Apa sih sesuatu yang tidak menjadi rebutan di Indonesia? Kursi penumpang KRL yang dikhususkan untuk ibu hamil dan penderita tuna netra&orang cacat saja menjadi rebutan. Tanah-tanah menjadi rebutan, harta warisan menjadi rebutan. Lelaki ganteng dan perempuan cantik jadi rebutan, sampai saling bunuh lagi! Coba apa yang tidak menjadi rebutan?
Saat sekolah, guru saya memberikan ajaran sederhana, bahwa merebut barang milik orang lain itu sama saja dengan pencuri, pantas dipenjara. Jadi jangan main-main dengan hak milik orang lain. Anda bisa berurusan dengan hukum apabila merampas atau merebut hak milik orang lain itu. Lain halnya dengan merebut hati sang pujaan. Lain itu, jangan disamakan!
Saat ini di kalangan pejabat dan anggota Dewan sedang panas-panasnya berebut kursi MPR, kursi kasta tertinggi dalam tata negara. Setelah minggu kemarin para anggota dewan ini memperebutkan ketua DPR, kini para anggota dewan beserta elit-elit politik sudah beralih berebut kursi ketua MPR. Rebut merebut ini dilakukan antara koalisi merah putih (partai Gerindra,Golkar, PAN, PPP, PKS) dan koalisi Indonesia Hebat (PDI-P, PKB, Hanura, dan Partai Nasdem). Untuk partai Demokrat? Ah, kalau untuk partai ini, sebenarnya ikut berebut juga, tapi masih abu-abu, tidak tahu ikut dalam koalisi apa!?
Mencari kekuasaan dalam pemerintahan, baik itu yudikatif maupun eksekutif sah-sah saja. Tapi kita harus melihat bagaimana cara kekuasaan itu diperoleh. Kalau kekuasaan itu diperoleh dengan cara lobi-lobi busuk untuk menjaga kepentingan kelompoknya saja, tanpa peduli dengan kepentingan rakyat sama saja dengan sepotong tulang dilemparkan ke kerumunan anjing. Mereka saling menggigit untuk kepentingan perut sendiri.
Kepentingan rakyat yang mana? Kepentingan rakyat yang ingin hidup makmur, rakyat yang ingin didengar pendapatnya, rakyat yang tidak ingin hak demokrasi dan berpendapatnya dirampas, rakyat yang ingin setiap hari tidak makan nasi aking, dan rakyat-rakyat lainnya yang menggantungkan nasib pada kebijakan pemerintah dan DPR.
Apa jadinya kalau berebut kursi ketua MPR hanya untuk memuluskan tujuan kepentingan kelompoknya saja? Kepentingan-kepentingan busuk yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Hati-hati, rakyat sekarang sudah tidak seperti dulu, yang hanya bisa “diam” saat tidak setuju. Suara rakyat kini sudah punya kekuatan. Rakyat tidak akan tinggal diam kalau hak-haknya dirampas.
Silakan Mau bermusyawarah mufakat atau mau berebut seperti sidang pemilihan ketua DPR kemarin, toh pimpinan MPR harus segera dibentuk, setelah pemilihan pimpinan DPR dilaksanakan.
Tapi perlu diingat, kepentingan dibalik perebutan itu akan selalu dipantau oleh rakyat. Kalau tujuannya sudah melenceng, rakyat akan “bergerak”. Itu sudah menjadi hukum alam di era reformasi ini. (ndo)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H