"Kita adalah orang-orang yang berbeda, tetapi kita bersatu dalam kebersamaan." -- Mahatma Gandhi
Keberagaman adalah kekayaan yang dapat memperkaya pemahaman dan pengalaman seseorang. Begitu juga dalam perjalanan ekskursi yang dilakukan oleh para Kanisian ke Pesantren Terpadu Bismillah, Serang, Banten. Pengalaman ini bukan hanya memberi mereka kesempatan untuk mendalami lebih jauh tentang kehidupan para santri, tetapi juga untuk memahami lebih dalam makna toleransi, disiplin, dan ketahanan mental. Seringkali, dalam rutinitas yang padat dan kehidupan yang penuh tantangan, ada pelajaran hidup yang berharga yang bisa dipetik.
Pengalaman para Kanisian yang mengikuti kegiatan di pesantren ini memberikan banyak pembelajaran tentang kehidupan sehari-hari para santri. Setiap pagi, mereka harus bangun sebelum fajar, pada pukul setengah 4 pagi, untuk melaksanakan sholat subuh, dilanjutkan dengan pengajian. Setelah itu, mereka sarapan dengan hidangan sederhana, seperti tempe yang sering disebut "pak ustad" sebagai lauk. Rutinitas mereka tak hanya berhenti pada pengajian pagi, tetapi berlanjut sepanjang hari, dengan kegiatan belajar di sekolah hingga sore hari dan kelas pengajian lagi di malam hari. Ini adalah contoh nyata kedisiplinan yang diterapkan dalam kehidupan mereka, yang tidak bergantung pada kenyamanan material, melainkan pada kedisiplinan dan ketekunan dalam belajar serta beribadah.
Pengalaman ini mengajarkan para Kanisian untuk memahami bahwa kesederhanaan bukanlah hal yang memalukan, melainkan suatu nilai yang mendalam tentang ketahanan hidup. Mereka belajar bagaimana hidup dalam keterbatasan, tanpa kemewahan, tanpa komunikasi dengan dunia luar, dan tanpa teknologi yang memanjakan. Meskipun kehidupan di pesantren jauh dari kenyamanan yang mereka kenal di luar, para santri menjalani setiap hari dengan penuh keikhlasan dan semangat. Inilah yang membuat proses formasi di pesantren terasa begitu berharga. Mereka tidak hanya dipersiapkan untuk memahami agama mereka lebih dalam, tetapi juga untuk menghadapi dunia luar dengan penuh kesiapan mental dan fisik.
Hari pertama di Pesantren Terpadu Bismillah, para Kanisian melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana kehidupan di pesantren sangat teratur dan penuh kedisiplinan. Ketika mereka baru tiba, rasa penasaran dan kekaguman begitu terlihat di wajah mereka. Kehidupan para santri yang terorganisir, dimulai dengan kebiasaan bangun subuh dan berakhir dengan pengajian malam, memberi kesan yang mendalam. Mereka mulai merasakan perbedaan antara kehidupan mereka yang penuh dengan teknologi dan kenyamanan, dan kehidupan para santri yang sederhana namun sangat terfokus pada tujuan pendidikan dan pembentukan karakter.
Kehidupan di pesantren memang tidak mudah. Para santri menjalani rutinitas yang ketat, tanpa ada waktu untuk bersantai atau bermain ponsel. Namun, mereka menjalani hidup dengan penuh ketenangan dan kebahagiaan. Mereka menganggap bahwa setiap aktivitas, meskipun sederhana, adalah bagian dari pengabdian kepada Tuhan dan persiapan untuk menghadapi dunia luar yang penuh dengan tantangan. Dari sini, para Kanisian belajar banyak tentang makna hidup yang tidak hanya berfokus pada kenyamanan, tetapi pada kedisiplinan dan keteguhan hati.
Pesantren Terpadu Bismillah menawarkan kehidupan yang sangat terstruktur. Hari mereka dimulai dengan kebangkitan dini pada pukul setengah 4 pagi, disambut oleh suara adzan yang menggema di seluruh area pesantren. Setelah melaksanakan sholat subuh, para santri berkumpul untuk pengajian pagi. Sarapan mereka juga sederhana, dengan lauk tempe yang menjadi favorit di sana, sebuah makanan yang tidak hanya terjangkau, tetapi juga kaya akan gizi. Setelah itu, mereka menjalani sekolah hingga sore hari, sebelum kembali ke pesantren untuk mengikuti kelas pengajian di malam hari. Setiap kegiatan dijalani dengan penuh semangat dan ketekunan, tanpa ada keluhan atau rasa bosan.
Pada malam hari, para santri kembali melaksanakan sholat Isya, dilanjutkan dengan pengajian yang penuh makna. Meskipun rutinitas ini terlihat monoton dan penuh tantangan, para santri tetap menjalaninya dengan penuh rasa syukur dan ketulusan. Dalam setiap kegiatan tersebut, ada pesan yang lebih dalam tentang kehidupan: bahwa kebahagiaan tidak terletak pada kenyamanan materi, melainkan pada kesederhanaan, kedisiplinan, dan pengabdian terhadap tujuan hidup.
Dari pengalaman ini, terlihat jelas bahwa toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, tetapi juga tentang belajar memahami dan menghargai cara hidup orang lain. Para Kanisian yang mengikuti ekskursi ini diajarkan bagaimana menghargai nilai-nilai agama yang berbeda, bagaimana menghormati perbedaan keyakinan dan kebiasaan, serta bagaimana belajar untuk hidup berdampingan meski dalam perbedaan. Proses formasi di pesantren mengajarkan mereka untuk memiliki sikap yang lebih terbuka, untuk tidak cepat menilai atau menghakimi, tetapi untuk memahami lebih dalam tentang keyakinan yang dianut oleh orang lain.