Tahun ini Republik Indonesia yang kita cintai ini tepat berusia 76 tahun. Suatu usia yang cukup matang untuk memberikan arti kemerdekaan  sejati.
Kita semua tahu perjuangan menjadi bangsa yang merdeka bukan hal yang mudah. Kita menikmati kemerdekaan saat ini adalah berkat pengorbanan dari para pahlawan yang tak terhitung nilainya.
Perjuangan mereka telah menanamkan nilai-nilai karakter bangsa indonesia yang sesungguhnya. Nilai dan karakter yang penuh dengan pemikiran-pemikiran terhebat dalam sejarah.
Nilai-nilai karakter bangsa itu sepertinya sudah mulai pudar di sebagian generasi saat ini. Sebagian generasi (mungkin kita juga termasuk) agaknya lupa bahwa kita punya pendiri bangsa dengan pemikiran dan ide-ide hebat saat itu.
Padahal saat itu kondisi bangsa jelas tidak lebih baik dari yang kita rasakan saat ini namun mereka masih sanggup memikirkan ide-ide hebat tersebut.
Kita lupa mungkin karena hantaman krisis dan narasi-narasi jahat yang saat ini dengan mudah kita temui dalam media apa pun dan kapan pun.
Ketika saya mencoba melihat kembali benang merah ini dengan situasi pendidikan (dalam arti luas), belum lama ini  tanggal 2 Mei 2021 ini kita juga memperingati Hari Pendidikan Nasional di tengah-tengah ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi yang berkepanjangan ini.
Pandemi yang telah benar-benar mengubah wajah Pendidikan di Indonesia satu tahun terakhir ini.Â
Selain pandemi, wajah Pendidikan di Indonesia belakangan terakhir ini juga menghadapi tantangan bagaimana menciptakan generasi masa depan yang sanggup menghadapi gempuran tiada henti dari narasi-narasi hoax yang mengancam akal sehat dan membutakan logika.
Kalau kita mau melihat tema Hari Pendidikan Nasional tahun 2021, mengutip dari kemdikbud.go.id adalah "Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar".Â
Konsep "Merdeka Belajar" adalah tema besar kebijakan Pendidikan nasional yang diciptakan oleh Bapak Menteri Pendidikan sejak penunjukkannya di bulan Oktober tahun 2020 yang lalu.Â
Tentunya konsep besar ini harus diterjemahkan dalam tataran praktis bukan hanya merdeka belajar secara harfiah.
Konsep "kemerdekaan belajar" tersebut dapat disertai dengan tanggung jawab untuk benar-benar belajar dan mampu memahami hal-hal baru yang telah dipelajari untuk sebaik-baiknya kepentingan masyarakat.Â
Merdeka belajar harus mampu diterjemahkan menjadi bentuk perjuangan untuk memberikan kemerdekaan anak-anak generasi masa depan dari narasi-narasi hoax dengan mampu berpikir kritis.
Kita harus sadar bahwa makna kemerdekaan saat ini tidak hanya bisa dilihat dari apa yang sudah kita lakukan namun juga harus dilihat tentang bagaimana kita sanggup membentuk peradaban di masa depan.
Lalu kenapa membentuk generasi masa depan yang mampu berpikir kritis menjadi salah satu agenda yang penting ke depan?Â
Salah satu alasan yang krusial adalah bahwa beberapa tahun belakangan ini Indonesia dan bahkan bangsa-bangsa lain menghadapi gempuran-gempuran dari narasi-narasi hoax yang sangat meresahkan terutama bersumber dari media sosial.Â
Berbagai informasi baik yang benar maupun bohong bisa dengan mudah didapat melalui media sosial. Hanya dalam hitungan detik, berita apa pun tersebar dan diakses oleh sesama pengguna internet melalui media sosial.
Narasi-narasi bohong yang tersebar terutama di media sosial tentunya sangat meresahkan. Hal ini ditunjang bahwa jumlah pengguna media sosial di Indonesia menurut laporan terbaru dari agensi marketing We Are Social dan platform manajemen media sosial Hootsuite mengungkap lebih dari separuh penduduk di Indonesia telah "melek" alias aktif menggunakan media sosial.
Yang memperparah masalah adalah penyebaran informasi secara daring. Melihat dan memproduksi blog, video, tweet, dan unit informasi lain yang disebut meme menjadi begitu murah dan mudah sehingga otak kita kebanjiran informasi.
Definisi Hoax secara sederhana sendiri adalah berita bohong yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Berita bohong tersebut kemudian disebarkan oknum yang sengaja (atau tidak sengaja) membuat masyarakat resah dan percaya.
Di titik ini peran pendidikan menjadi sangat krusial untuk menciptakan peradaban generasi masa depan yang mampu berpikir kritis agar tidak mudah terjebak dan bahkan menyebarkan narasi-narasi hoax tersebut.Â
Banyak bangsa telah terpecah belah dan hancur kemerdekaannya karena narasi-narasi jahat tersebut.
Peran pendidikan menjadi krusial karena sehari-hari hampir separuh lebih waktu anak-anak kita dihabiskan untuk bersekolah.Â
Sehingga sangat penting untuk memasukkan kurikulum berpikir kritis di dalam agenda besar Pendidikan Nasional ke depan.
Konsep dan metode pendidikan di Indonesia saat ini juga harus dapat mendukung peningkatan daya saing bangsa agar generasi masa depan mampu berkompetisi dalam persaingan global.Â
Hal ini bisa tercapai jika konsep pendidikan di sekolah diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir anak-anak kita, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kritis.
Hal ini penting mengingat era globalisasi dan tranformasi teknologi 4.0 dipenuhi oleh kompetisi yang sangat ketat.Â
Lantas Apa Yang Harus Kita Lakukan?
Keunggulan akan dapat kita ciptakan dalam bentuk kemampuan dalam mencari dan menggunakan informasi, kemampuan analitis-kritis, keakuratan dalam pengambilan keputusan, dan tindakan yang proaktif dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada.
Secara sederhana, pengertian dari berpikir kritis intinya adalah kemampuan berpikir dimana kita tidak serta merta menerima informasi, kita tidak mentah-mentah menelan data atau pun informasi karena belum tentu semua itu adalah fakta yang sebenarnya.
Kemampuan berpikir kritis penting untuk kita dan generasi masa depan Indonesia karena akan membantu dalam perjuangan menghadapi narasi-narasi hoax yang saat ini telah sangat jahat dan berpotensi memecah belah bangsa.Â
Berpikir kritis juga penting untuk memecahkan berbagai masalah, mengembangkan solusi, dan menciptakan ide-ide baru, sebuah peran yang sungguh krusial di era sekarang.
Karena itu, berpikir kritis menjadi salah satu agenda penting yang wajib diberikan secara persisten dan diimplementasikan dalam konsep besar Pendidikan Nasional.Â
Memiliki pikiran kritis bukan berarti anak kita adalah tukang protes. Berpikir kritis ini penting untuk perkembangan kreativitas anak. Rasa ingin tahu anak meningkat , sering bertanya, mencari solusi, atau menyelidiki sesuatu yang baru baginya.
Berpikir kritis ini dapat dilatih atau dibiasakan sejak kecil. Seiring dengan bertumbuhnya anak, ia mendapatkan banyak manfaat dari kemampuan berpikir kritis. Misalnya anak tumbuh dengan percaya diri untuk bereksplorasi.
Saya percaya bahwa setiap anak dilahirkan cerdas. Hal yang membedakan kecerdasan anak satu sama lain di kemudian hari adalah bagaimana anak didampingi dan diberi stimulasi yang tepat sejak usia dini.
Sebagai bagian penting dari sebuah proses pembelajaran, berpikir kritis dan argumentatif menjadi bagian penting dalam menciptakan kualitas individu yang baik dan akan mampu membawa generasi masa depan Indonesia ke level berikutnya.
Sebagai langkah awal, yang harus kita ingat adalah setiap anak pasti punya kemampuan berpikir kritis. Permasalahannya adalah tidak semua orang tua mau untuk melatihnya.Â
Dengan premis tersebut, maka berpikir kritis tentu bisa diajarkan juga kepada anak-anak kita sejak usia dini agar mereka kelak menjadi generasi masa depan yang kritis.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melatih anak-anak kita berpikir kritis sejak dini sebagai berikut:
1. Selalu mencoba menanyakan apakah mereka mempunyai alternatif lain dalam melakukan sesuatu
Ketika anak kita salah dalam melakukan suatu hal, seharusnya kita tidak memarahi namun mencoba menanyakan kepada mereka apakah ketika ada kesempatan mengulang mereka akan melakukan hal yang berbeda atau tidak
2. Menanyakan apa yang bisa mereka pelajari dari kesalahan atau hal yang sudah mereka lakukan
Ini penting untuk memaksa mereka berpikir secara aktif melihat pembelajaran dari hal-hal yang sudah mereka lakukan. Peran kita adalah sebagai fasilitator pemikiran mereka
3. Menanyakan apa alasan mereka berpikir tindakan mereka itu sudah benar
Bisa dimulai dari menghargai opini atau pilihan mereka soal makanan yang mau dimakan, pakaian yang mau dikenakan atau dibeli.Â
Atau aktivitas yang mau mereka lakukan. biasakan mereka buat memberikan argumentasi atas pilihan mereka.Â
Kalau mereka tidak setuju dengan pilihan atau opini kita, pancing mereka untuk mengutarakannya. Pastinya kita juga harus membiasakan untuk mendengar.Â
Dari hal sederhana ini, bisa jadi stimulus untuk berpikir kritis. Satu lagi, biasakan anak untuk menulis, karena dari menulis anak dibiasakan berpikir dan mengolah kata, juga menyusun alur cerita.
Konklusi
Sebagai penutup tulisan ini, karena berpikir kritis merupakan masalah yang penting dan krusial dalam pendidikan modern, maka kita harus terlibat secara aktif baik sebagai pelaku maupun pengajar (dalam arti luas) untuk merencanakan strategi pembelajaran keterampilan berpikir kritis.
Hal ini penting untuk diri kita sendiri maupun untuk anak-anak kita generasi hebat Indonesia di masa depan.Â
Dengan kita mendorong anak-anak kita menjadi generasi cerdas dan kritis kiranya mimpi saya dan kita semua untuk membangun peradaban baru yang lebih baik lagi bukanlah suatu utopia belaka.
Merdeka!
Salam hangat
Andesna Nanda
Kandidat Doktor bidang perilaku konsumen Universitas Brawijaya & Praktisi perencanaan strategis
Referensi:
1. Harvard Business Review/How Working Parents Can Strategically Prioritize Their Time
2. Harvard Business Review/3 Simple Habits to Improve Your Critical Thinking
3. https://parentingscience.com/teaching-critical-thinking/
4. Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed: Revised Edition
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H