Mohon tunggu...
nanda pratama
nanda pratama Mohon Tunggu... -

islamic state of maulana malik ibrahim malang

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Skizofrenia

12 September 2014   05:04 Diperbarui: 4 April 2017   17:51 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi social, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi (Carson dan Butcher. 1992).

Tidak selamanya skizofrenia adalah orang yang kehilangan akal total, bias jadi pada saat-saat tertentu saja penderita skizofrenia mengalami kekacauan dalam dirinya maupun lingkungannya.

Dalam buku Pengantar Psikologi Abnormal (2007) dikutip bahwa Skizofrenia adalah gangguan yang membingungkan atau menyimpan teka-teki. Terkadang penderita skizofrenia mampu berkomunikasi dengan baik. Pada kondisi yang berbeda, terkadang juga ada kekacauan dalam perilaku maupun cara mereka dalam berkomunikasi. Seperti dalam kutipan Susan Nolen-Hoeksema (2004), pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata mereka terbalik-balik, mereka kehilangan sentuhan (touch) dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri, bahkan dalam banyak cara yang mendasar.

Berbeda lagi ketika kita menemukan kasus antar skizofrenia yang dialami anak-anak dan skizofrenia yang dialami orang dewasa. Karena sangat berbeda antara keduanya, pada kasus skizofrenia pada anak gejala-gejala yang ada tidak jelas atau belum jelas. Sedangkan, kasus skizofrenia pada orang dewasa, gejala yang ada atau yang ditimbulkan lebih jelas dibandingkan dengan anak-anak.

Pada tahun 1860, seorang psikiater Belgia bernama Morel menggambarkan kasus anak laki-laki berusia 13 tahun. Anak ini pada awalnya dikenal sebagai siswa yang brillian, tetapi setelah menjalani periode waktu tertentu ia kehilangan minat dalam studinya, menjadi kurang senang dalam bergaul, seclusive (emosi tidak berkembang dan tindakan-tindakannya kurang tangguh). Dia juga mudah sekali melupakan apa yang baru saja dipelajarinya dan sering sekali berbicara tentang keinginan membunuh ayahnya. Selain itu, terdapat tanda-tanda inaktif yang mengganggu pikirannya sehingga menampilkan ciri-ciri kebodohan. Morel berpendapat bahwa secara intelektual, moral, dan fungsi fsik dari anak tersebut terdeterorasi sebagai orang yang terkena dampak yang sifatnya herediter. Karena itu, dia dinyatakan tidak dapat disembuhkan. Pasien ini olehnya disebut sebagai pasien yang mengalami dementia precoce, yang berarti gangguan atau deteriorasi mental pada usia awal atau dini. Penamaan ini dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi dan membedakannya dari gangguan-gangguan pada orangtua (Wirahimardja, 2007).

Nama latin dari istilah ini adalah dementia precoxe yang secara subsequence diangkat dari psikiater Jerman, Emil Kraeplin, untuk mengacu pada kelompok kondisi-kondisi yang tampilannya memiliki gambaran deteriorasi mental pada awal kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun