"Ayo Bu, ikut offroad," ajak wakasek kesiswaan suatu hari ketika bertemu di tangga. "Kapan? Memang banyak peserta? Mengapa mendadak banget?" tanyaku. Akan tetapi, pertanyaan tersebut langsung kututup dengan jawaban,"Ok. Lagipula peserta pun lumayan banyak.", karena berpijak pada pengalaman-pengalaman, menunda-nunda rencana demi kesibukan seringkali menjadi gagal.
Semua pun sibuk jika menuruti kesibukan. Semua pun lelah jika menuruti kelelahan. Akan tetapi, kesempatan pergi bersama teman-teman, belum tentu dapat terlaksana tiga bulan kemudian. Jika alasanku hanyalah sebuah tanya mengapa mendadak? Bukankah waktu yang dibutuhkan hanya sehari semalam?
Siang tadi kubuka WA, ada pertanyaan dari seorang teman di grup sekolah SMA, "Mengapa nggak komen?" Wah, komen apa? Ternyata ada grup baru lagi dan aku yang semula dimasukkan sebagai anggota, karena tidak pernah membuka dan berkomentar, dikeluarkan lagi.
Untuk hal yang berkaitan dengan grup memang sudah terlalu banyak grup sehingga ada yang tidak pernah kubuka. Grup teman-teman di kantor ada empat. Grup resmi info kedinasan, grup bergurau, grup dengan para pensiunan, dan grup ibu-ibu. Saya belum bertanya apakah bapak-bapak pun mempunyai grup tersendiri tanpa memasukkan nama ibu-ibu.
Demikian pula grup teman-teman sekolah. Grup dari sejak sekolah tingkat dasar, menengah, sampai perguruan tinggi pun ada. Grup SMA ada tiga bahkan empat. Ada grup seluruh warga SMA seangkatan, grup IPA seangkatan, grup IPS seangkatan.
Ada juga grup iseng, semua anggotanya lelaki, satu dua wanita yang dimasukkan grup, karena yang diomongkan ala lelaki, para wanita pun keluar dari grup. Ini grup iseng namanya, karena kaum wanita yang dicomot dalam grup pun dipilih yang masih gadis dan janda. Tapi, para wanita tersebut segera keluar dari grup begitu menyadari ulah iseng mereka.
Ada yang unik dari grup-grup ala teman-teman dari SMP sampai perguruan tinggi, terutama dari cara mengungkapkan tulisan. Teman-teman SMP seolah masih merasa sebagai anak-anak SMP ketika tergabung dalam grup tersebut dari cara bergurau sampai saat bertemu jika kebetulan ada acara pertemuan.
Demikian pula teman-teman SMA, tidak jauh berbeda dengan teman-teman SMP. Sekilas menjengkelkan, tapi jika dihayati lebih jauh, ada juga perasaan iba dan tidak semestinya kejengkelan tersebut dibiarkan. Mengapa?
Teman-teman sekolah kita, baik teman SD, SMP, maupun SMA, mereka tentu sekarang sudah dewasa. Hampir semuanya sudah bekerja, sudah berkeluarga, sudah memiliki anak, bahkan beberapa orang ada yang sudah memiliki jabatan. Akan tetapi, mereka tetaplah manusia biasa.Â
Manusia yang sesekali membutuhkan refreshing, membutuhkan terlepas sejenak dari belitan tanggung jawab baik sebagai pekerja maupun sebagai orang tua. Adakalanya mereka ingin melepas beban semua itu dengan kembali ke masa kanak-kanak maupun masa remaja. Lalu, di manakah tempat nyaman tersebut diperoleh? Ternyata, ada kesan mereka memperoleh tempat nyaman tersebut di pertemanan dalam grup di media sosial misalnya whatsapp.
Ada celetukan kepada teman,"Kamu di kantor sudah dipanggil Pak. Di rumah juga dipanggil Pak. Saudara dan kerabat pun segan karena sekarang Kamu sudah menjadi pejabat. Lalu, siapa yang berani tetap memanggilmu dengan namamu, bahkan berani berkamu-kamu, sesekali misuhi, jika bukan teman?"