Mohon tunggu...
Ferdinandus Setu
Ferdinandus Setu Mohon Tunggu... -

Pembaca Kompas. Penikmat Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Porno Kok Dibela?

12 Januari 2011   05:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:41 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Negeri ini sedang galau, bingung, dilema. Tak bisa lagi membedakan mana hitam mana putih. Tak bisa lagi membedakan mana moral mana amoral. Mana porno mana parno.


Hampir sepekan, energi kita terkuras oleh polemik soal pornografi. Kita terjebak oleh isu yang dikemas media soal blokir sana-blokir sini perangkat canggih bernama blackberry.


Hampir sepekan, nama pak menteri Tifatul Sembiring jadi buah bibir anak negeri, hanya karena ia punya ide menyaring pornografi dari blackberry agar tidak meracuni anak-anak republik ini. Ide yang semestinya kita dukung demi anak cucu kita sendiri. Tapi, publik yang dikemas oleh media mainstream, menolak gagasan ini, menolak rencana ini.


Apa yang salah dengan negeri ini, ketika seorang pemimpin bertindak untuk kebaikan pertiwi, malah dibenci, malah dicaci-maki? Apa yang salah dengan negeri ini, ketika banyak yang berkoar soal kebebasan berekspresi lalu menolak penyaring pornografi? Apa yang salah dengan negeri ini, ketika pemimpin yang berani bersikap untuk membenahi bangsa ini malah dicap munafik, dilabeli hipokrit?


Apa yang salah dengan negeri ini, ketika yang porno pun dibela? Apakah kita ingin anak-anak kita terjebak dalam pusaran arus bernama industri pornografi yang kini hadir bersama globalisasi? Apakah kita ingin, anak-anak kita yang kecil-lincah-mungil mulai terimbas sensasi sesat dan sesaat bernama pornografi?


Saya percaya, banyak kita yang sepakat dengan Pak Menteri Tifatul Sembiring. Hanya kadang kita tak mau melawan arus-umum yang dibentuk oleh media mainstream, bahwa seakan-akan memblokir pornografi dari blacberry menjadi kiamat bagi kebebasan berekspresi di negeri ini. Kita takut dibilang munafik, kita takut dicap hipokrit. Kita tak ingin dibenci oleh mereka yang berani bersuara di ranah publik. Semestinya kita takut anak cucu kita menjadi candu pornografi. Semestinya kita takut kalau energi dan waktu remaja kita terbuang di kamar bernama pornografi.


Melindungi anak dari pornografi bukan hal yang "munafik". Melindungi cucu kita dari pornografi adalah hukumnya wajib.


Jadi tak ada yang salah dengan Pak Tifatul Sembiring. Tak ada yang salah dengan ultimatumnya kepada RIM si peracik blackberry. Kalau ada yang mengatakan Pak Menteri Tifatul mengekang kebebasan berekspresi di negeri ini, tentu ini pernyataan yang sangat keliru. Setiap caci-maki yang dialamatkan kepadanya, malah hanya dibalas dengan pantun juga senyum. Beliau tak menggunakan kekuasaan yang ia miliki untuk menangkap atau menggugat si pencaci-maki, yang berbicara tak pernah pakai nurani. Pak Tifatul justru adalah menteri yang egaliter, yang mau menjawab kicauan kita di twitter secara langsung dari gadget-nya. Ia, menteri yang pantas ditiru oleh pejabat lain di negeri ini. Ia berani untuk dicaci-maki ketika mencoba menegakkan regulasi di negeri ini.


Mari kita berdiskusi, tapi eits tak ada caci-maki:)


Salam,


Ferdinandus Setu


www.nandosetu.multiply.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun