Mohon tunggu...
Nanda Putri
Nanda Putri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswi

hobi saya adalah menggambar dan mendengar musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Book "Hukum Perkawinan Islam" Karya H. Mahmudin Bunyamin, Lc., M.A. dan Agus Hermanto, M.H.I.

12 Maret 2024   17:49 Diperbarui: 12 Maret 2024   18:00 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nanda Putri Solekhah (222121005)
Universitas Islam Negri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

Identitas Buku
Judul               : Hukum Perkawinan Islam
Penulis            : H. Mahmudin Bunyamin, Lc., M.A.
Agus Hermanto, M.H.I.
Pengantar        : Prof. Dr. H. M. Damrah Khair, M.A
Penertbit       : CV PUSTAKA SETIA jl. BKR (Lingkar Selatan) No. 162-164 Telp. (022)    5210588, Faks. (022) 5224105 E-mail: pustaka_seti@yahoo.com, Bandung 40253
Tahun Terbit   : 2017
Cetakan I         : 2017

A.Latar Belakang
Perkawinan merupakan sebuah institusi yang melampaui sekadar hubungan individu, karena ia merangkul aspek-aspek keagamaan, sosial, hukum, dan kultural yang kompleks. Dalam Islam, perkawinan dianggap sebagai salah satu langkah yang sangat penting dalam menjalani kehidupan, karena tidak hanya mengatur hubungan antara dua individu, tetapi juga memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang berkeadilan dan harmonis. Definisi perkawinan yang berasal dari bahasa dan etimologi memberikan pemahaman mendalam tentang makna dan konsep dasar dari ikatan perkawinan itu sendiri. Perkawinan tidak hanya dipahami sebagai sekadar akad formal antara seorang pria dan seorang wanita, tetapi juga sebagai sebuah janji dan komitmen untuk saling mendukung, menghormati, dan melindungi satu sama lain dalam perjalanan hidup mereka.

Dasar hukum perkawinan dalam Islam bersumber dari Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, yang memberikan landasan moral dan etika bagi setiap aspek kehidupan, termasuk perkawinan. Ayat-ayat Al-Qur'an memberikan pedoman tentang kewajiban, anjuran, dan larangan dalam menjalani hubungan perkawinan. Selain itu, hadis Nabi Muhammad juga memberikan petunjuk praktis dan contoh-contoh nyata tentang bagaimana menjalani perkawinan yang bahagia dan bermakna. Hal ini memperkuat urgensi institusi perkawinan dalam Islam sebagai salah satu fondasi utama dalam membangun keluarga yang kokoh dan harmonis.

Penjabaran tentang syarat dan rukun perkawinan menjadi penting dalam memahami proses formal dan syariat yang terlibat dalam ikatan perkawinan. Akad nikah dan mahar menjadi bagian integral dari proses perkawinan, yang tidak hanya memiliki nilai simbolis, tetapi juga merupakan syarat sahnya sebuah pernikahan dalam Islam. Praktik-praktik seperti poligami, nikah siri, dan nikah beda agama memberikan wawasan tentang keragaman praktik perkawinan dan pengaturannya dalam hukum Islam dan Indonesia. Meskipun praktik-praktik ini memiliki dasar hukum dalam Islam, namun pengaturannya sering kali menjadi polemik di masyarakat, terutama dalam konteks sosial dan kultural yang berbeda.

Diskusi tentang usia perkawinan membuka ruang untuk menjelajahi perbedaan pandangan antara hukum Islam dan regulasi hukum di Indonesia. Perlindungan anak dari pernikahan dini menjadi perhatian utama dalam konteks ini, karena perkawinan yang terlalu dini dapat berdampak negatif bagi perkembangan anak dan stabilitas keluarga. Pemahaman tentang praktik dan hukum perceraian, termasuk prosedur, syarat, dan konsekuensinya, juga sangat penting dalam membentuk pemahaman yang lebih holistik tentang regulasi hubungan perkawinan dan perceraian di Islam dan Indonesia. Dengan demikian, latar belakang ini memberikan pandangan yang komprehensif tentang perkawinan dalam Islam dan konteks hukum di Indonesia. Melalui pemaparan yang mendalam tentang definisi, dasar hukum, syarat dan rukun, praktik-praktik, usia perkawinan, dan perceraian, kita dapat memahami kompleksitas dan signifikansi institusi perkawinan serta relevansinya dalam membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan sejahtera.

B.Isi Buku
Penulis dalam buku ini membagi kedalam 10 sub bab dengan 212 halaman, penulis membagi kajian menjadi 14 sub bab dengan tujuan agar pembaca mudah memahami dan mempelajari bab yang akan di bahas secara rinci dan runtut mengenai hukum perkawinan islam.


Pada bab 1 dan bab 2 penulis membahas mengenai hukum perkawinan islam dan larangan perkawinan. Dimulai dengan pengertian perkawinan yang merujuk pada akad yang membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dan perempuan. Dasar hukum perkawinan diambil dari Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat 21 dan dibagi menjadi lima kategori: wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Pembahasan mengenai syarat dan rukun perkawinan meliputi batasan usia, persyaratan bagi kedua mempelai serta wali perempuan. Sub bab ini juga menjelaskan akad nikah, syarat bagi calon mempelai pria dan wanita, peran wali dalam perkawinan, dan konsep mahar. Tujuan perkawinan dijelaskan dalam lima aspek, yaitu personal, sosial, ritual, moral, dan kultural. Terakhir, disinggung larangan perkawinan dalam Islam yang bersifat abadi, seperti larangan menikahi kerabat dekat, pernikahan musaharah, dan susuan. Dengan demikian, sub bab ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang hukum perkawinan Islam, dari konsep dasarnya hingga larangan yang berlaku.


Pada bab 3 penulis membahas tentang konsep hadanah dalam Islam. Secara etimologi, hadanah berarti menghimpun, memelihara, dan memeluk anak sampai sanggup berdiri sendiri. Secara terminologi, hadanah merujuk pada pendidikan dan pemeliharaan anak secara lahir sampai ia mampu mandiri. Menurut istilah ahli fiqh, hadanah mencakup pemeliharaan anak dari segala bahaya, menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya, serta menyediakan pendidikan hingga sanggup mandiri sebagai seorang Muslim. Dasar hukum hadanah diambil dari Al-Qur'an Surat At-Tahrim ayat 6 dan Surat Al-Baqarah ayat 233. Syarat-syarat hadanah meliputi baligh, berakal, merdeka, beragama Islam, terpercaya, dan mampu mendidik. Orang yang berhak melakukan hadanah adalah ibu kandung, dan jika tidak bisa, hak hadanah dialihkan kepada ibu dari ibu (nenek) dan seterusnya. Selain itu, ayah kandung juga memiliki hak hadanah. Faktor-faktor yang menyebabkan gugurnya hadanah antara lain menjadi musafir, memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan, tidak dapat dipercaya, bukan beragama Islam, belum baligh, tidak sehat/gila, tidak mampu mendidik anak, dan status budak. Sub bab ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang konsep hadanah dalam Islam, baik dari segi etimologi, terminologi, hukum, syarat, dan faktor-faktor yang menyebabkan gugurnya hadanah.


Pada bab 4 penulis membahas tentang poligami dalam konteks perkawinan Islam. Poligami adalah perkawinan antara seorang suami dengan dua orang istri atau lebih, dan dapat dibagi menjadi poligini (suami beristri banyak) dan poliandri (istri bersuami banyak). Menurut Mahmud Syaltut, hukum poligami dalam Islam adalah mubah (diperbolehkan), selama tidak terjadi penganiayaan terhadap istri. Dalam Islam, poligami memperbolehkan suami memiliki hingga empat istri, dengan syarat berlaku adil kepada mereka dalam segala hal, termasuk nafkah, tempat tinggal, dan pakaian. Namun, jika suami tidak mampu berlaku adil, maka disunahkan untuk hanya memiliki satu istri, sesuai dengan ayat Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 3. Di Indonesia, hukum poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang menetapkan dasar perkawinan bersifat monogami. Namun, terdapat kemungkinan mendapatkan izin poligami dari pengadilan dengan alasan tertentu, seperti ketidakmampuan istri sebelumnya, kecacatan, atau ketidaksuburan, dengan syarat mendapat persetujuan dari istri sebelumnya, mampu memberikan nafkah, dan mampu berlaku adil. Sub bab ini menyoroti pentingnya keadilan dan persetujuan istri dalam pelaksanaan poligami, serta menggambarkan bahwa poligami hanya diizinkan dalam kondisi-kondisi tertentu yang ketat sesuai dengan prinsip "menutup pintu terbuka".


Pada bab  5 ini menjelaskan tentang usia perkawinan dalam ajaran Islam dan regulasi yang berlaku di Indonesia. Dalam Islam, usia perkawinan berkaitan dengan kematangan fisik dan mental seseorang, yang ditandai dengan baligh. Berbagai pandangan dari empat madzhab menyebutkan indikator baligh, seperti mimpi dan keluarnya mani bagi laki-laki, serta haid atau pertumbuhan rambut bagi perempuan.Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan batasan usia minimal untuk menikah, yaitu 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Namun, dengan izin tertulis dari hakim dan persetujuan orang tua, seorang wanita di bawah 16 tahun juga dapat menikah. Sub bab ini juga mencatat upaya-upaya untuk meningkatkan batasan usia perkawinan guna melindungi anak-anak dari pernikahan yang terlalu dini.


Pada bab 6 tersebut menjelaskan konsep nikah mut'ah dalam Islam, yang dikenal juga sebagai kawin kontrak dengan jangka waktu tertentu atau tidak tertentu, dan dapat dilakukan tanpa adanya wali atau saksi. Perlu dibedakan antara nikah mut'ah dan nikah mu'aqqat, dimana yang terakhir adalah pernikahan yang dibatasi oleh waktu tertentu atau terbatas. Menurut pandangan Syiah Imamiyah, nikah mut'ah memenuhi syarat tertentu, seperti ucapan ijab kabul dengan lafadz tertentu, calon istri harus beragama Islam atau kitabiyah, harus ada mahar yang disepakati, serta batas waktu yang jelas. Meskipun Syiah memperbolehkan nikah mut'ah, sebagian fuqaha berpendapat bahwa hukumnya adalah tidak sah. Pendapat Syiah tentang bolehnya nikah mut'ah pada awal Islam dikaitkan dengan situasi darurat yang memaksa, seperti dalam beberapa peperangan di mana kaum Muslim sulit untuk bersama istri mereka dan jauh dari keluarga. Melarang nikah mut'ah pada saat itu dianggap sulit dan memberatkan karena masih dekat dengan masa Jahiliyah yang memperbolehkan praktik tersebut. Namun, setelah kekuatan umat Islam meningkat dan mereka mendapatkan kewenangan dalam beberapa peperangan serta mendirikan kekuasaan di Mekah, Nabi Muhammad mengharamkan nikah mut'ah selamanya. Hal ini menandai akhir dari praktik nikah mut'ah dalam sejarah Islam.


Pada bab 7 menjelaskan tentang nikah siri memberikan pemahaman yang mendalam tentang praktik tersebut di masyarakat Indonesia. Dua pemahaman utama tentang nikah siri disajikan dengan jelas, yakni sebagai akad nikah yang tidak tercatat di pegawai pencatat nikah namun sesuai dengan hukum Islam, dan sebagai pernikahan tanpa wali nikah yang sah dari pihak perempuan. Faktor-faktor yang memicu praktik nikah siri, seperti faktor sosial, harta, dan agama. Selain itu, bab ini mempertimbangkan konsekuensi dari nikah siri, yang meliputi pengakuan hukum yang tidak pasti, potensi masalah sosial, dan ketidakpastian dalam hal perlindungan anak dan kestabilan hubungan masa depan. Perspektif hukum Islam juga dijelaskan dengan baik, menegaskan bahwa nikah siri diakui dengan syarat memenuhi rukun dan syaratnya. Lebih lanjut, penjelasan tentang perspektif hukum di Indonesia memberikan wawasan tentang proses pengakuan perkawinan menurut hukum Islam dan hukum positif negara. Kewajiban pencatatan perkawinan di KUA, seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, ditekankan sebagai langkah yang penting dalam mengakui legalitas perkawinan. Dengan demikian, sub bab ini memberikan gambaran komprehensif tentang praktik nikah siri dan dampaknya dalam konteks hukum dan sosial di Indonesia.


Pada bab 8 menjelaskan tentang nikah hamil memberikan gambaran mendalam tentang isu yang kompleks dalam konteks perkawinan di tengah kehamilan di dunia Arab. Istilah-istilah khusus seperti "al-tazawwuj ni al-haml" diperkenalkan dan dijelaskan dengan baik, sehingga pembaca dapat memahami konsep dan praktik yang terlibat. Pendapat-pendapat yang berbeda dari ulama yang mewakili berbagai mazhab dalam Islam, seperti Syafi'i, Hanafi, Maliki, Hanbali, dan Imam Ahmad, disajikan secara rinci, memberikan perspektif yang beragam tentang kewajiban ber-iddah dan perlakuan terhadap wanita yang hamil di luar nikah. Hal ini membantu pembaca untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang pendekatan hukum yang berbeda terhadap situasi ini. Selain itu, penjelasan tentang peraturan yang terkait dengan nikah hamil dalam hukum Islam, seperti yang diatur dalam KHI Bab VIII Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3), disajikan secara komprehensif. Ini memungkinkan pembaca untuk memahami secara jelas tentang tata cara dan persyaratan yang terlibat dalam proses perkawinan dalam situasi kehamilan di luar nikah. Sub bab ini tidak hanya memberikan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu hukum yang terkait dengan nikah hamil dalam Islam, tetapi juga memberikan konteks sosial dan budaya yang penting untuk dipahami. Dengan demikian, pembahasan ini tidak hanya informatif tetapi juga memberikan wawasan yang luas tentang isu-isu yang sensitif dan kompleks dalam praktik perkawinan dalam masyarakat Muslim.


Pada bab 9 menjelaskan tentang nikah beda agama memberikan pemahaman yang jelas tentang posisi Islam terkait perkawinan antara individu dari agama yang berbeda. Penjelasan tentang pendapat para ulama tentang hukumnya, yang mencakup larangan bagi seorang muslim menikah dengan wanita musyrik, izin bagi laki-laki muslim menikah dengan perempuan ahli kitab, dan larangan bagi perempuan muslim menikah dengan laki-laki non-muslim, memberikan wawasan yang komprehensif tentang perspektif Islam terhadap perkawinan lintas agama. Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan bahwa pernikahan beda agama itu haram didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan, seperti QS. Al-Baqarah ayat 211, Al-Maidah ayat 5, Al-Mumtahanah ayat 10, dan At-Tahrim ayat 6, memberikan landasan hukum yang kuat untuk posisi tersebut. Penyajian ayat-ayat Al-Qur'an ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang argumen agama yang mendukung larangan tersebut. Selain memberikan pemahaman tentang pandangan Islam tentang nikah beda agama, sub bab ini juga memberikan konteks tentang pandangan hukum Islam dalam masyarakat Indonesia, khususnya melalui fatwa dari Majelis Ulama Indonesia. Ini membantu pembaca untuk memahami bagaimana hukum Islam diterapkan dan dipahami dalam konteks budaya dan sosial yang berbeda. Dengan demikian, sub bab ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang isu yang sensitif dan kompleks dalam praktik perkawinan beda agama dalam Islam, serta memberikan informasi yang relevan dengan konteks masyarakat Indonesia.


Dan pada bab terakhir 10 menjelaskan tentang perceraian atau talak memberikan penjelasan yang sangat komprehensif mengenai konsep talak dalam Islam. Ia menguraikan definisi talak, syarat-syarat yang harus dipenuhi baik bagi suami maupun istri, serta berbagai macam jenis talak yang dapat terjadi dalam suatu pernikahan. Selain itu, bab tersebut juga membahas hukum-hukum yang berkaitan dengan talak, termasuk ketentuan wajib, makruh, mubah, sunah, dan mahzhur, sehingga pembaca dapat memahami lebih dalam mengenai kompleksitas aturan-aturan tersebut. Penjelasan mengenai iddah sebagai masa tunggu bagi perempuan setelah perceraian juga disajikan dengan jelas, termasuk pembagian iddah menjadi dua jenis: cerai hidup dan cerai mati. Namun, di samping aspek hukum, tambahan informasi mengenai konteks sosial, budaya, dan implikasi psikologis dari perceraian dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang fenomena talak dalam masyarakat Islam. Tambahan pengantar yang memperkenalkan isu-isu yang berkaitan dengan talak dalam kehidupan sehari-hari, seperti dampaknya terhadap keluarga, anak-anak, dan masyarakat secara luas, akan memperkaya pemahaman pembaca tentang kompleksitas dan relevansi topik ini dalam konteks sosial yang lebih luas. Dengan demikian, sub bab tersebut tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hukum talak, tetapi juga mengaitkannya dengan realitas kehidupan masyarakat modern.


C.Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan

1.Pembagian yang Rinci: Buku ini terbagi dengan baik menjadi 10 bab utama, yang kemudian dibagi lagi menjadi 14 sub bab. Ini membantu pembaca untuk memahami setiap topik secara terperinci dan terstruktur.
2.Pemaparan yang Komprehensif: Setiap bab memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang topiknya, termasuk dasar hukum, syarat-syarat, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan perspektif sosial dan budaya yang relevan.
3.Pendekatan Multidimensional: Buku ini tidak hanya fokus pada aspek hukum, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial, budaya, dan psikologis. Hal ini memberikan pemahaman yang lebih lengkap tentang praktik perkawinan Islam dalam konteks kehidupan sehari-hari.
4.Referensi yang Jelas: Penulis menyertakan referensi yang jelas dari sumber-sumber otoritatif seperti Al-Qur'an, hadis, fatwa, dan peraturan hukum. Ini membantu pembaca untuk memverifikasi informasi yang disajikan dan menggali lebih dalam tentang topik tersebut.
5.Pendekatan Kritis: Meskipun membahas topik yang sensitif, penulis tetap mengambil pendekatan kritis dengan menyajikan berbagai pandangan dan argumen yang beragam. Hal ini memungkinkan pembaca untuk memahami kontroversi yang terkait dengan setiap topik.

Kekurangan
1.Keterbatasan Perspektif: Buku ini utamanya memusatkan perhatiannya pada pandangan Islam terhadap perkawinan dan perceraian, namun kurang mengintegrasikan sudut pandang budaya, sosial, dan psikologis yang lebih luas. Pengenalan dan pembahasan tentang bagaimana praktik-praktik ini memengaruhi masyarakat secara umum dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh.
2.Kurangnya Analisis Kritis: Meskipun buku memberikan penjelasan yang mendetail tentang berbagai aspek hukum perkawinan Islam, kekurangan analisis kritis terhadap argumen-argumen yang disajikan dapat membuat pembaca kesulitan memahami kontroversi atau perdebatan terkait dengan topik tersebut.
3.Ketidaktertahuan akan Konteks Historis: Buku ini tidak sepenuhnya mengeksplorasi konteks historis di balik perkembangan hukum perkawinan Islam, termasuk bagaimana praktik-praktik tersebut berkembang dari masa ke masa. Memahami konteks historis dapat membantu pembaca memahami lebih baik mengapa aturan-aturan tertentu diadopsi atau diubah.
4.Kekurangan Data Empiris: Meskipun buku memberikan penjelasan yang komprehensif tentang hukum perkawinan Islam, kurangnya data empiris atau studi kasus konkret dapat membatasi pemahaman pembaca tentang bagaimana praktik-praktik ini diterapkan dalam kehidupan nyata.
5.Kelengkapan Referensi: Buku ini bisa lebih diperkaya dengan menyertakan lebih banyak referensi ke sumber-sumber primer, seperti kitab suci, hadis, dan fatwa dari otoritas agama yang relevan. Menyediakan referensi yang lebih kaya akan meningkatkan kepercayaan pembaca terhadap informasi yang disajikan.

D.Inspirasi
1.Buku ini menguraikan secara rinci 10 bab yang mencakup berbagai aspek hukum perkawinan dalam Islam, mulai dari konsep dasarnya hingga implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Dari hukum perkawinan dan larangan-larangannya, hingga konsep-konsep seperti hadanah, poligami, usia perkawinan, nikah mut'ah, nikah siri, nikah hamil, nikah beda agama, dan perceraian (talak), setiap bab memberikan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip hukum Islam yang berkaitan dengan perkawinan.
2.Penyajian yang terstruktur dengan baik dan referensi yang jelas dari sumber-sumber otoritatif seperti Al-Qur'an, hadis, dan peraturan hukum, membuat pembaca dapat memahami secara mendalam argumen-argumen yang disajikan dalam setiap bab. Selain itu, buku ini tidak hanya memperkenalkan konsep-konsep hukum, tetapi juga membahas konteks sosial, budaya, dan psikologis yang relevan, memberikan pemahaman yang komprehensif tentang implikasi praktik perkawinan Islam dalam kehidupan sehari-hari, serta kompleksitasnya dalam masyarakat modern.
3.Bab pertama hingga kedua membahas dasar-dasar hukum perkawinan dalam Islam dan larangan-larangannya, sementara bab-bab berikutnya merinci konsep-konsep seperti hadanah, poligami, usia perkawinan, dan praktik-praktik lainnya dengan detail yang mendalam.
4.Referensi yang kuat dari sumber-sumber otoritatif, seperti Al-Qur'an dan hadis, memberikan landasan yang kuat bagi argumen-argumen yang disajikan dalam buku ini, sehingga pembaca dapat memahami dengan jelas prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengan perkawinan dalam Islam.
5.Selain membahas konsep-konsep hukum, buku ini juga menggambarkan konteks sosial, budaya, dan psikologis yang relevan, memberikan pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana praktik perkawinan Islam memengaruhi kehidupan sehari-hari dan kompleksitasnya dalam masyarakat modern.
6.Bab-bab dalam buku ini terstruktur dengan baik, memudahkan pembaca untuk memahami dan mengikuti pembahasan tentang berbagai aspek hukum perkawinan dalam Islam.
7.Setiap bab memberikan pemahaman yang komprehensif tentang topik yang dibahas, dengan menyertakan penjelasan yang detail dan contoh-contoh yang relevan.
8.Penyajian yang jelas dan terperinci dalam setiap bab membuat pembaca dapat memahami secara mendalam konsep-konsep hukum perkawinan dalam Islam, serta aplikasinya dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda.
9.Buku ini tidak hanya menggambarkan prinsip-prinsip hukum, tetapi juga memberikan wawasan yang luas tentang bagaimana praktik perkawinan Islam dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, dan psikologis, sehingga membantu pembaca untuk memahami kompleksitasnya dalam masyarakat modern.
10.Penjelasan yang mendalam dan kontekstual yang disajikan dalam buku ini membantu pembaca untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang hukum perkawinan Islam dan praktiknya dalam berbagai konteks, baik sosial, budaya, maupun hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun