Lakon "Dhemit" ditulis oleh Heru Kesawa Murti. Ia lahir di Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus 1957 dan meninggal di usia 54 tahun. Heru Kesawa Murti adalah seorang penulis drama dan aktor teater Indonesia. Peristiwa di balik naskah Heru Kesawa Murti menjadi topik yang sering muncul di masyarakat. Selain naskah berjudul "Dhemit" ada dua naskah lagi "Sindhen" dan "Baru Muka Cermin".
Dalam naskah "Dhemit", Heru Kesawa Murti menceritakan tentang seorang manusia serakah yang keserakahannya ia rasionalkan dengan berbagai cara untuk mendapatkannya, salah satunya penggundulan hutan demi kepuasan pribadi. Situasi sosial pertunjukan adalah masyarakat desa atau desa yang mata pencahariannya adalah hutan. Konflik antara masyarakat dan Dhemit ditandai dengan hilangnya tokoh Suli yang diculik oleh Demites. Situasi sosial juga terlihat pada Rajegwesi yang begitu rakus. Ini berbeda dengan nilai percaya pada permainan. Nilai keimanan ditunjukkan dalam adegan di mana kepala desa terus menggunakan sesajen untuk berkomunikasi dengan setan. Penduduk desa masih mempercayainya.
Ada beberapa karakter dalam lakon "Dhemit". Tokoh utama lakon "Dhemit" adalah Rajegwesi dan Suli. Rajegwesi sebagai pengusaha dan Suli sebagai konsultan.  Rajegwesi adalah tokoh utama yang tamak, egois dan keras kepala. Rajegwesi ingin menuai semua buah dari proyek yang diusulkan dan mengabaikan  Suli sebagai penasehat dan kepala desa.
Hal ini terlihat pada beberapa dialog dan adegan Rajegwesi dimana ia serakah, terutama adegan dimana kepala desa menemukan Sul, namun Rajegwesi mengingkari janjinya. Ketika Suli ditemukan diculik oleh setengah dewa, Rajegwesi meledakkan bom di hutan. Akibatnya, tanah di hutan runtuh dan Rajegwesi terluka.
Tokoh utama berikutnya adalah Suli. Suli adalah  konsultan Rajegwes, dia cerdas dan peduli  lingkungan. Hal ini ditonjolkan dalam dialog Sul ketika beliau berkata: "Pak Rajeg, jangan salahkan saya saja, Pak Rajeg sudah tahu bahwa tanah di sini labil dan rawan longsor. Saya menyarankan membangun sistem bendungan tetapi selalu diremehkan." demikian pula dengan dialog "Pak Rajeg. Sebagai orang baru di sini, kita harus menghormati pemikiran warga ini".Â
Ada enam karakter dhemit, masing-masing dhemit memiliki karakteristik yang berbeda. Dhemit 1 dapat menjaga 5 demit lainnya dan dia selalu melindungi mereka, ini ditekankan dalam percakapan, "kami baru saja mengalami bencana, banyak teman kami yang menderita, ini krisis. " Dhemit 2 menjawab "Anda selalu  berbicara. begitu birokratis". Dhemit 2 memiliki kepribadian yang keras kepala,  terlihat ketika dia berdialog dengan Dhemit 1.
Dhemit 3 cerewet dan tertawa dengan caranya sendiri. Anda bisa tahu dari percakapan "kami bahwa kami putus asa, Anda tidak perlu banyak bicara." Dhemit 4 memiliki sosok dan fitur tubuh yang cerewet. Dhemit 5 memiliki sifat keras kepala yang terlihat pada adegan dimana Dhemit 5 menculik Suil, meskipun Lurahe selaku ketua Dhemit tidak menyuruhnya untuk menculik Suli, ciri lain dari Dhemit 5 adalah lucu. Dhemit 6 memiliki kepribadian yang lucu dan berbicara atau gagap secara perlahan. Humor Dhemit 6 berhasil mencairkan suasana dimana adegan-adegan serius tiba-tiba bisa membuat penonton tertawa. Karakter Lurahe adalah pemimpin Dhemit. Lurahe sebagai pemimpin adalah pemandu para  demit. Selain itu, Lurahe adalah karakter ambisius yang ingin mengajari orang serakah seperti Rajegwesi.Â
Karakter penduduk desa adalah empati dan sopan terhadap tetangganya. Hal ini ditunjukkan dalam adegan di mana para pemimpin desa membantu Rajegwesi menemukan Suli yang telah diculik oleh demit. Karakter pembantu kepala desa adalah moderat dan berperilaku baik, seperti yang terlihat pada adegan di mana kepala desa berdebat dengan Rajegwes "karena Anda salah yang ke 178".Â
Karakter pekerja hanyalah pembantu dalam scene yang ada dalam artian karakter  pekerja hanyalah pengisi suasana. Kepala desa marah, artinya penduduk desa marah karena Rajegwes terjadi dalam proyek pembangunan.Â
Tempat parkir berada di dekat administrasi kehutanan di desa. Sangat jelas bahwa tema pertunjukannya adalah hutan yang digunakan penduduk desa untuk mata pencaharian mereka. Hutan juga menyebabkan bencana dengan menyebabkan tanah longsor yang disebabkan oleh keegoisan Rajegwesi. Latarnya menegangkan dan membuat frustrasi. Terasa mencekam ketika tokoh Rajegwesi terjebak dalam longsoran salju dan penduduk desa marah kepada Rajegwe. Sedih rasanya ketika warga desa sedih karena hutan mereka ditebang karena hutan adalah sumber pendapatan mereka. Waktu ditetapkan pada siang hari.
Pementasan permainan Dhemit ini menggunakan alur maju dan mundur. Pertama, bagaimana Dhemit merencanakan sesuatu hingga pertengahan Dhemits 1 adalah menceritakan kembali apa yang terjadi atau kilas balik dari apa yang terjadi. Sampai plot terakhir menceritakan  sebab dan akibat. Pandangan Dhemit menggunakan perspektif campuran. Dialog antar pemain mengalir dari satu karakter ke karakter lainnya dari sudut pandang yang berbeda, seperti aku, kamu, dia, dia, dll. Namun jika sudut pandangnya salah, penulis skenario biasanya bisa masuk ke dalam cerita, sedangkan penulis skenario tidak bisa mementaskan ceritanya.
Pesan dari penyajian karya ini adalah jangan serakah. Manusia tidak hidup sendirian di dunia ini, meskipun kita mengatakan  kita berasal dari dimensi lain kecuali makhluk gaib, kita tidak boleh ikut campur dalam kehidupan mereka dan kita manusia tidak boleh serakah. Sangat jelas dalam pementasan Dhemit bahwa seseorang  serakah dan tidak peduli dengan keselamatan orang lain atau makhluk gaib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H