Dalam konteks pengasuhan, sering kali kita mendengar bahwa orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan mental dan emosional anak. Menjadi orang tua merupakan sebuah tanggung jawab besar yang melibatkan aspek emosional, mental, dan fisik. Yang dimana seharusnya orang tua paham dan peka akan mentalitas anak, namun sayangnya tidak semua orang tua mampu memahami apa yang dirasakan anak mereka. Dalam berbagai kasus, ketidakpekaan orang tua terhadap perasaan anak dapat berdampak buruk pada perkembangan emosional dan psikologis anak, bahkan hingga dewasa. Â
Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak mereka mengalami berbagai emosi yang kompleks. Sebagai contoh, ketika anak menunjukkan kemarahan atau kekecewaan, orang tua mungkin menganggapnya sebagai perilaku nakal tanpa mencoba memahami akar permasalahannya. Psikolog Dyah Indrieswari Triartati menjelaskan bahwa kurangnya perhatian dari orang tua dapat memicu depresi pada anak, dan sering kali anak-anak berusaha menarik diri atau menunjukkan perilaku agresif sebagai bentuk ekspresi emosi mereka.
Mengapa ketidakpekaan orang tua bisa terjadi? Â
Ada beberapa alasan mengapa orang tua sering kali tidak memahami anak mereka: Â
1. Kurangnya Komunikasi yang Efektif
Sebagian besar orang tua mungkin merasa mereka telah mendengarkan anak, tetapi kenyataannya mereka hanya mendengar tanpa memahami. Bahkan, banyak orang tua yang tidak dapat meluangkan waktunya untuk mendengarkan anak-anak mereka. Komunikasi yang kurang intens dapat mengakibatkan anak merasa tidak diperhatikan.
2. Tekanan Ekonomi dan Sosial
Orang tua yang menghadapi tekanan ekonomi cenderung lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan materi dan kurang memperhatikan kebutuhan emosional anak. Sibuk bekerja dari pagi hingga larut malam atau sering bertengkar dapat membuat anak merasa kurang mendapat kasih sayang. Hal ini menyebabkan anak mencari pelampiasan dengan melakukan kenakalan untuk mendapatkan perhatian dari orang tua.
3. Pola Asuh Tradisional
Banyak orang tua yang tumbuh dengan pola asuh otoriter cenderung menerapkan pola yang sama kepada anak mereka. Mereka lebih sering memberikan instruksi daripada memahami keinginan atau perasaan anak. Â Hal ini dapat membuat anak stres, depresi, dan trauma.
Dampak Ketidakpekaan Orang Tua:
1.Gangguan Kesehatan Mental
Anak-anak yang merasa tidak dipahami cenderung mengalami gangguan seperti kecemasan, depresi, atau rendah diri. Hal ini berkaitan dengan rendahnya kadar serotonin, hormon yang berperan dalam memperbaiki suasana hati, serta meningkatnya kadar kortisol yang dapat menyebabkan ketegangan emosional. Menurut data WHO (2023), sekitar 20% remaja mengalami gangguan kesehatan mental akibat hubungan yang kurang baik dengan orang tua. Â
2.Gangguan Perilaku
Anak mungkin menunjukkan perilaku agresif atau menarik diri sebagai bentuk respons terhadap kurangnya perhatian atau pengabaian. Perilaku memberontak atau destruktif juga dapat muncul sebagai cara untuk mencari perhatian.
3.Trauma Emosional
Anak-anak yang merasa diabaikan atau kurang diperhatikan dapat mengalami trauma emosional, yang berpotensi menimbulkan perasaan sedih, putus asa, dan ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan mereka secara sehat. Mereka juga cenderung kesulitan dalam menjalin hubungan sosial yang sehat dengan orang lain. Hal ini dapat mengarah pada isolasi sosial dan kesulitan dalam membangun hubungan di masa dewasa
Tidak ada orang tua yang sempurna, tetapi setiap orang tua dapat belajar untuk lebih peka dan memahami anak mereka. Orang tua bisa meluangkan waktu untuk benar-benar mendengarkan anak tanpa menghakimi atau menginterupsi. Tanyakan bagaimana perasaannya dan pahami dari sudut pandangnya. Â Mereka juga dapat mengajak anak untuk berdiskusi tentang apa yang mereka rasakan atau alami. Berikan ruang bagi mereka untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut. Dengan memberikan perhatian emosional yang cukup, hubungan antara orang tua dan anak dapat menjadi lebih harmonis. Pada akhirnya, anak-anak yang merasa didengar dan dimengerti akan tumbuh menjadi individu yang lebih percaya diri dan bahagia. Â
Penulis: Mahasiswa FISIP Universitas Airlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H