Saya awam dengan medis. Bahkan cenderung acuh dan kurang menyukainya. Tapi ada satu dan lain hal, yang membuat jari-jari ini akhirnya harus mencari tahu tentang 'jimat-jimat' alumnus Fakultas Kedokteran itu dari dunia cyber.
Dan, hal baru yang saya temukan adalah, ternyata... semua pertolongan medis berakhir pada... =>Â limbah medis.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Limbah medis diantaranya dapat berupa jaringan atau potongan tubuh manusia bekas operasi, limbah benda tajam, limbah citotoksik, limbah farmasi, limbah kimia, limbah radioaktif dan limbah plastik. Air bilas, kultur laboratorium, limbah dari ruang isolasi, materi atau peralatan yang tersentuh pasien yang terinfeksi juga termasuk contoh lainnya.
Sederhanya; limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis yang harus sesegera mungkin diolah setelah dihasilkan. Jika tidak dapat langsung diolah, penyimpanan dapat menjadi pilihan terakhir.
Secara sederhana, limbah medis dapat disebut bekas atau sisa dari orang sakit yang dapat menjadi petaka bagi orang sehat. Salah satu dari jenis limbah medis bersifat beracun atau berbahaya, dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3). Limbah B3 ini merupakan jenis sampah ‘karya’ para medis yang perlu ditindaklanjuti paling serius.
Karakteristik limbah B3 diantaranya adalah; flamable atau mudah terbakar, explosive atau mudah meledak, corrosive atau menimbulkan karat, oxidizing waste atau buangan pengoksidasi, infectious waste atau buangan penyebab penyakit, toxic waste atau buangan beracun, dimana semuanya umumnya berasal dari rumah sakit/wilayah medis.
Berdasarkan survei WHO; baru 80,7% rumah sakit di Indonesia yang telah melakukan pemilahan limbah medis, dan hanya 20,5% melakukan pewadahan secara benar. Ironisnya, sekitar 72,7% rumah sakit terdata mengangkut sampahnya keluar rumah sakit tanpa memprosesnya sedikitpun. Ini tentu dapat meningkatkan risiko terjangkitnya penyakit di masyarakat.
Nah, untuk menanggulangi hal tersebut, beberapa hal dibawah ini bisa menjadi perhatian bagi para medis maupun pihak awam sehingga mencegah terjadinya pencemaran penyakit, pencemaran lingkungan, infeksi silang, atau dampak-dampak berbahaya lainnya;
1.Kelancaran penanganan dan penampungan sampah harus diintensifkan. Volume sampah seharusnya juga diupayakan diminimkan. Limbah B3 dan non B3 dikemas terpisah dengan pemberian label yang jelas dan dengan tempat penampungan yang kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, serta mempunyai tutup dan tidak overload
2.Untuk pengangkutan limbah secara internal digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label dan wajib dibersihkan secara berkala serta oleh petugas pelaksana yang dilengkapi alat proteksi dan pakaian kerja khusus
3.Untuk pengangkutan ke eksternal, yaitu pengangkutan sampah medis ke tempat pembuangan di luar (off-site), lakukan sesuai prosedur pelaksanaan yang tepat dan patuhi petugas yang terlibat
4.Limbah padat dari rumah sakit dapat dimusnahkan dengan cara menanam maupun membakar. Khusus limbah yang memiliki mikro organisme paktogen harus dibakar
5.Limbah cair dari rumah sakit, seperti dari pencucian darah maupun bangkai harus ditampung terlebih dahulu ke dalam bak penampungan, kemudian dinetralkan dengan cara pengasaman yang biasanya menggunakan bakteri maupun bahan kimia langsung. Setelah itu barulah dapat disalurkan ke pembuangan
6.Areal penyimpanan limbah medis juga harus memiliki tempat yang tepat, artinya mempunyai batas lokasi dengan wilayah layanan kesehatan. Selain mencegah interaksi yang tidak diinginkan, hal ini juga dapat meminimkan bau busuk dan mencegah sampah medis bercampur dengan sampah lain
7.Selalu memasukkan alat suntik bekas atau alat suntik yang telah digunakan untuk menginjeksi ke dalam wadah tertentu disposafe box segera setelah pemakaian. Selanjutnya disposafe box ini seharusnya juga dimusnahkan pada tempat pembakaran sendiri, tidak bercampur dengan limbah lainnya
8.Alat suntik sekali pakai untuk setiap satu penyuntikan (1 al sun = 1 pasien) seyogyanya benar-benar dijalankan. Tidak boleh melepas/mengganti dan menutup kembali jarum suntik bekas sebelum dimasukkan ke dalam disposafe box
9.Tidak memegang jarum suntik yang telah digunakan tanpa proteksi yang aman, semisal sarung tangan dari karet
10.Pengontrolan secara kontiniu juga perlu menjadi perhatian. Ini demi mencegah kejadian yang dapat meresahkan masyarakat.
Kepedulian pemerintah terhadap layanan kesehatan realitanya memang sudah sangat baik. Rumah sakit (negeri maupun swasta) tak tanggung-tanggung, dibangun dengan kelas internasional demi alasan pelayanan. Namun bukan sekedar internasional pelayanan sajalah yang seharusnya menjadi acuan. Pengelolaan limbah medis dari rumah sakit tersebut adalah wacana yang tidak boleh dikesampingkan. Jika fasilitas rumah sakit mampu bertaraf internasional, pengelolaan limbah seharusnya juga modern dan ramah lingkungan. Jangan sampai limbah medis, rawan berakhir tragis. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H