Mohon tunggu...
Nanda Kisty
Nanda Kisty Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa FEISHUM S1 Manajemen Universitas Aisyiyah Yogyakarta

ketika otak memaksa untuk berhenti hati ini berkata jangan !!! "Berjuang tak sebercanda itu"

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Apa Bisa Kita Merdeka Belajar?

29 Desember 2020   17:32 Diperbarui: 29 Desember 2020   17:47 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2019, terdapat wabah penyakit virus yang berasal dari Wuhan, salah satu kota di China. Virus ini menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia yang terinfeksi. Disebut sebagai Virus Corona atau Coronavirus Disease (COVID-19) gejalanya sama seperi SARs.

Virus ini menyebar keseluruh dunia termasuk negara Indonesia juga terinfeksi COVID-19, pada bulan Maret tahun 2020 terdapat dua orang Indonesia yang pertama positif terinfeksi Covid-19 kemudian setiap harinya bertambah kasus positif dan meninggal akibat virus Corona.

Pandemi COVID-19 membuat seluruh negara dan daerah melakukan pembatasan wilayah dan kegiatan. Masyarakat harus melakukan physical distancing atau menjaga jarak fisik, agar mencegah terinfeksinya virus.

Selain itu, pada kondisi ini masyarakat dihimbau untuk melaksanakan protokol kesehatan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan. Protokol kesehatan bertujuan agar masyarakat dapat beraktivitas secara aman dan tidak membahayakan kesehatan untuk diri sendiri dan orang lain. 

Kasus COVID-19 hingga saat ini mengalami peningkatan, maka segala aktivitas dilakukan di rumah. Kegiatan belajar, bekerja dan lain-lain dilakukan dari rumah sebagai kebijakan yang dilakukan pemerintah agar mencegah penyebaran COVID-19.

Sebagai upaya untuk menangani penyebaran covid-19, pemerintah mengeluarkan putusan diberlakukannya  belajar daring sejak 16 Maret 2020. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Terhitung dari 16 Maret 2020, sudah hampir 10 bulan siswa/mahasiswa melaksanakan pembelajaran jarak jauh.

Tentu bukan hal yang mudah bagi siswa/mahasiswa termasuk saya sebagai mahasiswa baru untuk menjalani keputusan tersebut. Mulai dari ketiadaan Ujian Nasional dan segala bentuk kelulusan sampai kepada proses menjadi mahasiswa baru yang sedari awal dilaksanakan secara online.

Kegiatan ospek sebagai penyambutan mahasiswa baru di kampus pun harus kami nikmati dalam pertemuan virtual melalui aplikasi zoom. Bahkan kuliah hari pertama sampai hari ini pun masih kami jalani dari rumah melalui berbagai aplikasi pendukung seperti Zoom, Google Meet, whatsApp (WA) ataupun media lainnya sebagai media pembelajaran.

Kendala kami bukan lagi tentang adaptasi merantau di kota orang, tetapi tentang kendala jaringan, kuota, wifi, media pendukung seperti handphone dan laptop yang seringkali bermasalah karena terlalu sering digunakan dan terlalu banyak ruang yang digunakan untuk menyimpan file pembelajaran.

Di seluruh dunia, termasuk di negara terkaya, para pendidik berjuang agar pembelajaran jarak jauh bisa terlaksana dengan baik selama pandemi. Namun, di negara yang lebih miskin seperti Indonesia, tantangannya sangat sulit.

New York Times mengutip kementerian pendidikan yang menyebut lebih dari sepertiga siswa Indonesia punya akses internet terbatas, bahkan tak ada sama sekali. Tak ayal, para pakar khawatir banyak siswa akan tertinggal pelajaran, terutama di daerah pelosok, di mana belajar daring masih asing.

Sejumlah keluarga bahkan hanya punya 1 ponsel untuk beberapa anak mereka. Tak jarang anak-anak harus menunggu orang tuanya pulang untuk mengunduh tugas. dan adapula seorang siswa sd yang harus bekerja sendiri hingga malam hanya agar bisa membeli handphone tanpa harus menyusahkan orang tua merka

Bukan hanya itu, kewajiban kami sebagai mahasiswa pun kerap kali bersautan dengan kewajiban kami sebagai anak di rumah. Sebelum masuk dalam pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu saya ucapkan permintaan maaf apabila pihak-pihak terkait yang akan saya bahas di bawah ini merasa tersinggung dengan kata-kata dan keluhan yang saya tuliskan.

Ada beberapa hal yang saya pribadi rasakan dari kuliah / belajar daring ini dilakukan mulai Dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore tiada habisnya menatap layar laptop/handphone.

Belum lagi untuk mengerjakan tugas dengan batas waktu tidak sampai 1 minggu dan parahnya ada juga beberapa yang hanya diberi waktu di hari yang sama sampai jam 12 malam padahal tugas tersebut tidak hanya semata mata sedikit atau jika dicari di google ada. adanya bentrokan peranan sosial antara peran sebagai mahasiswa dan peran sebagai anak serta terkadang ada bentrok terhadap peran di masyarakat. kurangnya waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan untuk diri sendiri.

Setiap hari terus berulang seperti itu sampai pada akhirnya  saya merasa, ada beban Bahkan saya pernah berada pada titik dimana saya ingin sekali marah, menangis karena rentetan tugas yang tiada henti, kurangnya waktu tidur, mata minus yang semakin parah, ditambah lagi keseharian menjalani tugas di rumah sebagai anak yang tentunya masih harus berbakti membantu ini dan itu. Terkesan klise dan terlihat seperti dilebih-lebihkan.

Terlepas dari kecanggihan teknologi dalam memudahkan pembelajaran jarak jauh, tentu masih banyak kendala yang kami hadapi selama proses pembelajaran berlangsung. Kendala tersebut diantaranya adalah masalah kestabilan jaringan yang seringkali membuat beberapa dari kami tertinggal ketika melakukan pembelajaran via zoom dan google meet.

Masalahnya, ketertinggalan dalam aplikasi tersebut apabila telah selesai tidak ada lagi jejak materi pembahasan seperti yang ada dalam aplikasi WhatsApp dimana kami masih bisa mendengarkan penjelasan dosen di voice note setelah jaringan membaik.

Kuliah daring yang awalnya saya pikir bisa lebih banyak memanfaatkan waktu di rumah ternyata tidak semulus seperti apa yang saya bayangkan. Hiburan di rumah selama pandemi nyatanya tidak banyak kami nikmati ketika beban-beban tugas mulai membayangi kepala. 

Kepenatan sehari-hari yang saya rasakan selama proses daring di masa pandemi ini pun susah mendapat waktu luang untuk sekadar menikmati ketenangan membaca dan menulis karya sastra yang telah lama saya gemari. Padahal di sisi lain sebagai manusia, kita sangat butuh yang namanya me time atau waktu luang untuk diri sendiri.

Pada masa pandemi ini, sangat dianjurkan bagi kita untuk bisa mengelola strees agar imunitas tubuh tetap terjaga dalam kondisi normal. Sehingga sedikit kemungkinan untuk bisa terpapar covid 19. Dilansir dari Psychology Today, psikolog Sherrie Bourg Carter, PsyD menyebut beberapa manfaat me time, di antaranya:

1.Memberikan kesempatan otak untuk beristirahat, menjernihkan pikiran, mengurangi stres, sekaligus merevitalisasi tubuh
2.Meningkatkan konsentrasi dan produktivitas karena pikiran jadi lebih jernih
Bisa mengetahui apa yang benar-benar diinginkan diri sendiri dan lebih mengenal diri sendiri
3.Dapat kesempatan untuk berpikir lebih mendalam sehingga bisa lebih efektif untuk memecahkan persoalan

Setelah me time, orang jadi lebih menghargai hubungan dengan orang lain, sehingga kualitas hubungan dengan orang lain jadi meningkat.
Setelah lama berpikir dan berusaha mencari tahu apa yang salah dalam diri kami, akhirnya saya menyadari bahwa sensitif yang ada dalam diri kami timbul dari banyaknya kepenatan kuliah daring yang selama ini kita jalankan.

Terlepas dari itu, seperti yang sudah saya sebutkan di awal bahwa waktu 24 jam yang kita punya itu harus kita bagi juga untuk menjalankan kewajiban sebagai anak dan kewajiban kita sebagai makhluk ciptaan Allah.

Dalam pelaksaannya seringkali kita lupa bahwa untuk menjalankan semua itu, kita juga perlu membahagiakan diri sendiri dengan memberi waktu luang kepada diri sendiri untuk melakukan apapun yang bisa melepas penat sejenak dalam batas wajar.

Kami paham betul, bahwa musibah wabah covid-19 ini tidak hanya menyusahkan kami para siswa dan mahasiswa tetapi juga semua pihak terkait.

Dalam menghadapi  wabah covid-19 ini kami sadari bukan hanya pemerintah saja yang harus ikut serta dalam mencari solusi. Tetapi, dari kita sendiri pun harus bisa menemukan cara paling tidak untuk diri sendiri agar bisa terhindar dari paparan virus covid-19.

Seperti yang sudah saya paparkan di atas, dengan banyaknya permasalahan dan kendala yang terjadi selama perkuliahan daring kita tetap harus bersemangat dan ikhlas dalam menjalankan peran sebagai siswa atau mahasiswa.

Dengan harapan yang besar, semoga segala susah dan penat segera menemukan ujung dan virus covid-19 bisa segera mereda.pandemi COVID-19 hanya akan berakhir bila ada kesadaran dari bersama untuk patuh terhadap prosedur selama masa pandemi dan saling jaga serta mendukung satu sama lain.

Referensi :
WHO (2019) Mental Health During Covid-19 Pandemic. Diakses pada tanggal 20 Desember 2020

kemdikbud.go.id

kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun