Lalu apakah berarti kita tidak perlu termotivasi di awal? Bukan begitu maksudnya, Vicenzo. Yang ingin saya katakan adalah kebanyakan orang-orang termotivasi oleh seberapa banyak yang tersisa untuk mencapai target mereka, bukan seberapa jauh mereka telah melangkah.Â
Ironis memang. Terkadang kita lupa seberapa jauh pencapaian yang telah kita buat, karena kita terlalu sibuk memikirkan apa yang seharusnya kita capai.
Saya pernah mempunyai pengalaman goal gradient ini sewaktu mempersiapkan liburan bersama keluarga. Sewaktu masih jauh dari hari keberangkatan, saya masih santai-santai saja. Ah...masih lama...pikir saya.
Kemudian semakin mendekati hari keberangkatan untuk berlibur, mendadak kesibukan saya dan keluarga meningkat drastis. Persiapan-persiapan yang tadinya tidak terpikir, jadi mendadak muncul semuanya.
Lalu semua keribetan tersebut memuncak pada hari keberangkatan. Keribetan yang mengesalkan sekaligus menyenangkan.
Tapi akhirnya,mau tidak mau kamipun harus ribet. Daripada tujuan akhir kami yaitu berlibur jadi tidak tercapai, karena misalnya ketinggalan paspor.Â
Lalu apa itu goal gradient? Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh ahli di bidang behavioral science, Clark Hull pada tahun 1932.Â
Intinya adalah, saat kita semakin dekat dengan garis finish atau tujuan akhir kita, maka kita secara reflek akan mempercepat reaksi dengan tujuan segera mencapai garis finish dan mendapatkan reward atas pencapaian kita.
Dengan kata lain, kita sebenarnya termotivasi bukan karena seberapa jauh kita telah melangkah, tapi kita termotivasi oleh seberapa dekat lagi kita dengan garis finish tersebut.
Apakah hal ini terdengar akrab? Kita mungkin tanpa sadar memperlihatkan perilaku ini misalnya ketika mendekati momen-momen penting atau ketika akan menghadapi ujian atau presentasi krusial. Adrenalin kita baru muncul satu hari menjelang hari ujian atau hari presentasi tersebut.