Oleh : Muhammad Ali Fernandez, SHI. MH.
Â
Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa, beberapa hari lalu bertemu dan membentuk Koalisi Indonesia Bersatu. Kata BERSATU sendiri merupakan gabungan dari "Beringin" (BER) yang menandakan Partai Golkar, "Surya" atau matahari (SA) menggambarkan Partai PAN, "Baitullah" atau Ka'bah (TU) melambangkan PPP. Pertemuan ini tentu menyongsong pemilu presiden dan legislatif dan pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak di tahun 2024.Â
 Terhadap pertemuan tersebut, tentu muncul pro kontra. Sebagian menilai pertemuan tersebut terlalu dini karena tahapan pemilihan belum mulai. Lagipula, 2 dari ketua umum yang bertemu menjabat sebagai menteri dan masih harus menyelesaikan tugas sebagai menteri pada Kabinet Presiden Joko Widodo.
Sebagian menilai ini adalah cara Golkar, PAN dan PPP memastikan diri agar menjadi "pemain" dalam Pilpres 2024. Mengingat, Pilpres 2024 mensyaratkan Presiden dan Wakil Presiden di usung oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi ambang batas Presidential Treshold 20 % (dua puluh persen). Sampai saat ini hanya PDIP yang dapat memenuhi ambang batas itu.
 Sebagian lagi menilai pertemuan tersebut sekedar silaturahmi politik atau gimmick politik sehabis lebaran Idul Fitri. Mengingat situasi politik masih terlalu cair dan jauh dari pertemuan gagasan politik. Apalagi, seringkali, pertemuan antara Ketum sekedar menjajaki satu sama lain, tidak kokoh dan bisa jadi akan berubah dan pindah ke lain hati.
Sementara beberapa pihak lain menilai, bahwa pertemuan antara Partai Golkar, PAN dan PPP merupakan pertemuan yang serius dalam rangka menghadapi proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan Pileg serentak tahun 2024. Â Â
Keberanian DemokrasiÂ
Pertemuan dirumah Heritage Jakarta, pada 12 Mei 2023 lalu, seharusnya menjadi awal dari terbukanya tradisi demokrasi yang baik, meskipun, beberapa kalangan menyatakan "Koalisi" itu bukan tradisi sistem Presidential melainkan sistem Parlementer. Realitas politik hari ini, dengan serangkaian pengaturan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dapat mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah peserta pemilu sebelumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 221 Jo. Pasal 222 UU Pemilu, yang berbunyi :
Pasal 221 : "Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik".