Disclaimer: tulisan ini diminta yang bersangkutan untuk dinaikkan di kompasiana saya. Saya bertanggungjawab dan menyatakan bahwa tulisan ini asli dan bukan plagiat
JAKARTA---Latar belakang pemerintah memperpanjang dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua tidak lain adalah keinginan tulus untuk terus meningkatkan kesejahteraan warga bumi Cendrawasih. Niat baik itulah yang menjadi latar belakang digelontorkannya dana hingga tidak kurang dari Rp 1.000 triliun sampai saat ini.
Pernyataan tersebut dilontarkan pengamat birokrasi  dan pelayanan publik Varhan Abdul Azis sehubungan dengan rencana pemerintah untuk meneruskan dana Otsus Papua. Tidak hanya meneruskan, pemerintah pusat bahkan akan meningkatkan dana tersebut menjadi 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) dari sebelumnya 2 persen. DAU adalah dana APBN yang dialokasikan pemerintah pusat kepada setiap daerah otonom di Indonesia setiap tahun. Menurut Varhan diteruskan dan dinaikkannya DAU Papua tersebut secara terang benderang menegaskan kepedulian pemerintah pusat akan nasib warga Papua.
"Bila kita jujur mencermati apa yang terjadi di Papua, terutama dengan fakta seribu triliun yang sudah digelontorkan selama ini, semua itu menjelaskan secara gamblang kepedulian pemerintah pusat terhadap kesejahteraan warga Papua," kata Varhan
Menurut Varhan yang juga Sekretaris Eksekutif Indonesia Bureaucracy and Service Watch  bila diteliti lebih cermat, kepedulian pemerintah pusat kepada warga Papua itu bahkan lebih tinggi dibanding konsen pemerintah kepada wilayah-wilayah lain di Indonesia. Ia mengatakan, pendanaan untuk Papua bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang relatif memiliki kriteria dan kondisi serupa. Misalnya, proporsi per kapita transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) untuk Papua jauh lebih besar dibandingkan beberapa daerah lain. Bila untuk Papua tercatat Rp 14,7 juta per kapita dan Papua Barat Rp 10,2 juta per kapita; proporsi per kapita TKDD Aceh hanya Rp 6,4 juta, Kalimantan Timur Rp 4,9 juta, Maluku Rp 7,1 juta, dan pun hanya NTT  Rp 4,2 juta per kapita.
"Jadi wajar kalau berdasarkan data, orang mempertanyakan mereka yang begitu kritis kepada niat baik pemerintah meneruskan pembangunan Papua melalui Otsus ini," kata Varhan.
Pengamat birokrasi  tersebut juga menyangsikan keberlangsungan  pembangunan di Papua seandainya dana Otsus disetop. Pasalnya, kata dia, risiko yang paling mungkin dari disetopnya dana Otsus tak lain dari anjloknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua.
"Masalahnya, sebagian besar kas daerah di dua provinsi Papua selama ini berasal dari dana otsus," kata Varhan. "Sependapat dengan Mendagri , menyetop dana Otsus artinya otomatis menyunat APBD kedua provinsi yang saat ini ada di Papua." Â Ia menunjuk data, untuk Papua porsi sumbangan dana Otsus untuk APBD itu mencapai 52,68 persen. Sementara di Papua Barat porsinya bahkan mencapai 63,7 persen.
"Anda bayangkan saja apa yang langsung akan terjadi di kalangan masyarakat paling bawah, yang sebagian kehidupan mereka mengandalkan bantuan via dana Otsus tersebut," kata Varhan
Karena itulah, dengan mendaku bahwa selama ini banyak kajian yang ia lakukan berkenaan dengan nasib dan kesejahteraan warga Papua, menurut Varhan dirinya tidak hanya mendukung diteruskannya pelaksanaan Otsus di Bumi Cendrawasih. Lebih jauh ia bahkan menyatakan dukungan bagi pemekaran lebih lanjut di bumi Papua.
"Secara rasional dan demi kesejehteraan warga seluruh bumi Papua, saya sangat mendukung upaya pemerintah untuk memekarkan Papua menjadi enam provinsi. Rencana pemerintah untuk memekarkan Papua hingga menjadi enam provinsi, yakni Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, Papua Selatan, dan Papua Tabi Saireri, tak hanya rasional, tetapi jelas sangat dibutuhkan agar warga Papua segera menyenyam kesejahteraan yang sama degan saudara-saudara kita di belahan Indonesia lainnya," katanya.