Topik terkait itu diperkuat oleh maraknya kasus remaja dengan perilaku berisiko, mengundang pemerhati sosial untuk membahas upaya penanganan kasus kriminal, rehabilitasi pengguna narkoba dan edukasi bahaya seks bebas. Disini peranan keluarga merupakan faktor utama dalam memberikan keberfungsiannya secara utuh. Oleh karenanya, sangat penting bagi remaja untuk memiliki pemahaman yang baik tentang dampak negatif dari setiap perilaku berisiko tersebut dan memilih untuk menghindarinya. Keluarga mampu memberikan pemahaman atas konsekuensi setiap masalah yang dihadapi oleh remaja.
Ketika adanya perbedaan persepsi di antara orang tua kerap munculnya konflik, mencerminkan bagaimana kepribadian mereka dalam "problem solving" sebaliknya remaja yang berpengaruh buruk akan mengalami gangguan mental dan perilaku. Pendekatan persuasif dari orang tua dan guru semestinya memberikan reward di setiap prestasi dan punishment yang mendidik jika melanggar kesepakatan.Â
Beberapa trik parenting untuk remaja, dalam berkomunikasi dengan orang terdekatnya, misalnya orang tua, guru dan keluarga yang dipercayai menjadi teman curhat. Komunikasi dua arah sangat mendukung pembentukan karakter "persuasive oriented" seperti menghargai privacy, memotivasi cita-cita, serta mengajak bicara pada setiap pengambilan keputusan. Tipikal remaja dalam meraih pencapaian dengan cara mendapat peluang, berekspresi, menyalurkan hobi sebagai wujud aktualisasi diri.
Demikian halnya, mengendalikan psikologi remaja butuh pengawasan berkala, tanamkan nilai-nilai peradaban, ketauladanan sejak dini, memberikan kenyamanan (back-up) merupakan salah satu cara efektif mendukung aktivitas yang dilakoni. Namun, ada berbagai cara mengantisipasi pergolakan yang timbul pada usia rawan tersebut dengan kiat tertentu.
Tak kalah penting adanya dukungan keluarga "sex education" menghindari perilaku berisiko, baik dengan lawan jenis maupun sejenis. Perilaku itu beraneka ragam mulai dari perasaan tertarik, berkencan, bercumbu hingga berakhir fatal seperti hamil di luar nikah, aborsi pada remaja. Tidak sedikit remaja di luar sana sudah menanggung beban hidup jauh melampaui batas usia, tak jarang mengambil jalan pintas, kriminalitas, aborsi, bahkan berujung bundir.
Upgrade ilmu parenting pada orang tua, guru, influencer, tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai upaya penanganan kasus remaja berisiko lainnya. Hindari bentakan, sikap menyalahkan, mendikte, body shaming, pembuly-an sangat merusak harga diri dan kenyamanan hidup remaja. Alangkah baiknya biasakan diskusi untuk mencairkan ketegangan-ketegangan yang sering timbul dalam mencari titik temu.
Adapun peranan utama orang tua dalam mendidik anaknya, jangan terkesan abai. Terbayang tingkah laku labil, berbuat sesuka hati, sejauh ini adakah pemerhati remaja? Beruntung sudah ada pelayanan kesehatan peduli remaja, butuh pendampingan pada golongan yang masih rentan dalam bersosial dan bermasyarakat.Â
Berbeda pula pada kaum ibu di media sosial, dengan bangga memamerkan perdebatan, "ibu versus anak" seperti baru-baru ini sedang di pertontonkan oleh para selebrities. Permasalahan seperti itu tidak patut menjadi contoh, apalagi suguhan dikemas sedemikian rupa menjadi cuan, amat jauh dari upaya mendidik anak usia remaja.
Hakekatnya, kenakalan remaja itu alamiah, pada konteks membangun karakter remaja ke arah yang lebih baik. Kita ketahui masa muda potensial, enerjik, penuh inovasi dan kreativitas tinggi. Sering dalam mengambil keputusan tanpa pertimbangan yang matang, maka usia remaja butuh pendampingan, pengawasan "self control." Masa remaja merupakan gold periode, definisi sensitivitas luar biasa dalam mengoptimalkan otoritas tanggungjawab.
Di sini, penulis ikut menanggapi realita mengenai asusila dari berbagai sumber informasi bahkan kehidupan free sex yang dianut jauh dari budaya ketimuran. Masa remaja harusnya dinikmati dengan bahagia, bukan justru berakhir dengan kehamilan tak diinginkan. Bayi tak berdosa pun dibuang dengan sadis hanya karena malu dan enggan bertanggung jawab. Bermodal nekad melakukan tindakan aborsi tanpa mengindahkan bahaya berupa infeksi alat reproduksi dan perdarahan yang mengancam nyawa ibu dan bayi.Â
Dalam kasus ini pentingnya peranan guru di sekolah, bersama orang tua, tokoh agama, para influencer, tokoh masyarakat ikut memberi andil dalam perubahan sikap dan perilaku remaja menjadi lebih terarah. Sementara keluarga tetap memberikan perlekatan secara emosional sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan rasa diterima, dihargai, dicintai dan tidak merasa insecure di rumahnya sendiri.