Pendidik dan peserta didik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang dimana pendidik adalah orang yang mendidik sedangkan peserta didik adalah orang yang dididik. Pendidik memiliki tanggugjawab yang besar dalam membimbing, mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik sehingga anak memiliki kecerdasan, kejujuran, etika, moral, sopan santun, mandiri, menghargai satu sama lain, dan yang paling pending memiliki akhlak atau adab yang mulia.
Peran pendidik adalah menjadi suri tauladan yang baik untuk peserta didiknya karena ada pepatah jawa mengatakan "guru iku digugu lan ditiru" dalam bahasa Indonesia slogan itu diartikan bahwa guru atau pendidik itu adalah sosok yang pantas ditiru dan diteladani sifatnya. Jadi apapun yang pendidik lakukan pasti akan dicontoh oleh peserta didiknya, maka dari itu pendidik harus lebih menekankan pada pembiasaan beradab atau berakhlak yang baik.
Pada masa kontemporer ini Indonesia dibuat geger oleh tindakan para pendidik dan peserta didik yang krisis akhlak (adab). Krisis akhlak ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya pengaruh lingkungan yang buruk, kurangnya perhatian, pengaruh buruk dari teknologi yang bisa mengakses adegan-adegan kekerasan atau adegan pornografi, dan pelajaran agama di sekolah yang minim sehingga menyebabkan lemahnya iman dan mencintai kemaksiatan.
Selain itu faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya motivasi belajar yang dilakukakan pendidik kepada peserta didik. Motivasi belajar sendiri menurut saya adalah suatu hal yang harus dimiliki seorang peserta didik agar memiliki pemikiran dan masa depan yang baik serta memiliki Tujuan dalam hidup. Motivasi belajar berperan sebagai penyemangat dalam diri peserta didik untuk mendorong melakukan sesuatu.
Krisis akhlak yang dialami oleh pendidik adalah satu hal yang sangat tercela dan tidak boleh ditiru. Saat ini lagi gempar-gemparnya seorang guru yang melecehkan anak muridnya sendiri.
Hal ini sudah tersebar luas hingga luar jawa bahkan luar negeri. Apalah dayanya seorang guru yang tidak memiliki etitude yang baik sehingga mencemarkan nama baiknya sendiri yang berstatus seorang pendidik dan mencemarkan nama baik sekolah, keluarga, dan masyarakat. Bahkan hal ini terjadi di beberapa pondok pesantren dan madrasah aliyah yang pendidikan agamanya sangat bagus dan baik tetapi pendidiknya tidak mencerminkan akhlak yang baik.
Salah satu penyebab timbulnya krisis akhlak atau adab yang terjadi saat ini dikarenakan orang sudah mulai lengah dan kurang mengindahkan agama, khususnya dikalangan remaja yang identik dengan kehidupan gaya bebas. Gaya bebas disebut dengan pergaulan bebas sehingga peserta didik sekarang tidak terkontrol dalam menjalani hidup.
Krisis akhlak atau adab itu tidak memandang usia, di usia yang muda banyak anak yang tidak memiliki etitude yang baik, bahkan orang yang dewasa saja juga ada yang tidak memiliki etitude yang baik. Anak sekolah SD, SMP, SMA/SMK, MAN, bahkan pondok pesantren belum tentu menjamin peserta didiknya memiliki akhlak yang baik. Anak SD saja sudah mengenal apa itu tawuran, pencurian, pelecehan seksual dan tindak kriminal yang lainnya.
Solusi yang baik untuk menangani rendahnya pendidik dan peserta didik yang krisis akhlak yaitu salah satunya melalui pendidikan karakter. Sehingga pendidikan karakter dipandang sebagai kebutuhan yang sangat mendesak dan ini adalah salah satu tugas guru yang harus dipenuhi karena guru adalah orang tua bagi siswa di sekolah dan salah satu faktor terpenting dalam menentukan karakter / kepribadian anak selain orang tua dan lingkungan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H