Apakah orang tua kamu pernah mengatakan ini padamu, "Jika semua temanmu melompat dari jembatan, maukah kamu melakukannya?"Â
Atau apakah kamu pernah merasa tertekan untuk membeli merek pakaian tertentu, model ponsel tertentu, atau mobil baru hanya untuk terlihat "cocok" di tempat kerja atau dengan teman-teman kamu?
Jika pernah, maka kamu telah mengalami satu hal yang dalam behavioral science disebut dengan social proof.
Apa Itu Social Proof?
Social proof adalah tendensi kita untuk menggambarkan kecenderungan naluriah mencoba sesuatu yang baru hanya karena melihat orang lain melakukannya.Â
Tidak masalah sudut pandang mana yang kita lihat, semua orang termasuk saya pasti mencari yang namanya penerimaan sosial.Â
Secara psikologis kita pasti memiliki keinginan untuk menyesuaikan dengan semua orang. Dengan berbagai cara, termasuk perilaku sosial kita.
Coba tanyakan pada diri sendiri, apakah pernah membeli produk karena rekomendasi dari orang lain?Â
Atau pernah tidak melakukan dan mencoba hal-hal baru karena seolah-olah mendapat "bukti" bahwa hal itu baik untuk kita, hanya karena orang lain sukses melakukannya?
Jika pernah, kita berarti terpengaruh social proof. Padahal belum tentu produk atau hal baru tersebut cocok untuk kita.Â
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert Cialdini dalam bukunya Influence tahun 1984, dan konsep ini juga dikenal sebagai transformational social influence.Â