Mohon tunggu...
Nando Andri
Nando Andri Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Manusia membutuhkan ruang untuk berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kekerasan Siswa SD, Salah Guru, Orang Tua, atau Salah Acara Televisi?

16 Oktober 2014   23:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:44 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dan terjadi lagi…kisah lama yang terulang kembali..Kau terluka lagi…

Cuplikan lirik lagu separuh aku dari Noah ini bisa menggambarkan kasus yang terjadi beberapa hari yang lalu. Kasus yang menghebohkan dunia pendidikan di Indonesia. Tersebarnya video dimana beberapa siswa SD melakukan tindak kekerasan berupa penganiayaan fisik terhadap salah satu temannya.

Bayangkan saudara-saudaraku, anak-anak SD tega melakukan tindakan kekerasan ini. Saat dimana di usia ini seharusnya diisi dengan dunia bermain dan belajar. Tetapi di sebuah sekolah dasar di Bukit Tinggi telah terjadi peristiwa yang sangat jauh dari dunia belajar dan bermai.  Peristiwa tindak kekerasan saat jam belajar. Sebuah peristiwa yang seharusnya tidak terjadi apabila ada pengawasan dari pihak sekolah, terutama para gurunya.

Terdengar miris juga saat kejadian ini terjadi dilingkungan sekolah dan saat jam belajar aktif. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga, sebuah peribahasa yang mau tidak mau akan berkembang di masyarakat, setelah mengetahui kejadian ini. Masyarakat akan menilai kualitas pendidikan, terutama Sekolah Dasar di Indonesia berdasarkan kasus ini.

Masih segar dipikiran kita tentang kasus yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Beberapa siswa tewas saat mencoba melakukan adegan Smack Down. Sebuah acara hiburan yang sempat ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah para siswa Sekolah Dasar dan terjadi di lingkungan sekolah pada saat jam belajar.

Tindakan kekerasan ini kembali terulang. Mirisnya lagi, saat saya melihat video kekerasan anak SD di Bukit Tinggi ini dilakukan oleh sekelompok anak terhadap salah satu siswinya. Ya, yang menjadi korban adalah anak perempuan. Dimana dalam adegan yang tanpa rekayasa ini para siswa secara bergantian memukul dan menendang korban. Tak elak saya sendiri sangat miris saat melihat siswi ini menerima pukulan dan tendangan dari kawan-kawannya. Kawan-kawan bermain dan belajar bersama. Pun dalam kelompok anak tersebut terdapat siswi perempuan yang melakukan tindakan kekerasan ini.

Mau tidak mau setelah melihat kejadian ini, kita akan mempertanyakan peran Guru selama ini, tanpa bermaksud memojokkan atau mendiskreditkan peran guru. Tindakan kekerasan ini tidak akan terjadi kalau Guru melakukan pengawasan aktif terhadap siswa-siswanya, terutama saat jam belajar di sekolah. Apakah dalam hal ini guru di SD Bukit Tinggi itu patut disalahkan selain anak-anak itu sendiri? Ya bagaimana lagi, kejadian ini terjadi di lingkungan sekolah saat jam belajar aktif. Namun tidak hanya Guru, peran orang tua juga diperlukan untuk menangkal tindakan kekerasan semacam ini agar tidak terulang kembali.

Para guru dituntut untuk tidak hanya memberi pengajaran kepada siswa-siswanya. Namun lebih dari itu,para guru harus memberikan pendidikan karakter dan budi pekerti dalam pengajarannya. Saya mengalami sendiri saat sekolah di SMA. Ada beberapa guru yang hanya melulu membahas pelajaran yang diampunya tanpa memberikan pendidikan karakter dan budi pekerti. Malahan sering, waktu beliau mengajar hanya memberikan tugas. Beliau menulis di white board “Kerjakan soal buku z hal a-b, setelah selesai dikumpulkan di meja guru”. Setelah itu beliau keluar kelas, entah kemana!?

Loh, budi pekerti itu kan tugasnya guru PPKN khan? Biarlah guru PPKN yang mengajarkan, saya mengajarkan masalah hitung-menghitung dan tata bahasa saja. Atau ada yang berpikir, biarlah urusan budi pekerti anak disekolah urusan guru, kalau anak sudah dirumah itu urusan saya. Naïf kalau hanya berpikir seperti itu. Tidak bisa dipungkiri hal ini membutuhkan “kerjasama” antara orang tua dan guru, tidak bisa “urusan gua, urusan gua, urusan elu, urusan elu” lagi. Jangan mengorbankan anak karena pikiran semacam ini. Para guru/ sekolah tidak bisa berbuat apa-apa untuk membentuk karakter dan budi pekerti siswanya, kalau ayah dan ibunya sedang marah sering memperlihatkan adegan pukul-memukul dalam keluarganya.

Peran acara televisi pun berpengaruh besar terhadap perilaku anak, terutama perilakunya di sekolah. Banyak psikolog yang menyatakan bahwa tindakan anak dilakukan berdasarkan apa yang dilihatnya setiap hari. Atau anda dapat membaca http://ritongapasuruan.blogspot.com/2009/05/pengaruh-televisi-pada-perilaku-anak.html untuk memberikan informasi tentang pengaruh televisi pada perilaku anak.

Tidak terbayang khan apabila acara televisi tiap hari diisi dengan sinetron remaja yang kerap menayangkan kekerasan dan pembullyan di sekolah. Apa yang kemudian anak-anak lakukan setelah melihat sinetron remaja semacam ini tiap hari? Salahkah apabila kita menjawab pertanyaan ini dengan jawaban mereka akan melakukan tindakan bullying dan kekerasan terhadap kawannya seperti sekelompok siswa SD di Bukit Tinggi ini. Salahkah kita dengan jawaban itu?

Saya bukan guru, pengamat pertelevisian, pakar psikologi, atau pemerhati pendidikan. Saya hanya warga biasa yang prihatin dan miris setelah melihat tindakan kekerasan siswa SD di Bukit Tinggi melalui video. Sebagai warga biasa pun saya berhak berpendapat bahwa ketiga hal ini sangat berkaitan dengan pembentukan karakter atau perilaku anak-anak, terutama di sekolah. Saya berani menjawab pertanyaan judul artikel ini dengan jawaban “salah ketiga-tiganya”

Nanya sendiri, jawab sendiri :) (ndo)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun