Saya membangun what if scenario untuk diri saya sendiri agar saya tahu di mana titik kelemahan genius zone saya selama ini. Hal ini butuh kelapangan hati untuk mengakui bahwa kita memang tidak sempurna.
Apakah kemudian saya berhasil menemukan hidden gem dari cara kedua ini? Jawabannya adalah iya. Ternyata saya menemukan cara-cara lama saya tersebut sudah tidak relevan lagi.
Terkadang genius zone itu tidak selalu tercipta dari kekerasan hati kita mempertahankan hal-hal lama. Terkadang itu muncul dari keterbukaan hati melihat kelemahan diri sendiri.
3. Mengapresiasi diri sendiri
Cara terakhir yang saya lakukan adalah mencoba memberikan apresiasi pada diri sendiri. Ini penting karena akan menghindarkan kita untuk selalu ingin berada di podium pertama.
Hidup itu tidak selalu bicara soal podium pertama. Pengalaman saya mengejar podium pertama tanpa mengapresiasi hal-hal yang sudah saya capai malahan membuat saya lelah yang tidak berkesudahan.
Apresiasilah diri sendiri dan kita akan menemukan ternyata sudah banyak sekali hal-hal positif yang sudah kita capai. Cara ini juga akan membuat diri kita sadar bahwa kita telah menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri.
Memang benar bahwa terkadang kita harus terus maju. Tetapi tidak selalu harus begitu. Ada kalanya kita harus berhenti sejenak dan menjauh agar kita punya waktu untuk berpikir.
ketika cara-cara lama kita yang biasanya berhasil dan sekarang tidak lagi berjalan sesuai keinginan kita, mungkin ini saatnya kita untuk memikirkan hal-hal baru yang bisa membawa kita ke level berikutnya.
Bagi saya kebesaran dan kelapangan hati menyadari genius zone saya sudah menjadi usang adalah cara terbaik untuk keluar dari kegagalan-kegagalan yang terus terjadi.