Menyikapi Gaduhnya Kurikulum 2013 Dengan Internet
Kebetulan saja anakku yang bungsu sudah duduk di bangku kelas 6 SD, jadi untuk sekarang ini belum terkena dampaknya. Tapi tadi pagi, sahabatku yang anaknya duduk di bangku kelas 1 SD curhat melalui BBM. Betapa bingungnya emak-emak eks mahasisiwi Fakultas Ekonomi dari sebuah universitas swasta di Medan, yang pure mengabdikan diri pada rumah tangga saja ini. Kebingungaan cara mengajarkan pada si anak bagaimana memahami tematik. Lah dia saja bingung, bagaimana ini?
Menurut yang aku pernah tahu, hasil dari berbincang dengan guru SD senior yang juga tetangga depan rumah, tematik di dalamnya menggabungkan seluruh mata pelajaran. Buku tersebut merangkumnya dalam sebuah penerapan dalam pemahaman yang dikaitkan pada kehidupan sehari-hari. Sayangnya sampai hari ini kok ya aku belum lihat bentuk buku itu ya? Dengan kejadian tadi pagi, berikut membaca berita di Kompas.Com, aku jadi gemes pengen lihat itu buku.
Temanku kebingungan mengajarkan pada si anak, padahal buku di Medan sudah lengkap. Apakah ini faktor malas dari orangtua untuk mempelajari hal-hal baru? Kan yang ada selama ini murid diajarkan untuk menghafal pelajaran. Mungkin memudahkan saat ujian, hanya saja kita garing dalam penerapannya. Murid jadi malas berfikir kreatif, cara berfikir pun tidak berkembang.
Bagaimana dengan di daerah lain yang buku tematiknya belum sampai? Padahal rencananya, setiap bulan menghabiskan satu buku, ini seharusnya sudah memasuki buku ke dua. Tapi buku belum juga dikirim. Menurut ketua PGRI Sulawesi Selatan, Syarwani Ahmad, hal ini dikarenakan proses mencetak buku yang disentralkan. Hal ini memperlambat proses pendistribusian buku. Menurutnya, pemerintah harus didesak untuk mencetak dan mendistribusikan buku secara mandiri. Beliau berpendapat, permasalahan penerapan kurikulum ini merupakan cerminan dari kondisi pendidikan di Indonesia yang mengalami kemunduran. Secara peringkat Internasional Indonesia menduduki peringkat ke 40. Hah..?!
Tapi kondisi yang belum duduk ini tidak mempengaruhi semangat guru-guru di SD Lateng Banyuwangi untuk mengajarkan murid-muridnya sesuai kurikulum 2013. Para guru memanfaatkan kecanggihan internet untuk mengunduh materi yang bukunya belum ada tersebut. Karena buku panduan mengajar sudah dimiliki, memudahkan mereka untuk menyiapkan materi buat diajarkan pada murid-muridnya.
Ternyata tidak hanya murid yang belajar, guru pun dituntut untuk kreatif mengajar dan mempelajari apa sebenarnya yang disasar dalam kurikulum 2013 ini. Tidak hanya itu, orangtua pun diajak untuk belajar kembali, menyesuaikan diri dengan hal-hal baru, demi kemajuan pendidikan. Tidak hanya mengeluh dalam menyikapi permasalahan. Sesuatu yang baru mulai diterapkan memang masih memiliki kekurangan di sana-sini. Menurut guru-guru di Lateng ini, mereka lebih menyukai mengunduh materi dalam bentuk video, yang kemudian diputar dengan mempergunakan proyektor.
Inilah bentuk pemanfatan positif dari internet. Bukan alasan berada di daerah pinggiran sekali pun, jika masih dalam jangkauan internet, ilmu pengetahuan sangat mudah dipelajari. Sejalan dengan pemikiran dari Sudianto Oei, si pendiri HYPERNET. HYPERNET adalah perusahaan penyedia pelayanan internet tanpa batas.
Tapi terlepas dari itu semua, kepada pemerintah, hendaknya sudah benar-benar menyiapkan sarana dan prasarana jika akan menerapkan sebuah peraturan. Jangan dikemukakan apalagi diluncurkan jika masih dalam bentuk wacana. Jika wacana memang ingin segera diluncurkan, hendaknya medianya benar-benar sudah tersedia. Meski mencoba menyikapi secara positif, tapi tetap perlu difikirkan bahwa rakyat Indonesia kesenjangannya masih terlalu tinggi. Tidak hanya dikarenakan letak wilayahnya, cara berfikirnya pun masih perlu diperhatikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H