Tidur merupakan suatu syarat dimana terjadi penurunan atau hilangnya persepsi dan reaksi terhadap lingkungan, tetapi individu masih bisa dibangunkan kembali menggunakan rangsangan yang relative kuat. Salah satu kebutuhan paling penting bagi manusia yakni tidur, dimana tidur bersifat fisiologis atau kebutuhan paling dasar pada piramida manusia.Â
Optimal nya kualitas tidur dapat diperlihatkan dengan tidak adanya gejala akibat kekurangan tidur serta tidak memiliki masalah kesulitan tidur. Kalangan dewasa, terutama mahasiswa saat ini didapatkan memiliki durasi tidur yang tidak cukup sehingga nantinya dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi tubuh seperti menurunnya konsentrasi belajar serta gangguan kesehatan.Â
Salah satu penyebab kualitas tidur menurun yakni penggunaan gadget yang berlebihan. Hormon melatonin dalam tubuh memegang peran dalam pola tidur seseorang, dimana hormone tersebut dihasilkan dari kalenjar pineal yang terletak di bagian tengah dari dua sisi otak. Ritme sirkadian ditentukan oleh hormone melatonin, dimana bekerja sebagai proses pemeliharaan dalam sehari penuh yang berperan untuk mengendalikan waktu untuk seseorang terbangun dan tidur. Saat malam hari, lebih-lebih pada kondisi sunyi dan gelap, produksi hormon melatonin yang dihasilkan oleh tubuh akan bertambah, sedangkan pada siang hari produksi hormone tersebut akan menurun. Hal ini dikarenakan adanya efek suhu lingkungan dan cahaya matahari yang menjadi sinyal bagi tubuh untuk bangun sehingga produksi hormon melatonin akan menurun. Efek yang sama dapat juga ditimbulkan akibat intensitas cahaya pada perangkat elektronik seperti gadget terlalu terang. Selain itu, efek yang ditimbulkan akibat penggunaan gadget berlebihan terhadap kualitas tidur yakni stimulus otak yang akan bekerja secara terus-menerus sehingga orang tersebut cenderung begadang pada malam hari (National Sleep Foundation, 2014).Â
Adanya pandemi Covid-19 dan pembelajaran daring tentunnya berpengaruh dalam permasalahan pola tidur pada mahasiswa dan dapat memperburuk indikasi sulit tidur (insomnia) yang sudah dimiliki mahasiswa sebelumnya. Hal tersebut searah dengan penelitian yang sudah dilakukan. Adapun hasil yang didapatkan yakni sebesar 78% remaja mengalami gangguan tidur selama pandemi dan jumlah ini lebih tinggi daripada sebelum pandemi Covid-19.Â
Pada tahun 2021 dilakukan penelitian oleh Veronika Livia G. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode menggunakan instrument berupa kuesioner secara online dengan responden mahasiswa S1 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD), Yogyakarta (n = 229) yang terdiri dari laki-laki dengan persentase 19,7% (45 orang) dan perempuan dengan persentase 80,3% (184 orang).Â
Seseorang dengan perilaku penggunaan gadget tingkat tinggi berada pada rentang nilai 61-80, tingkat sedang pada rentang nilai 41-60, dan tingkat rendah pada rentang nilai 0-40 (Saifullah, 2017).Â
Berdasarkan data yang didapatkan, diperoleh hasil bahwa responden dengan intensitas penggunaan gadget tingkat tinggi memiliki persentase paling besar, yakni sebanyak 119 orang (52,0%), tingkat sedang sebanyak 81 orang (35,4%), dan rendah sebanyak 29 orang (12,7%). Hasil penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang melibatkan 150 responden yang terdiri dari mahasiswa STIKES di Palembang, penelitian ini dilakukan pada tahun 2020 oleh Pebriani dan Lily. Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa mahasiswa dengan penggunaan gadget tingkat tinggi cenderung lebih banyak dengan persentase 53,3 %, sedangkan pada tingkat sedang dengan persentase 45,3%, dan tingkat rendah dengan persentase 1,3%.Â
Berdasarkan dari beberapa penelitian yang ditemukan bahwa sebagian besar responden dengan kualitas tidur yang buruk memiliki perilaku penggunaan gadget yang tinggi. Penggunaan gadget di kalangan mahasiswa secara berlebihan dapat menganggu konsentrasi belajar, daya tahan tubuh, serta mempengaruhi aktivitas sehari-hari sehingga bisa memperburuk kualitas serta pola tidur mahasiswa. Pernyaataan ini sejalan dengan teori dimana saat seseorang kekurang tidur, akan mengalami keadaan sleep debt yang dapat diubah melalui tidur. Situasi tersebut dikendalikan oleh sleep homeostat yang berperan dalam mengontrol kemauan untuk tidur.Â
Masa pandemi Covid-19 memberikan banyak dampak negatif yang dapat memengaruhi pola hidup, dengan beberapa kebijakan yang telah diberikan oleh pemerintah seperti isolasi mandiri, social distancing, dan lain-lain. Hal tersebut memberikan perubahan pada kehidupan sehari-hari, terutama pada kualitas tidur. Tuntutan perubahan ini dapat meningkatkan rasa cemas, takut dan khawatir yang dapat berdampak pada kualitas tidur seseorang. Akibat kebijakan isolasi mandiri, juga menyebabkan banyak orang merasa kesepian, kurangnya interaksi sosial akibat pembatasan kontak fisik. Beberapa perubahan ini, akan berdampak pada kualitas tidur seseorang.Â
Adanya pandemi ini dapat menyebabkan beberapa orang mengalami insomnia atau bahkan memperburuk indikasi bagi yang sebelumnya telah menderita insomnia. Hal tersebut dikarenakan interaksi sosial yang mengalami perubahan. Selain itu, kewajiban terhadap keluarga dapat mengganggu kegiatan seseorang serta kualitas tidur. Seseorang yang dulunya memiliki aktivitas dimulai dengan bangun di pagi hari, berinteraksi sosial, bekerja, dan tidur di malam hari, mulai mengalami perubahan sehingga mempengaruhi kegiatan seseorang terutama saat berkarantina di rumah sejak adanya pandemi Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H