Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kreativitas Menjawab Tantangan Homo Homini Lupus

25 Februari 2024   15:32 Diperbarui: 25 Februari 2024   19:43 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya, semua manusia memiliki potensi untuk menjadi kreatif. Apabila kita melakukan kreativitas self concept, sebagai manusia kita pun akan dapat tumbuh dan berkembang. Hal itu tentu akan membuat kita ingin selalu mengupayakan cara demi perbaikan untuk semakin baik dan baik. Upaya tersebut dilakukan dengan cara mencari pengalaman kreatif yang selalu baru. Seperti halnya kesuksesan yang membuat diri kita menjadi lebih berkualitas, sesungguhnya kreativitas pun setali tiga uang.

Oleh karena itu, kesanggupan kita untuk mencoba melakukan hal-hal yang berkaitan dengan kreativitas, semisal bereksplorasi dengan tujuan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas, tentu akan menjadikan diri kita menjadi kreatif. Sebaliknya pula, jika kita tidak pernah memiliki kesempatan atau tidak meluangkan kesempatan untuk melakukan aktivitas yang bersifat kreativitas, potensi kita bisa menjadi stagnan bahkan ada kemungkinan akan menurun secara perlahan-lahan. Jika berujung membuat kita menjadi pasif, berlanjut sulit menerima saran perubahan, tentu akan merugikan mental kita, bukan?

Hakikat kreatif itu bagaimanakah, dan bagaimanakah ciri-ciri manusia yang kreatif? Bagaimanakah dan siapakah yang ikut serta mengembangkan kemampuan kreatif? Cara-cara bagaimanakah yang akan digunakan dalam memacu kreativitas? Konsep bagaimanakah yang dapat dijadikan landasan dalam memacu kreativitas? Apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut bermunculan melebihi keluhan karena adanya saran untuk memacu kreativitas diri, anak sendiri, maupun anak didik, hal itu pertanda baik. Pertanda bahwa kita bukan insan yang mudah mengeluh, melainkan insan yang selalu siap menghadapi perkembangan zaman.

Kenyataan di lapangan menurut Nursito (2002:6-7) kemampuan belajar siswa akan lebih baik apabila kemampuan kreativitasnya ikut serta dilibatkan, baik secara formal maupun informal. Bukankah pada dasarnya, semua manusia memiliki potensi kreatif? Potensi yang memerlukan uluran kesabaran dan kegigihan untuk dikembangkan, agar mereka mampu bergairah dalam menghadapi kehidupan masa mendatang, mampu produktif dalam mengerjakan tugas- tugasnya pula. Kesadaran akan kemampuan mereka dalam berkreasi dan kesanggupan mereka dalam memunculkan kreativitas sebaiknya digali demi memacu keberhasilan anak-anak  dalam menyongsong kehidupan milenial dalam abad ke-21 ini.

Ketika menghadapi kehidupan yang selalu diwarnai dengan semangat homo homini lupus, siapa yang kuat akan menang, tentu yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah kreativitas, bukan? Namun, ibarat generator pembangkit dan penggerak dinamika anak-anak, kita sebagai orangtua dan guru pun diharapkan memotivasi mereka sejak dini. Jika berbicara tentang generator pembangkit dan penggerak dinamika, dunia pendidikan pulalah yang diharapkan berperan, karena itulah dunia kita. Jika bukan kita, siapa lagi?

Dunia pendidikan adalah ibarat penjemput bola demi masa depan anak-anak agar lebih cemerlang. Oleh karena itu, upaya membangun kreativitas perlu didengungkan. Mengapa? Maju mundurnya dunia pendidikan memang bergantung dari kreativitas demi mengantisipasi semangat homo homini lupus, siapa kuat dialah pemenang. Kaum kreatif, tak  akan kehilangan akal dalam menghadapi kekalahan akibat kurang kuat, dengan cara menyulut kreativitasnya, bukan? Dengan demikian, anak-anak tidak akan depresi menghadapi semangat kaum homo homini lupus.

Menurut Guilford (dalam Nursisto,2002:31-32) kreativitas melibatkan proses berpikir secara divergen. Parnes dari sumber yang sama menyatakan bahwa kemampuan kreatif dapat dibangkitkan melalui beberapa masalah yang meliputi lima perilaku kreatif berikut ini, yaitu fluency (kelancaran) merupakan kemampuan mengemukakan ide-ide serupa demi pemecahan masalah, flexibility(keluwesan) yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai ide untuk memecahkan suatu masalah di luar kategori biasa, originality (keaslian) suatu kemampuan merespons hal unik dan luar biasa, elaboration (keterperincian) yaitu kemampuan mewujudkan ide menjadi kenyataan, dan sensitivity (kepekaan) merupakan kepekaan dalam mengangkap masalah atau dalam menanggapi sesuatu.

            Atas dasar pemikiran Parnes itulah kita perlu menggali maupun memacu kreativitas siswa dan guru. Dengan demikian, perilaku kreatif tersebut dapat diandalkan dalam memacu kemampuan untuk menghasilkan, kemampuan untuk mengemukakan, kemampuan untuk merespons, kemampuan untuk mewujudkan ide, serta kemampuan untuk menanggapi masalah seperti kelima hal di atas.

            Berdasarkan pengalaman empirisnya, penulis buku berjudul Kiat Menggali Kreativitas tersebut pun berjuang untuk menggeluti cara-cara berperilaku kreatif serta membangkitkan kemampuan berkreasi. Selanjutnya, simpulan yang dapat diambil dari pengalaman empiris tersebut adalah bahwa secara hakiki, proses kreatif maupun kreativitas merupakan upaya dari hasil kerja keras. Dengan kata lain, kreativitas akan muncul dengan sendirinya tatkala berbagai upaya dan latihan berkreasi telah dilakukan dan tentu saja, secara bersungguh-sungguh dalam melakukan aktivitas.

            Dari pengalaman empiris, penulis buku tersebut mengatakan bahwa kreativitas merupakan buah dari bekerja keras. Jadi, dapat dikatakan bahwa kreativitas bukanlah sesuatu yang mandiri, bekerja dan berdiri sendiri, atau bukanlah sesuatu yang memang telah dimiliki seseorang secara alami,  melainkan lebih mengarah kepada buah usaha seseorang. Maka dari itu, kreativitas pun akan menjadi seni ketika seseorang melakukan aktivitas atau kegiatan.

            Oleh karena itu, dari pijakan berpikir sederhana tersebut, penulis buku tersebut pun melakukan segala aktivitas yang bertujuan untuk memacu dan menggali kreativitas. Upaya tersebut pun dilakukan baik di sekolah maupun di tempat lain, dengan melibatkan siswa. Kepada siswa pun dianjurkan agar mereka bersungguh-sungguh. Semula sekadar mematuhi arahan, lama-kelamaan akan berkembang menjadi aktivitas yang menyenangkan, asalkan tercipta suasana yang menyenangkan pula. Satu di antara cara menyenangkan tersebut misalnya, guru sanggup membuat murid-muridnya "ngefans" kepadanya. Kagum dalam arti positif, misalnya gurunya pun kreatif, sehingga siswa pun mengikutinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun