Mohon tunggu...
Nanda Dwi Aryanto
Nanda Dwi Aryanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Fak Psikologi UIN Maliki Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penghapusan Kolom Agama di KTP

17 November 2014   03:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:39 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kolom agama di KTP, sekarang banyak berita yang mengabarkan bahwasanya kolom tersebut akan dihapus atas dasar adanya diskriminasi, kemudian mereka-mereka yang merasa didiskriminasi merasakan adanya ketidak adilan atas dirinya, contohnya yaitu ketika melamar pekerjaan, apabila boss di suatu perusahaan berbeda agamanya dengan si pelamar maka secara otomatis dia akan ditolak. Itu merupakan salah satu pengakuan orang-orang yang pro atas program penghapusan kolom agama di KTP itu. Beda lagi dengan orang-orang yang kontra atas program itu, mereka menyatakan bahwa itu merupakan identitas kita karena negara kita Indonesia yang berlandaskan asas Pancasila yang dimana sila pertama menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa. Mereka yang kontra dengan program tersebut sampai menyatakan dengan guyonan-guyonannya didalam media sosial facebook, contohnya :

A : “Bro, tahu belum? Ada wacana kolom agama di ktp mau dihilangkan lho.”
B : “Emang kenapa? Katanya negara berketuhanan, kok malah ngilangin agama?”
A: “Katanya sih, kolom agama itu bisa mengakibatkan diskriminasi. Lagian agama juga urusan pribadi. Nggak usahlah dicantumin di KTP.”
B : “Nah, ntar ada juga orang yang ngaku mendapat perlakuan diskriminasi gara-gara jenis kelamin ditulis. Berarti kolom jenis kelamin juga harus dihapus dong. Laki-laki dan perempuan kan setara. ”
C : “Eh, jangan lupa. Bisa juga lho perlakuan diskriminasi terjadi karena usia. Jadi hapus juga kolom tanggal lahir.”
D : “Eit, ingat juga. Bangsa Indonesia ini juga sering fanatisme daerahnya muncul, terlebih kalau ada laga sepak bola. Jadi mestinya, kolom tempat lahir dan alamat juga dihapus.”
B : “Ada juga lho, perlakuan diskriminasi itu gara-gara nama. Misal nih, ada orang dengan nama khas agama tertentu misalnya Abdullah, tapi tinggal di daerah yang mayoritas agamanya lain. Bisa tuh ntar dapat perlakuan diskriminasi. Jadi kolom nama juga wajib dihapus.”
B: “Kalau status pernikahan gimana? Perlu ndak dicantumkan?”
A : “Itu harus dihapus. Nikah atau tidak nikah itu kan urusan pribadi masing-masing. Saya mau nikah kek, mau pacaran kek, itu kan urusan pribadi saya. Jadi kalau ada perempuan hamil besar mau melahirkan di rumah sakit, nggak usah ditanya KTP-nya, nggak usah ditanya sudah nikah belum, nggak usah ditanya mana suaminya. Langsung saja ditolong oleh dokter.”
D : “Sebenarnya, kolom pekerjaan juga berpotensi diskriminasi. Coba bayangkan. Ketika di ktp ditulis pekerjaan adalah buruh, kalau orang tersebut datang ke kantor pemerintahan, kira-kira pelayanannya apakah sama ramahnya jika di kolom pekerjaan ditulis TNI? Nggak kan? Buruh biasa dilecehkan. Jadi kolom pekerjaan juga harus dihapus.”
C: “Kalau golongan darah gimana? Berpotensi diskriminasi nggak?”
A : “Bisa juga. Namanya orang sensitif, apa-apa bisa jadi bahan diskriminasi.”
E : “Lha terus, isi KTP apa dong?
Nama : dihapus
Tempat tanggal lahir : dihapus
Alamat tinggal : dihapus
Agama : dihapus
Pekerjaan : dihapus
Status perkawinan : dihapus
Golongan darah : dihapus
Berarti, KTP isinya kertas kosong doang….”
A, B, C, D : (melongo)

Mereka juga menambahkan, penghapusan kolom agama di KTP akan mempersulit proses pemakaman seorang jika mereka meninggal dunia. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledina Hanifa Amalia, merupakan salah satu orang yang mengkritisi penghapusan kolom agama tersebut, dia mengatakan, "Jika dia wafat harus dimakamkan sesuai agamanya. Jika tak tercantum dalam KTP dan yang bersangkutan mengalami kecelakaan yang menimbulkan kematian tentu pengurusan jenazahnya dilakukan sesuai identitas di KTP-nya”. (Tribun Bali, Minggu 16 Nov 2014)

Pada intinya pendapat baru itu akan menimbulkan pemikiran yang bercabang dua, yaitu antara pro dan kontra. Tetapi yang pasti, di Indonesia kita mempercayai bahwasannya Pancasila adalah sebagai Dasar Negara dan Pedoman Hidup Bangsa yang dimana tercantum didalam sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan di perkuat dengan sila ke tiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia”. Artinya, walaupun kita hidup diantara perbedaan beragama, mengerti dan memahami (sifat toleransi) antar agama itu lebih penting dari pada memperdebatkan masalah penghapusan kolom agama di KTP, karena kita harus ingat akan adanya persatuan dan kesatuan Indonesia yang dulu pernah kita lakukan sebelumnya, yaitu ketika kita merebut kembali negara Indonesia dari para penjajah Belanda dan Jepang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun