"Kamu kenapa nguntit juri itu?" goda temanku sesama peserta lomba.
      "Iseng aja nanya kira-kira aku lolos gak?"
      "Whalah, Kamu kan gak  serius ikut lomba ini."
      "Tapi mental juara tetap saja ada keinginan..."kilahku.
      "Stt...gaet aja dia. Berani nggak? Ia lajang kok,"tiba-tiba seorang juri yang lain, menimpali percakapan kami.
      "Ayoo, tembak aja," teman yang lain mengompori.
      "Taruhan deh, kalau ia mau sama brondong. Kita lihat saja nanti."
Aku pun akhirnya berhasil mendekatinya setelah acara selesai. Seminggu kemudian, aku meluncur ke kantornya. Keinginan yang menyeruak begitu saja. Kerinduan, keinginan membuktikan taruhan teman-teman, cinta, ataukah penasaran saja? Entahlah. Yang pasti, aku telah tiba di kantornya. Di sebuah sekolah kepribadian dan ia direkturnya ternyata.
      "Wah, gak nyangka Kamu ternyata masih SMA," komentarnya sambil menyilakan aku minum ketika sudah duduk di ruang tamunya.Ia mengenakan celana jin dan t-shirt merah seolah bersiap-siap akan pergi entah ke salon atau renang atau ke manalah, yang pasti ia akan keluar kantor.
      "Aku juga nggak nyangka, Mbak direktur sekolah ini. Kukira masih mahasiswa," jawabku sekenanya. Entah mengapa, aku jadi salah tingkah. Padahal sebelum bertemu dia, aku meluncurkan motor dengan santai dan perasaan iseng saja sekadar bertemu dirinya.
      Tapi ia segera mengajak bergurau begitu melihat wajahku mungkin memerah karena salah tingkah.