Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia menjadi 12 persen dimulai pada awal Januari 2025 dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dengan harapan dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri serta dapat menyesuaikan dengan standar internasional.
Peningkatan tarif pajak ini cenderung menyebabkan harga barang dan jasa yang dikenakan PPN menjadi lebih tinggi, termasuk barang-barang kebutuhan pokok yang sehari-hari dikonsumsi oleh masyarakat dengan penghasilan rendah. Akibatnya, mereka akan menghadapi beban biaya hidup yang lebih tinggi, yang dapat mengurangi kemampuan mereka untuk membeli barang dan jasa lain yang bukan kebutuhan pokok.
Harga barang dan jasa yang naik menyebabkan peningkatan ketimpangan sosial yang dapat menjadi beban bagi pelaku usaha kecil (UMKM) yang mungkin kesulitan menyerap biaya tamabahan. Dampaknya dapat lebih dirasakan oleh kelompok berpenghasilan rendah, yang mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka untuk konsumsi.
Beberapa kelompok barang yang dibebaskan dari PPN adalah sembako, termasuk beras, daging, telur ikan, susu, serta gula konsumsi. Namun, PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah. Meskipun beberapa barang dan jasa esensial dapat dikecualikan atau dikenakan tarif lebih rendah, kenaikan PPN secara umum berpotensi meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan.
Dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen bagi masyarakat menengah ke bawah diantaranya :
1.Pengeluaran bertambah
Kenaikan PPN dapat menyebabkan naiknya harga barang dan jasa, sehingga pengeluaran rumah tangga akan meningkat. Kelompok menengah ke bawah ini cenderung memiliki proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi, sehingga dampak dari kenaikan harga lebih terasa dibandingkan dengan kelompok berpendapatan lebih tinggi yang memiliki kapasitas untuk menabung atau mengalihkan pengeluaran mereka.
2.Daya beli menurun
Dengan harga yang lebih tinggi daya beli masyarakat terutama yang berpendapatan menengah ke bawah bisa menurun, karena mereka akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli barang dan jasa yang sama. Kenaikan PPN secara umum berpotensi meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan, yang berujung pada penurunan konsumsi domestik.
3.Tekanan ekonomi
Kenaikan ini dapat memperburuk kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, hingga dapat membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi negatif. Kenaikan PPN ini berisiko memperburuk ketidaksetaraan ekonomi, karena memperburuk kondisi kehidupan mereka yang sudah rentan.
Untuk mengatasi dampak kenaikan PPN menjadi 12%, terutama bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah, beberapa solusi konkrit perlu diterapkan. Pertama, pemerintah bisa memperluas dan meningkatkan program perlindungan sosial, seperti bantuan langsung tunai atau subsidi barang pokok, untuk meringankan beban kenaikan harga. Selain itu, memberikan tarif PPN yang lebih rendah atau pembebasan pajak pada barang-barang esensial. Pemerintah juga dapat memberikan subsidi atau insentif pajak untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar mereka tidak tertekan oleh kenaikan biaya dan dapat mempertahankan operasional mereka. Di samping itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan sosialisasi kebijakan PPN, sehingga masyarakat memahami manfaat dan tujuan kebijakan tersebut, serta dapat meningkatkan kepatuhan pajak. Terakhir, reformasi pajak yang lebih adil, dengan ini kebijakan PPN dapat dilaksanakan secara lebih berkeadilan dan berdampak positif pada perekonomian yang inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H