Mohon tunggu...
Nandasari Dompu
Nandasari Dompu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

( masak/ lakukan apa yang disukai/lucu )

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

teori perkembangan moral yang dikemukakan lawrence kohlberg

18 Januari 2025   21:16 Diperbarui: 18 Januari 2025   21:16 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg: Sebuah Perjalanan Menuju Etika
 
Lawrence Kohlberg, seorang psikolog perkembangan, terkenal karena teorinya tentang perkembangan moral.  Berbeda dengan pendekatan yang hanya berfokus pada perilaku moral, Kohlberg menyelidiki proses berpikir di balik tindakan moral, menelusuri bagaimana pemahaman tentang benar dan salah berkembang seiring bertambahnya usia dan pengalaman.  Teorinya, meskipun mendapat kritik, memberikan kerangka kerja yang penting untuk memahami kompleksitas perkembangan moral manusia.
 
Tahapan Perkembangan Moral Kohlberg:
 
Kohlberg mengidentifikasi enam tahapan perkembangan moral, yang dikelompokkan menjadi tiga level:
 
Level 1: Pra-konvensional (Preconventional Morality)
 
Pada level ini, moralitas didasarkan pada konsekuensi langsung dari tindakan, bukan pada prinsip-prinsip moral yang internal.  Anak-anak pada tahap ini belum mengembangkan pemahaman tentang aturan sosial yang abstrak.
 
- Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan:  Tindakan dianggap baik jika menghindari hukuman, dan buruk jika mengakibatkan hukuman.  Fokusnya adalah pada konsekuensi fisik tindakan, bukan pada niat di baliknya.  Contoh: Anak tidak mencuri kue karena takut dimarahi.
- Tahap 2: Orientasi individualisme dan pertukaran:  Tindakan dianggap baik jika memenuhi kebutuhan individu atau menghasilkan imbalan.  Ada pemahaman tentang relativitas moral, di mana apa yang benar bagi satu orang mungkin berbeda bagi orang lain.  Contoh: Anak membantu teman karena mengharapkan bantuan kembali di kemudian hari.
 
Level 2: Konvensional (Conventional Morality)
 
Pada level ini, moralitas didasarkan pada pemahaman dan kepatuhan terhadap aturan sosial dan harapan orang lain.  Individu pada tahap ini ingin diterima dan menjaga hubungan sosial yang harmonis.
 
- Tahap 3: Orientasi hubungan interpersonal dan persetujuan:  Tindakan dianggap baik jika menyenangkan orang lain dan menjaga hubungan yang harmonis.  Fokusnya adalah pada niat baik dan mendapatkan persetujuan sosial.  Contoh: Anak membantu teman karena ingin menjadi teman yang baik.
- Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban:  Tindakan dianggap baik jika mematuhi hukum dan aturan sosial.  Ada pemahaman tentang pentingnya menjaga ketertiban sosial dan otoritas.  Contoh: Anak tidak mencuri karena itu melanggar hukum.
 
Level 3: Pasca-konvensional (Postconventional Morality)
 
Pada level ini, moralitas didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang universal dan abstrak.  Individu pada tahap ini mengembangkan pemahaman tentang hak asasi manusia, keadilan, dan prinsip-prinsip etika yang lebih tinggi.
 
- Tahap 5: Orientasi kontrak sosial dan hak individu:  Tindakan dianggap baik jika sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan kontrak sosial, tetapi juga mempertimbangkan hak-hak individu dan nilai-nilai universal.  Ada pemahaman tentang pentingnya fleksibilitas dan perubahan hukum jika tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai universal.  Contoh: Seseorang berdemonstrasi untuk memperjuangkan hak-hak minoritas, meskipun itu melanggar hukum.
- Tahap 6: Orientasi prinsip-prinsip etika universal:  Tindakan didasarkan pada prinsip-prinsip etika universal yang dipilih secara sadar, seperti keadilan, martabat manusia, dan kebaikan universal.  Prinsip-prinsip ini berlaku di atas hukum dan aturan sosial.  Contoh:  Seseorang menolak untuk mengikuti perintah yang tidak etis, bahkan jika itu berarti menghadapi konsekuensi yang serius.
 
Kritik terhadap Teori Kohlberg:
 
Meskipun berpengaruh, teori Kohlberg juga mendapat kritik, antara lain:
 
- Bias budaya:  Beberapa kritikus berpendapat bahwa teori Kohlberg terlalu berpusat pada budaya Barat dan tidak dapat diterapkan secara universal.
- Bias gender:  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teori Kohlberg mungkin meremehkan perkembangan moral perempuan, yang cenderung menekankan pada hubungan dan perawatan daripada keadilan dan prinsip-prinsip abstrak.
- Keterbatasan pengukuran:  Metode pengukuran yang digunakan Kohlberg, yaitu melalui dilema moral, mungkin tidak sepenuhnya akurat dalam mengukur perkembangan moral.
 
Kesimpulan:
 
Teori perkembangan moral Kohlberg memberikan kerangka kerja yang penting untuk memahami bagaimana pemahaman tentang benar dan salah berkembang seiring waktu.  Meskipun terdapat kritik, teorinya tetap memberikan kontribusi signifikan dalam bidang psikologi moral dan pendidikan karakter.  Pemahaman tentang tahapan perkembangan moral dapat membantu pendidik dan orang tua dalam membimbing anak-anak untuk mengembangkan moralitas yang kuat dan bertanggung jawab.  Namun, penting untuk mempertimbangkan konteks budaya dan gender dalam menerapkan dan menginterpretasikan teori ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun