Suatu hari disiang yang mendung seperti biasa, saya masih harus menyelesaikan satu perkuliahan lagi. Hari itu ada jadwal kuliah ICT (Information and Communication Tegnology)-terdengar seperti mata pelajaran jaman SMP dulu ya ?hehehe…. tapi kali ini saya tidak lagi harus menghafal apa itu soft wear, hard wear, atau brand wear kami juga tidak lagi menggunakan ruangan yang penuh sesak dengan segala macam perangkat koputer.Kali ini kuliah terasa sangat santai, dosensaya yang seorang Doctorhanya menjelaskan bagaimana keinginannya menghabiskan satu semester bersama kami. Menyenangkan sekaligus menyebalkan. Karena kesibukannya, beliautidak ingin selalu bertemu kami dalam kelas formal. Tapi sebagai gantinya, kapan pun beliau mau kami harus saling terkoneksi melalui social network plus setiap minggu harus memposting berbagai jenis tulisan di blog pribadi dan lagi-lagi kami tak berhak memilih jenis serta tema tulisannya. Meskipun begitu, ada yang sangat menarik dari perkuliahan hari itu, saat ekspresi wajah kami satu per satu mulai berubah karena tugas mingguan tadi, beliau dengan sangat santai berkata, “Jangan mau mati kalau hanya ninggalin batu nisan”. Aneh tapi mengagumkan. Beliau melarang kami mati sebelum berkarya-salah satunya melalui tulisan, sebelum memberikan hak orang lain yang masih tertahan dalam pikiran kami. Kata-kata ini mengingatkan saya pada sebuah buku, Demi Waktu dari Antoni Ludfi Arifin. Pada halaman 27 bang Ludfi menulis, “Dipikiran kita, ada hak orang lain untuk tahu. maka beri tahulah hal terbaik yang Anda miliki dalam sebuah tulisan. Pesan terbaik, walu nanti hanya, katakanlah, 2,5% pesan itu bermanfaat bagi orang lain, setidaknya kita sudah memberikan yang terbaik dalam hidup ini”.
Kemajuan tegnologi komunikasi yang saat ini telah melahirkan revolusi dalam peradaban manusia, menjadikan segala hal seolah dipermudah oleh hadirnya smart phone, i-pad, wifi, social network dan sebagainya. Jaman sekarang, orang dipelosok Papua pun sudah bisa berinteraksi bahkan dengan Barrac Obama sekaligus sudah sangat mapan mengakses berbagai info dan data dari seluruh pelosok bumi. Dengan demikian, untuk alasan sulit berbagi informasi dengan orang lain melalui tulisan sekarang sudah menjadi lagu lama yang sebaiknya cepat-cepat di delt dari memory otak kita.Kinikita bebas memilih media apa saja untuk berbagi tulisan dengan orang lain, bebas menggunakan bahasa apa saja serta bebas menyampaikan pesan apa saja, termasuk pesan-pesan mulia seperti pesan dakwah-eeeiiiitsss ! jangan dulu berfikir kalau dakwah hanya milik mereka yang piawai beretorika di balik mimbar.
Allah-subhanawata’allah pernah berfirman dalam Qur’an-Nya yang mulia,
ô`tBurß`|¡ômr&Zwöqs%`£JÏiB!%tæyn<Î)«!$#@ÏJtãur$[sÎ=»|¹tA$s%urÓÍ_¯RÎ)z`ÏBtûüÏJÎ=ó¡ßJø9$#ÇÌÌÈ
33. siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang MENYERU kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri?" (Q.S Fushilat:33)
Ayat diatas merupakan pujian terhadap orang-orang yang senantiasa menyeru, mengajak dan memanggil kepada Allah, agar Yang MahaKuasa itu selalu diesakan, disembah dan ditaati secara tulus. Kegiatan menyeru, mengajak, memanggil kepada Allah disebut juga dengan ber-Dakwah. Dari pengertian ini, sangat salah jika hanya mengartikan dakwah sebagai kegiatan-kegiatan dibalik mimbar ataupun ditengah-tengah majelis ta’lim saja, begitu juga dengan menganggap para dai atau pelaku dakwah hanya Ustad atau Ustadzah yang dari mimbar satu ke mimbar yang lain atau dari majelis satu ke majelis yang lain.Namun, secara luas kegiatan menyeru, mengajak, memanggil kepada Allah dapat pula di implementasikan dalam bentuk tulisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H