Jika kita melihat pandangan Ibn Khaldun (1332-1406), politik dinasti dinamakan ashabiyah. Ibn Khaldun menilai politik ashabiyah sebagai gejala yang bersifat alamiah. Sebab, umumnya penguasa selalu ingin merekrut orang yang memiliki hubungan darah sebagai bawahannya. Politik ashabiyah menurut bapak sejarah itu dapat menimbulkan kehancuran bagi negara.Â
Dalam konteks hari ini, politik semacam itu merupakan persoalan serius. Karena dijalankan dalam suasana demokrasi yang sedang tumbuh dan berkembang. Politk dinasti lambat laun pasti akan mengganggu proses chek and balances dalam menyelanggarakan pemerintahan. Fungsi saling mengontrol tentu tidak akan berjalan maksimal jika jabatan publik dikuasasi oleh bagian dari keluarga atau kerabat.Â
Padahal jika kita renungkan, untuk menyuburkan nilai-nilai demokrasi, fungsi kontrol sangatlah penting. Jika kontrol terhadap pemerintah lemah, budaya korupsi dan kolusi tidak akan dapat dicegah.
Penulis juga melihat ada indikasi bahwa pencalonan anak-menantu presdien dan wakil presiden adalah untuk mencari sensasi semata. Atau hal itu merupakan sebuah bentuk untuk memeberikan kehangatan bagi suasana perpolitikan jelang akhir tahun ini. Bukan tanpa alasan, sebab seperti yang sama-sama kita ketahui, mereka sama sekali tidak memiliki kapasitas yang meyakinkan sebagai pemimpi daerah.Â
Terlebih lagi masih minimnya pengalaman dalam memimpin. Kita tentunya mengharapkan hadirnya pemimpin yang benar-benar matang dalam segala hal. Agar tidak terkesan jor-jor an dalam berdemokrasi dan hanya sebatas mencari sensasi.
Kita tentu mengharapkan siapa pun itu mereka yang merupakan bagian dari keluarga penguasa, sedapat mungkin untuk tidak berada dalam lingkaran kekuasaan. Karena hal itu akan berdampak baik bagi suasana berdemokrasi dan politik nasional. Alangkah baiknya anak-menantu presiden dan wakil presiden terus mengabdi kepada rakyat dan terus belajar untuk membangun integritas.Â
Tidak mencari momen sebagai anak-menantu presiden! Etika dalam menggunakan hak politik dalam hal ini sangat perlu diperhatikan untuk menghindari anggapan bahwa pemerintah menyokong kembali timbulnya budaya politik dinasti. Semoga negeri ini semakin matang dan dewasa dalam menghadapi hal semacam ini.Â
Peranan rakyat dan pers selalu diharapkan menjadi garda terdepan untuk mengawasi tindak-tanduk penguasa, agar segala bentuk perbuatan yang tidak sesuai dengan hati nurani rakyat tidak dilakukan. Mari kita cerdas dalam menanggapi budaya politik dinasti, dan selalu objektif serta kiritis terhadap jalannya penyelenggaraan negara ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H