Mohon tunggu...
Nani Cahyani
Nani Cahyani Mohon Tunggu... -

menulis adalah percakapan dengan diri sendiri dan semesta alam yg terangkum dalam benakku yg terindah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sastrawan Buton di Perpustakaan Eropa

20 Desember 2014   15:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:53 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By. Nani Cahyani

Telah kuceritakan berkali kali banyak kisah yang kutemui ditiap harinya, kisah dari kota Makassar hingga proses indah menuntaskan study S2dikota Makassar. Mereka-mereka yang dalam perjalanan ku dipertemukan dengan banyak orangyang menginspirasi dan merubah cara pandangku terhadap hidup.

Meraih apa yang ku impikan adalah hal yang teramat prestius walau ketika terbentur dengan sedikit keruh pemikiran yang tak sejalan.Namun langkah tak boleh terhenti, music harus terus mengalun, nyanyian mesti selalu berwarna warni hingga tak merasa buntu membiarkan diri bermanja manja dengan sang elok rhythm sembari terus memahamimakna dari tiap kata.

Memaknai kata sebagai kata atau mengetahui kenangan selalu ditulis untuk menyegarkan ingatan tentang mereka-mereka yang menginspirasi. Tulisan kali ini barulah kumulai dengan menulis nama baruga La Ode Malim Unidayan sebagai yang mengawali pikiranku hari ini. Nama ini setiap harinya selalu ku baca setiap kali melewati baruga di Unidayan betapa tidak nama La Ode Malim dalam fikiranku awalnya hanyalah nama, hingga akhirnya pikiranku menertawakanku. Nama itu sungguh yang membakar jiwa untuk percaya pada kehebatan diri sendiri.

Menelusuri kisah Bapak La Ode Malim dari tutur ibuku yang kata ibu: “La Ode Malim adalah sosok yag cerdas karena beliau menguasai beberapa bahasa (masih menurut ibuku)”. Hingga percakapan percakapan ringan dengan staff administrasi yang menceritakan bahwa bapak La Ode malim adalah pendiri universitas Haluoleo dan pernah menjabat rektor universitas Haluoleo benakku bergumam mulai merasa kagum pada sosok beliau yang tidak pernah kutemui namun dari tuturan ibuku dan beberapa orang yang kuajak bercerita mereka bercerita tentang semangat beliau dalam menulis ditahun 60 dan 70 an hingga tahun 1980 beliau sudah menghasilkan karya sastra yang menarik.

Salah satu tulisan beliau dibukukan dan menjadi koleksi perpustakaan Leiden dibelanda, saya pernah membaca blog pusat studi wakatobi yang menceritakan pengalamannya saaat berada diperpustakaan Leiden dan membaca karangan beliau. Kutipan yang menarik berikut ini mengisahkan kemampuan beliau merangkai kata dan merayu nalar untuk memuji:

,“ Kalau engkau bertumbuh terus tak terusik, sekurang-kurangnya engkau akan lebih dari kini. Itu yang kukehendaki supaya engkau ketahui dengan nyata! Di dirimu ada benih yang besar. Tumbuhkanlah! Dan tunas-tunasmu yang telah tumbuh dahulu, segarkanlah!.

Kutipan ini buatku bermakna tentang hebatkanlah dirimu dan kelak kau pun bisa menghebatkan bangsamu, dalam bahasa sederhana bermakna mengintropeksi diri terlebih dahulu hingga diri selalu berbenah untuk menjadi lebih baik.

Dalam blog pusat studi wakatobi dan blog yusran darmawan timurangin menceritakan pertemuan mereka tanpa sengaja dengan buku karangan bapak La Ode Malim diperpustakan Leiden Belanda dan pencarian yusran darmawan diperpustakan Alden Universitas Ohio di Amerika(baca: Mencari Pustaka Buton Di Amerika http://www.timur-angin.com/2011/09/mencari-pustaka-buton-di-amerika.html )

Saya hanya berusaha menceritakan kekaguman saya terhadap bapak La Ode Malim, walau tak bertemu secara langsung tapi dari pertemanan dengan ibu Dina (anak bungsu beliau) merefleksikan sosok ayahnya yang merendah hati tergambar dari kisah tentang ayahnya yang tidak pernah diceritakan ke saya hingga saya yang memintanya menceritakan apa yang dia tahu tahu tentang ayahnya.

Saya menarik kesimpulan kita mungkin mengenal begitu banyak penulis, pemikir, kaum intelektapi buku karangan bapak La Ode Malim terabadikan di perpustakaan universitas dieropa dan amerika yang karyanya menjadi referensi untuk tulisan-tulisan ilmiah mereka yang menjadikan pengetahuan mesti terabadikan dengan cara yang elegant.

Semoga kita tidak menjadi bangsa yang berkoar koar menggeram marah ketika karya tercaplok oleh bangsa lain hanya karena kita menjadi generasi yang acuh.

Langit Baubau, 20 Desember 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun