Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Strategi Menentukan Topik Pembicaraan

15 Desember 2020   12:30 Diperbarui: 15 Desember 2020   12:39 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika pembicaraan kita menjadi tidak lancar, sebaiknya kita memang harus segera berganti topik. Jika kita dapat menciptakan percakapan berbeda dari topik diskusi, ini pertanda bagus karena kita terkesan sebagai orang yang pantang menyerah.

Bayangkan kita sedang berdiskusi tentang peningkatan keamanan di bandara. Kita menyebutkan bahwa scanner ultra sound terbaru bisa melihat sesuatu di balik pakaian. Topik tersebut dapat membawa kita untuk bediskusi tentang riset di Swedia yang menunjukkan bahwa melakukan pemindaian ultra sound berulang-ulang akan berdampak pada kerusakan minimal otak janin. Sementara itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa risiko kerusakan otak tersebut bisa lebih tinggi pada anak-anak kidal. Dengan demikian, topik awal tersebut dapat menuju topik baru yaitu tentang kerusakan otak.

Dalam sebuah percakapan serius, kita harus berada dalam jalur pembicaraan. Orang yang selalu ingin mengalihkan pembicaraan akan terkesan sangat menjengkelkan. Oleh karena itu, dalam keadaan demikian kita sebaiknya pergi menjauh daripada memberi kesan suka mengacaukan obrolan serius.

Akan tetapi, pada umumnya dalam percakapan, bukan percakapan serius yang yang lebih mementingkan ketertarikan orang, sehingga beralih topik pun tidak selalu merupakan kesalahan. Kadangkala pembicaraan dengan topik baru tersebut akan mengarah kepada topik yang telah kita ketahui atau topik yang benar-benar menarik bagi kita.

 Kita bayangkan tengah membicarakan topik tentang pensiun. Seseorang menyarankan agar kita menentukan tanggal kematian sebelumnya kemudian masa pensiun kita akan menyesuaikan.  Pembicaraan ini tentu mengarah kepada pembicaraan apakah seseorang berkeinginan memilih waktu mereka sendiri untuk mati? Tatkala pasangan meninggal dunia, apakah pasangannya pun ikut meninggal tidak lama kemudian?  Sementara itu, banyak orang yang masih menolak bahkan berjuang untuk tidak segera mati kendati dalam kondisi sakit parah.

Jika kita dengan lawan bicara sama-sama memiliki topik menarik untuk dibahas, maka kita tentu akan mencoba untuk mengarahkan percakapan ke arah itu. Bayangkan kita sedang membicarakan tentang tingkat perceraian yang tinggi.  Seseorang pun menyampaikan hasil riset bahwa biasanya wanitalah yang menuntut cerai lebih dulu. Dalam riset dikatakan bahwa alasan wanita menuntut cerai karena sesungguhnya mereka tidak cukup merasa bisa memengaruhi maupun memberi pengaruh kepada suaminya.

Topik ini dapat berkembang mengarah pada pembahasan posisi wanita dalam masyarakt, misalnya di Jepang, para wanita memang tampak banyak mengurusi hal-hal di belakang. Walaupun demikian, mereka memiliki kekuatan terbesar, yaitu mengendalikan semua pengeluaran dan keuangan keluarga. Topik begini ada peluang membawa kita ke dalam percakapan akan paham matriarkal  dalam masyarakat Zulu, kemudian kita akan membicarakan kaum Zulu.

 Atau, kita bisa mengarahkan pembicaraan menuju paham matriarkal kaum Zulu, padahal saat itu kita tengah membicarakan tentang kebutuhan vitamin C. Bagaimana caranya? Kita bisa memulai bahwa jeruk bisa hidup hanya di iklim tertentu.  Bagaimanakah orang yang hidup di luar iklim tersebut bisa memeroleh asupan vitamin C? Bagaimana orang-orang Afrika memeroleh vitamin C? Bagaimana orang-orang Zulu mendapatkan vitamin C?  Lalu percakapan pun dapat kita arahkan menuju paham matriarkal masyarakat Zulu.

Beberapa orang memang ada yang terampil mengarahkan maupun mengalihkan pembicaraan menuju topik tertentu yang diingini. Mereka dapat melakukannya secara halus. Memang tidak ada salahnya melakukan hal itu, terlebih jika tujuannya mengajak berbicara yang memberikan manfaat, bukan asal bicara apalagi bergosip yang akan menyulut keributan, atau yang mengarah ke hoax pula.

Adakalanya sebuah topik pembicaraan tiba-tiba menyulut amarah atau emosi seseorang. Dalam kondisi demikian, haruskah kita tetap melanjutkan pembicaraan tentang topik tersebut? Pilihan terserah kita. Apakah kita tertantang untuk mengetahui alasan kemunculan emosi di balik itu? Jika sudah bisa merabanya, untuk apa diteruskan?

Walaupun demikian, jika kita cukup percaya diri untuk meneruskan pembahasan ini karena adanya nilai-nilai dan manfaat yang terkandung kendati ada yang emosi, itu terserah Anda. Akan tetapi, jika kita tidak percaya diri terhadap kemampuan kita untuk terus membahas topik tersebut, sebaiknya topik tersebut dihentikan saja. Toh, tujuan percakapan untuk memberikan manfaat, bukan untuk menyulut pertengkaran, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun