi lain, ketidaktegasan dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia menjadi faktor
penting yang memperburuk keadaan ini. Meskipun ada undang-undang yang sudah diterapkan,
seperti Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang
Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), masih banyak kasus yang tidak ditangani dengan baik.
Ini seringkali disebabkan oleh lambannya proses hukum, kurangnya dukungan terhadap korban,
serta budaya impunitas yang melindungi pelaku kekerasan.
A. Penyebab Maraknya Kekerasan Seksual
1. Norma Sosial dan Budaya Patriarkal
Di banyak masyarakat Indonesia, budaya patriarkal masih sangat kental, di mana peran dan status
perempuan sering kali dipandang lebih rendah daripada laki-laki. Dalam konteks ini, tubuh
perempuan sering dianggap sebagai objek yang bisa diperlakukan semena-mena, yang mengarah
pada perilaku kekerasan seksual. Belum lagi adanya budaya 'menyalahkan korban' yang masih
sering terjadi di banyak lapisan masyarakat. Ketika perempuan menjadi korban kekerasan seksual,
B. pada ketidaktahuan banyak orang mengenai hak-hak mereka terkait tubuh dan hubungan seksual,
yang pada gilirannya dapat membuka peluang terjadinya kekerasan seksual.
3. Lemahnya Penegakan Hukum
Meskipun Indonesia memiliki berbagai peraturan yang melindungi hak-hak perempuan, seperti
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), penegakan hukum terhadap
pelaku kekerasan seksual sering kali kurang optimal. Banyak korban yang takut melapor karena
minimnya kepercayaan terhadap sistem peradilan atau karena tekanan sosial. Ditambah lagi,
proses hukum yang panjang dan rumit membuat banyak korban memilih untuk tidak melanjutkan
kasus mereka. Selain itu, dalam beberapa kasus, pelaku yang memiliki kedudukan atau pengaruh
sosial tertentu sering kali lolos dari hukuman.
4. Peran Media Sosial dan Teknologi
Di era digital, kekerasan seksual tidak hanya terbatas pada interaksi fisik, tetapi juga merambah
ke dunia maya. Maraknya kasus pelecehan seksual online, seperti penyebaran gambar atau video
porno tanpa izin, menjadi fenomena yang semakin banyak terjadi. Banyak pelaku merasa
'terlindungi' oleh anonimitas internet, sementara korban sering kali merasa terisolasi dan terhina.
Solusi untuk Menanggulangi Kekerasan Seksual
1. Pendidikan Seks yang Lebih Komprehensif
Pendidikan seks yang tidak hanya mengajarkan tentang fungsi reproduksi, tetapi juga tentang hak-
hak individu, consent, dan batasan-batasan dalam hubungan, harus diberikan sejak usia dini. Hal
ini akan membantu membentuk pemahaman yang lebih baik tentang hubungan yang sehat, serta
mengurangi potensi terjadinya kekerasan seksual.
2. Perbaikan Sistem Hukum
Penegakan hukum yang lebih tegas dan transparan adalah kunci untuk menanggulangi kekerasan
seksual. Penyederhanaan proses pelaporan dan perlindungan yang lebih baik bagi korban harus
menjadi prioritas, agar mereka merasa aman dan didukung untuk melapor. Selain itu, hukuman
yang lebih berat bagi pelaku juga diperlukan agar menjadi efek jera bagi mereka dan memberi
pesan tegas bahwa kekerasan seksual tidak akan ditoleransi. Pemerintah perlu memastikan bahwa
undang-undang terkait kekerasan seksual dan pelecehan seksual diterapkan secara tegas dan adil.
Proses hukum yang transparan dan cepat akan memberikan rasa aman bagi korban untuk melapor
dan mengurangi rasa takut terhadap stigmatisasi atau pembalasan. Pelaku harus dihadapkan pada
hukuman yang sesuai dengan perbuatannya, sementara korban mendapatkan perlindungan dan
dukungan yang memadai.
3. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Kesadaran akan pentingnya saling menghormati dan mengakui hak tubuh seseorang harus
ditumbuhkan di masyarakat. Kampanye-kampanye yang mempromosikan persetujuan (consent)
dalam hubungan seksual dan menghentikan budaya 'victim-blaming' harus digalakkan lebih
intensif. Perubahan budaya ini bisa dimulai dari pendidikan keluarga dan lingkungan sosial yang
mendukung kesetaraan gender.
4. Pemberdayaan Korban
Pemberdayaan korban melalui layanan psikologis dan dukungan sosial juga sangat penting.
Masyarakat dan lembaga negara harus menciptakan ruang yang aman bagi korban untuk berbicara
dan mendapatkan bantuan tanpa takut dihakimi. Layanan seperti hotline kekerasan seksual,
konseling, dan perlindungan hukum yang efektif harus diperluas agar korban tidak merasa
sendirian dalam perjuangan mereka.
Maraknya kekerasan seksual di Indonesia adalah masalah serius yang memerlukan
perhatian semua pihak---pemerintah, masyarakat, serta lembaga-lembaga yang berwenang. Tidak
cukup hanya dengan adanya regulasi atau kampanye sosial semata; perubahan budaya, pendidikan
yang lebih baik, dan penegakan hukum yang lebih tegas adalah langkah-langkah penting untuk
menciptakan Indonesia yang bebas dari kekerasan seksual. Jika tidak ditangani dengan sungguh-
sungguh, masalah ini akan terus berlanjut dan merugikan banyak orang, terutama perempuan dan
anak-anak yang rentan. Oleh karena itu, kita semua harus berperan aktif untuk mewujudkan
masyarakat yang lebih adil dan aman bagi semua.
Pencegahan kekerasan seksual di Indonesia harus dimulai dari pendidikan seks yang
berbasis pada kesetaraan dan saling menghormati, serta penguatan sistem hukum yang berpihak
pada korban. Dukungan terhadap korban juga sangat penting, dengan menyediakan fasilitas yang
aman bagi mereka untuk melapor dan mendapatkan bantuan. Tanggung jawab ini tidak hanya
terletak pada pemerintah, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan, agar tercipta budaya
yang menghargai hak setiap individu, tanpa memandang gender atau status sosial. Pentingnya
kesadaran kolektif tentang bahaya kekerasan seksual dan kebutuhan untuk berperan aktif dalam
mencegahnya harus menjadi gerakan bersama, agar Indonesia dapat menjadi negara yang lebih
aman dan adil bagi semua warganya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI