Kepergian seorang maestro campur sari Lord Godfather of broken heart Didi Kempot meninggalkan kesan mendalam untuk para penggemarnya.
Penggemar Didi Kempot ternyata bukan hanya yang berumur empat puluh sampai lima puluh tapi juga berasal dari kaum milenial yang berumur tujuh belas tahun sampai umur dua puluhan.
Syair yang di dendangkan sang maestro merupakan suara hati kaum yang kalah di tindas oleh pengkhianat.
Cita-cita yang di rawat dalam waktu yang lama terpaksa hancur bagaikan debu kayu terbakar karena kecurangan dari orang yang tersayang.
Pengkhianatan di lakukan oleh manusia yang selalu di muliakan dengan tulusnya cinta namun berakhir bersama sikap jahat berbaju kesucian cinta.
Memang benar nyesak banget! Sesak di dada tiada obat manjur kecuali teriak sekuat tenaga. Punya cita-cita murni mirip minuman soda ternyata kandas di depan mata padahal telah ku berikan segalanya untukmu cintaku.
Akibat putus cinta  logika jadi kusut, kenapa ya? yuk kembali ke laptop.
Jatuh cinta mirip minum es campur dengan makan bakso hangat tapi beda mangkok. Kedua makanan tersebut punya persamaan menggunakan mangkok dan berisi paling banyak berjenis cair. Eh kok.....
Begini, setiap manusia di takdirkan hidup bersama rasa sayang. Suatu sikap untuk saling memberi pertolongan sehingga lahir rasa nyaman. Rasa sayang di mulai ketika manusia masih berbentuk dan bernama janin.
Rasa sayang yang di rawat oleh orang tua atau siapapun namanya. Akan mampu mewariskan sikap saling menolong kepada si anak. Tingkah yang mulia ini terus di bentuk di dalam rumah dalam waktu yang lama.
Sampai suatu hari manusia kecil itu tumbuh besar dan bisa melihat dunia luas di luar rumah. Insan mulia merasakan ada yang tidak biasa. Ada yang lebih menarik untuk di jadikan hak milik.