Mohon tunggu...
Nanda Suci Putri Nurjanah
Nanda Suci Putri Nurjanah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Ilmu Pemerintahan (A)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Omnibus Law yang Dibuat Secara Tergesa-gesa, Menimbulkan Perselisihan Antara Pemerintah dengan Masyarakat

7 Desember 2020   20:58 Diperbarui: 7 Desember 2020   21:09 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Nanda suci putri nurjanah, Mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang, Program Studi Ilmu Pemerintahan (A)

Omnibus Law dicetuskan Presiden Joko Widodo pada Rembuk Nasional ke-3 tahun 2017, tepatnya pada tanggal 23 Oktober 2017. Pengesahan omnibus law yang bisa dibilang dibuat secara tergesa-gesa oleh pemerintah banyak menimbulkan berbagai reaksi dimasyarakat yang paling tampak adalah bentuk penolakan atas pengesahan omnibus law cipta kerja sebagai RUU yang menurut saya tidak cocok jika diaplikasikan kedalam UU Republik Indonesia. Alasan pembuatan Omnibus Law adalah adanya kendala regulasi yang berbelit-belit, dan penguatan ekonomi nasional dengan memperbaiki iklim investasi dan daya saing.Dari dua rancangan UU tersebut, UU Cipta Kerja mendapat sambutan meriah dari pulik secara cepat baik pro maupun kontra, bahkan sebelum rancangannya rampung dan dibahas di DPR RI.Tujuan UU Cipta Kerja adalah melakukan perbaikan ekosistem investasi serta kemudahan dan pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam rangka penciptaan lapangan kerja. alam UU ini tema ketenagakerjaan menjadi isu yang paling krusial, ada enam poin regulasi ketenagakerjaan yang baru dari UU Cipta Kerja, berpotensi mengurangi kesejahteraan pekerja. danya upah per jam diprediksi dapat menciptakan 2,5 juta pekerjaan baru sehingga menjadi manfaat pengurangan pengangguran (unemployment benefit) dan menguntungkan bagi pekerja paruh waktu yang tidak tertarik dengan pekerjaan yang regular dan lebih mengikat. Penambahan manfaat JKP tidak mengubah besaran iuran pada BPJS Ketenagakerjaan sehingga tidak membebani pengusaha maupun pekerja.Sebagai tambahan, pekerja kontrak akan diberikan kompensasi pengakhiran hubungan kerja yang kita tunggu berapa besarannya.Untuk fleksibilitas pasar kerja disebutkan bahwa pekerja kontrak atau sering disebut Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) lebih ditekankan untuk ekonomi digital.Hal yang mendasari mengapa Indonesia belum siap menggunakan omnibus law sebagai undang² karena banyak menghapus atau meniadakan hak-hak buruh yang sebelumnya ada di undang² salah satu contohnya ialah menghapus UMK dan UMSK.

Penulis: Nanda suci putri nurjanah, Mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang, Program Studi Ilmu Pemerintahan (A)

Link Tautan:

https://instagram.com/ummcampus?igshid=1iqckwxve6jeh

https://instagram.com/prodiipumm?igshid=b8bvmsnk4pmc

https://twitter.com/ummcampus?s=21

https://instagram.com/nndaspn_?igshid=dln1i171rejj

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun