Keberadaan pendidikan di indonesia sangat berimplikasi dengan proses berkembangnya suatu negara di masa mendatang. Pendidikan bagi masyarakat kalangan bawah adalah salah satu bentuk cara untuk meningkatkan stratifikasi sosialnya. Pandangan ini masih saja menjadi mainstream dan tolok ukur penghormatan terhadap individu tertentu yang masih melekat. Inilah yang menjadi salah salah alasan berbagai orang berebut untuk memperoleh pendidikan setinggi tingginya.
Animo masyarakat inilah yang menyebabkan berbagai macam vareasi jenis pendidikan dan kepelatihan bermunnculan . ada yang berbasis kemampuan motorik, softskils dan pengetahuan, dan kesemuanya laku di masyarakat luas. Tentunya tujuan bangsa ini akan lebih terwujud dalam pemenuhan tujuan negara. Yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembelaan terhadap negara.
Namun semuanya hanya sekedar harapan belaka. Disaat animo masyarakat tinggi tetapi pernan sektor penyedia pendidikan mengalami kemunduran. Baik dari segi yang bersifat substansial atau servis kepada masyarakat yang mencari ilmu dari sektor pendidikan. Hal ini dapat ditandai dengan,
Adanya UNÂ sebagai penyamarataan dalam wilayah indonesia.
Memang secara teoritis, keberadaan UN ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat respon terhadap ilmu yang telah diajarkan. Hal ini sangat relevan dengan apa yang akan diajarkan melalui sarana pendidikan (SD, SMP, SMA) dan pada akhirnya akan mengetahui seberapa jauh nilai yang akan didapatkan. Namun, kendalanya adalah tidak semua wilayah masyarakat di Indoneisa memiliki tingkat pemahaman yang sama antara daerah satu dengan yang lain. Apalagi sumber daya manusia yang sejak dari dahulu memiliki karakter yang sangat heterogen dan berimplikasi dengan cara dan metode pemahaman masing masing. Tambah lagi, keberadaan UN dengan hasilnya ternyata tidak memiliki kegunaan yang sangat berpengaruh dengan tingkatan selanjutnya.
Kita contohkan adalah seorang guru, memberikan transfer nilai, moral dan keterampilan kepada murid murid. Namun sejatinya murid murid ini adalah bukan selyaknya manusia, namun diumpamakan sebagai binatang. Seperti kelinci, gajah, kura kura, monyet dan jerapah. Pada akhir proses pembelajaran, akan diadakan evaluasi pembelajaran. Yaitu memanjat pohon. Tentunya dari kesemua murid diatas tidak sert merta mendapatkan hasil yang sama. Jika itu seekor gajah, tentu akan sulit meraihnya, tetapi sangat berbeda dengan monyet, maka akan cepat meraihnya. Adalagi jerapah, ridak usah memanjatpun ternyata dia akan lebih cepat sampai di paling ujung pohon tersebut. Dan sayangnya dari kesemuanya itu tidak membuahkan hasil. Ternyata setelah berhasil memanjat, dari kesemua murid ,mungkin dapat lulus, tetapu value nya tidak akan dapat karena pohon yang mereka panjat ternyata tidak ada yang berbuah.
Dari ilustrasi diatas, tentu sebegitu parahnya sistem pendidikan saat ini. Dari sekian lama para founding father mendirikan negara megah ini dengan kekayaan yang luarbiasa tidak mampu terolah dengan baik. Dari seorang kihajar dewantara yang memberikan kesempatan emas pribumi untuk mendapat pendidikan ternyata masih ada kerusakan sistem yang kiranya sampai saat ini belum diperbaiki. Hal yang yang memperparah adalah
Kurangnya penanaman moral lokal sebagai pendukung pendidikan
Seperti yang telah diilustrasikan diatas, sebagai seorang jerapah tentu tidak susah mencapai ujung pohon karena berleher panjang, dan tidak perlu memanjat. Artinya ada sebuah shortcut yang mempermudah dan memaipulasi siste yang berlaku. Inilah kerusakan yang memicu indonesia tidak kunjung membaik. Slogan anti korupsi saja dimana mana, namun ternyata itu diajarkan dalam sistem. Baik oleh keberadaan orang lain atau bahkan pelaku pendidikan sendiri disamping adanya opportunity.
Hal ini sangat nampak terlihat atau terdengar dalam kehidupan nyata. Adanya praktek paket soal, bocoran UN, dongkrak nilai oleh guru dan proses PEMBIARAN terjadinya kejadian tersebbut. Tentunya apabila bukan karena rusaknya moral manusia didalamnya terus siapa lagi. Mungkin hal ini memiliki dampak konflik internal. Misalnya seorang pengawas UN yang telah ada selama ini. Kebanyakan, adanya pengawas UN selalu di tukar oleh sekolah lain. Sehingga kemungkinan adanya kongkalikkong untuk saling menguntungkan demi keberlangsungan sekolah dengan predikat tertentu dan adanyanya presure dari aturan dan kepala sekolah tersendiri. Karena masih ditemukan aturan bahwa saat ujian nasional, seorang pengawas tidak diperbolehkan mengitari sisea sampai kebelakang.
Dari kesemua itu, memang kita sebagai seorang Indonesianis tidak perlu risau dalam potret pendidikan saat ini. Masih banyak kemungkinan lain yang berhasil dalam pendidikan. Dimana sebuah terory relativitas masih berlaku. Namun ambilah dalam sisi positifnya. Selagi kita mencoba yang baik kemungkinan akan ada keberhasilan atau kegagalan terbaik dalam hidup. Harapan besar adanya pendidikan ini menjadi tonggak baru perhelatan dan berputarnya roda negara indonesia. Karena tidak lagi dapat dipungkiri bahwa bukan lagi darah atau bambu runcing untuk menciptakaan kemerdekaan indonesia saat ini, tetapi dengan kepercayaan sistem dan kepatutan nilai yang mampu menciptakan indonesia benar benar merdeka. Salam pendidikan untuk indonesia!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H