Pernah mendengar nama Kodak? Saya yakin generasi sebelum gen Z pasti pernah mendengar dan akrab dengan nama tersebut.
Tahun 90-an adalah tahun-tahun saat perusahaan yang bernama Kodak sangat berjaya dengan produk kamera manual dan film seluloidnya.
Namun memang waktu itu harus menyiapkan terlebih dahulu kamera dan rol film. Dan untuk melihat hasilnya, film harus dicuci dan dicetak terlebih dahulu.
Setelah teknologi kamera digital mulai berkembang, alih-alih peka terhadap hal baru tersebut, Kodak terlambat mengembangkan kamera digitalnya, dan malah berpacu untuk memproduksi secara besar-besaran kamera analognya yang memang saat itu menjadi andalan perusahaan ini
Akhirnya, ketika dunia benar-benar memasuki era kamera digital, Kodak pun hancur lebur diterjang oleh generasi smartphone dengan kamera yang menyatu dengan ponsel.
Bisnis film kamera pun berakhir dan Kodak kesulitan menghasilkan uang. Kamera digital generasi pertama mereka juga kurang diminati karena miskin inovasi.
Akhirnya mereka hilang ditelan pusaran sejarah. Belajar dari hal tersebut, ada satu paradoks yang harus kita pahami mengenai kata inovasi.
Yaitu jika kita bertanya kata tersebut ke para pemimpin perusahaan, mungkin lebih dari 80% pemimpin di perusahaan besar percaya bahwa inovasi sangat penting untuk pertumbuhan bisnis. Namun banyak perusahaan tidak memiliki strategi inovasi.
Hal yang menarik bukan? paradoks yang terjadi di saat teknologi dan disrupsi digital terus berkembang dengan sangat cepat telah memaksa semua industri berpikir jauh ke masa depan.
Masa depan di mana kelincahan bisnis sama pentingnya dengan memiliki strategi yang solid, baik bersifat dari atas ke bawah atau sebaliknya.