Bermetode Bayani dalam Kehidupan Sehari hari
Oleh: Nanda Aminata
idealitas Islam sebagai agama yang cinta akan perdamaian dan berkemajuan dengan kenyataan berbagai kondisi ketertinggalan umat Islam saat ini adalah fakta yang mau tidak mau harus diselesaikan. Upaya penyelesaian atas problem tersebut sebenarnya telah dilakukan oleh pemikir-pemikir Islam sebelumnya. Dimana kajian yang dilakukan bertumpu pada pembacaan kontemporer dengan pembaruan epistemologi Islam dalam menghadapi problematika saat ini.
Dimana yang saat ini sangat ramai di kalangan masyarakat awam terjadi adanya kontroversi terhadap kalangan yang berkehidupan  hanya berpacu terhadap pendekatan bayani saja. Seperti orang yang sedang melakukan kesalahan namun hukumnya tidak ada dalam al-quran dan hadis jika diingatkan banyak juga yang menjawab "mana dalilnya ?", "Dari mana kamu tau kalo ini melanggar syariat Islam?", "Kan di al-Quran dan Hadis tidak ada?" Dan masih banyak lagi alasan alasan yang membawa hukum berlandaskan Alquran dan hadis.  Namun , ini juga banyak disangkal oleh pendapat lain karena sebenarnya metode metode yang digunakan untuk memahami dan mempelajari Islam juga masih berkesinambungan . Meskipun setiap perspektif dan metode yang digunakan itu  mempunyai ciri tersendiri disamping kelebihan dan kekurangan sendiri sendiri  yang melekat pada perspektif dan metode tersebut.
Dalam Dekontruksi Hukum Islam yang di tulis oleh Muhammad Roy Purwanti dikatakan salah satu persoalan penting dalam epistemologi adalah menyangkut sumber pengetahuan yang secara terperinci meliputi enam macam, yaitu indera, wahyu, otoritas, akal, intuisi, dan saling melengkapi diantara sumber-sumber pengetahuan tersebut. apabila dicermati secara seksama maka akan dapat diketahui bahwa yang paling terlantar dalam sejarah panjang dunia islam adalah sumber pengetahuan terakhir yang menegasakan watak saling melengkapi (tauhid sumber pengetahuan).
Kenyataannya, wahyu dan otoritas telah sedemikian telah diunggulkan oleh epistemologi bayani; indera dan akal diagungkan oleh epistemologi burhani; sedangkan wahyu, diagungkan oleh epistemologi irfani.
Mukti Ali sendiri menyatakan bahwa dalam mempelajari dan memahami Islam terdapat 3 Â cara yakni dengan naqli , aqli dan kasyfi. Ketiga pendekatan tersebut telah ada dalam pola pemikiran Rasulullah SAW dan terus dipergunakan sampai saat ini. Hingga Ketiga metode ini seiring berjalannya waktu secara operasionalnya lebih dikenal dengan istilah pendekatan bayani, irfani dan burhani.
Dari paparan tersebut dapat diketahui bahwa mempelajari epistemologi Islam seperti metode bayani, burhani dan irfani sangat penting. Diantara yang harus dilakukan saat ini adalah menggali pemahaman secara komprehensif dengan menggunakan berbagai macam metode pendekatan. Tujuannya adalah agar ajaran Islam dapat dikonsumsi oleh seluruh umat pada tataran empirik dan mampu berdialog atau berdialektika beserta kondisi riilnya.Â
Dan pada artikel ini akan dijelaskan secara singkat mengenai pandangan orang orang yang berpacu pada Alquran dan hadis atau dalam artian bermetode Bayani
Epistemologi bayani adalah pendekatan dengan cara menempatkan teks sebagai kebenaran secara mutlak ( studi filosofis ). Dimana Al Qur'an dan Sunah merupakan sumber utama ajaran agama Islam. Namun demikian dalam memahami keduanya tidak dapat hanya memakan teks secara mentah mentah saja.
Epistemologi bayani tidak dapat berdiri sendiri.Â
Alquran dan hadis memerlukan penafsiran dan pemahaman lebih lanjut. Jadi umat islam tidak bisa langsung langsung mengaplikasikan tanpa perlu memikirkan kembali teks tersebut . Meskipun Alquran dan hadis membutuhkan penalaran, pemahaman atau penafsiran lagi bukan berarti orang orang bebas menentukan maknanya sendiri bukan berarti orang orang bebas memahami sesuai kemampuan akalnya sendiri. Meskipun Alquran dan hadis masih membutuhkan pemikiran rasio rasio itupun tetap harus bersandar pada teks.
Dengan beiringnya waktu banyak sekali yang mempersalahkan epistemologi bayani dalan memaknai teks nya . Sudahkah teks ini sesuai konteksnya atau makna aslinya? .Maka, pemaknaan teks oleh epistemologi bayani menggunakan dua cara. Pertama, dengan berpegang pada redaksi teks sesuai kaidah bahasa Arab. Kedua, berpegang pada makna teks dengan menggunakan logika, penalaran atau rasio sebagai sarana analisa. Meskipun perlu dinalar atau dianalisa, akal tidak bebas menentukan makna karena dasar utamanya tetap berupa teks atau Alquran dan hadis.
Dalam pendekatan bayani yang kental akan dominasi teks yang sedemikian kuat, maka peran akal hanya sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks yang dipahami atau diinterpretasi. Namun hanya menggunakan metode bayani semata-mata tidaklah cukup karena terkadang tidak didapat penjelasan teks baik berupa teks Al Qur'an ataupun hadits yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi. Misal tentang masalah seni/tradisi yang ada dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu diperlukan pendekatan atau perspektif lain yang lebih bersifat terbuka, luwes dan toleran yakni pendekatan burhani dan pendekatan irfani.Â
Penerapan analisis rasional-filosofis, analisis konteks: historis, sosio antropologis dan politis ideologis dengan tepat akan dapat mengungkapkan konteks dari risalah keagamaan dan mengungkap realitas sejarah, nilai-nilai spiritualis dan religius yang terjadi dalam masyarakat sehingga dapat tetap berpegang pada ajaran yang benar.