Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Utang dan Pertemanan

18 Juli 2020   02:48 Diperbarui: 18 Juli 2020   03:10 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa waktu lalu sebelum berangkat kerja, saya mendengar sekilas seorang dokter menyampaikan opini tentang utang dalam acara Titik Nol di radio Suara Surabaya. 

Beliau mengatakan tidak terbiasa berutang sejak masih bersekolah. Pertemanan yang dilandasi dengan niat untuk berutang biasanya tidak bertahan lama. Wah...menarik dan inspiratif  juga pendapat tersebut. Boleh juga nih dipilih sebagai bahan tulisan, gumamku dalam hati sambil mengeluarkan kendaraan untuk menuju jalan raya.

Dalam perjalanan,  ingatan tentang utang menjadi terbang menuju suatu masa. Masa awal saya  terhubung dengan teman-teman sekolah melalui media sosial. Seorang teman yang terlihat sukses dalam bisnisnya, begitu bertemu denganku, tanpa basa-basi langsung mengatakan bahwa ia senang bertemu dengan teman-teman sekolah, asalkan petemanan tersebut tidak dijadikan sarana untuk utang.

Duh, aku tertegun, mengapa ia berkata demikian? Akhirnya ia menelepon bahwa ia terbawa emosi sehingga berkata-kata demikian. Hal itu karena ada teman seprofesi denganku (kurang jelas yang dimaksudkan itu guru atau PNS atau malah keduanya seperti aku), beberapa waktu yang lalu datang kepadanya untuk meminjam uang. Hmm...karena nila setitik rusak susu sebelanga nih ceritanya.

Utang atau hutang? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bentuk yang baku bukan hutang melainkan utang, sedangkan arti utang dalam KBBI adalah uang yang dipinjam dari orang lain. Jika kata tersebut memperoleh akhiran --an, menjadi "utangan", artinya menjadi uang yang diperoleh karena berutang. Lain halnya jika kata tersebut berbunyi "mengutangi" artinya pun berubah menjadi memberi pinjaman uang kepada (seseorang).

Seorang mahasiswi dari kota kecil yang jauh dari ibukota provinsi pernah bercerita sambil mengeluh dengan sendu. Ia mengatakan bahwa demi uang saku yang tidak seberapa, ia berusaha berhemat. 

Selain membawa bekal yang berwujud beras, bumbu pecel, telur, minyak goreng, tak lupa rempeyek sekaleng biskuit, di tempat kos pun  memasak,  mencuci dan menyeterika pakaiannya sendiri. Oleh karena ia tergolong mahasiswi yang rajin mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dengan nilai lumayan bagus, gaya hidup sederhananya tidak membuatnya rendah diri kendati kerap dijadikan bahan candaan.

Justru keluhan yang mengherankan adalah tatkala melihat uang sakunya yang masih banyak karena ia selalu mengerjakan kebutuhan hidupnya sendiri. Beberapa temannya di tempat kos dengan seenaknya mendekatinya untuk meminjam uang,"Pinjamin dong, uangku habis. Uang sakumu kan masih banyak,". Sesekali ia berkilah juga,"Agar hemat, cobalah mengerjakan sendiri. 

Sesekali memasak dan mencuci pakaian sendiri," Si berniat meminjam uang hanya tertawa kemudian menjawab,"Mana sanggup aku meniru Kamu. Ayo, pinjami aku uang. Lusa setelah ditransfer orangtua, kukembalikan,"ujarnya sambil menelepon pesanan makanan online beserta loundry. Ulah yang membuat si hemat kesal sekaligus sedih merasa upaya hematnya malah dimanfaatkan, kadang dijadikan sebagai bahan candaan, bukan ditiru.

Jadi, perlukah berutang dan kapan kita "merasa tidak bersalah" saat berutang? Ada pendapat yang menyatakan bahwa ada beberapa orang yang mau tak mau terpaksa meminjam uang atau berutang ketika merasa terdesak, misalnya untuk biaya berobat. 

Walaupun  kondisi terdesak masih bisa dimaklumi, tetapi janganlah dijadikan sebagai suatu kebiasaan. Kebiasaan melihat teman yang sanggup menabung, tidak berusaha meniru gaya hidupnya yang hemat, malah dimanfaatkan untuk arena berutang. Sungguh mengenaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun