"Mami antar aku, kan?" tanya anak saya suatu malam. Esok harinya ia memang akan masuk sekolah. Meskipun bukan baru pertama sekali sekolah, tampaknya hari pertama sekolah masih saja menegangkan baginya.
Saya menepati janji.
Dalam perjalanan ke sekolah, anak saya tidak banyak bicara. Ketika berbaris di halaman sekolah, ia curi-curi pandang ke tempat saya menunggu.
Beberapa hari kemudian baru ia mengaku tanpa saya minta bahwa pada hari pertama itu ia khawatir. Ia khawatir memikirkan banyak hal: siapa yang jadi wali kelasnya, apakah ia akan sekelas lagi dengan teman baik dari kelas lamanya, apakah pelajarannya akan semakin berat, dan kenyataan bahwa kini ia harus lebih lama berada di sekolah karena ia sudah naik kelas.
Pengalaman anak saya membuktikan kebenaran bahwa rumah (keluarga) seyogianya adalah lingkungan pertama yang anak cari untuk mendapatkan hak-hak asasinya, antara lain rasa aman.
Seiring pertambahan usia, anak akan masuk ke lingkungan sosial yang baru. Salah satunya sekolah.
Seperti halnya rumah, sekolah juga harus menjadi "rumah" kedua anak. Anak harus merasa aman dan nyaman berada di sekolah, dalam interaksinya dengan para guru, sesama siswa dan staf pendukung seperti TU, petugas kebersihan dan keamanan sekolah.
Mitra Sekerja
Orangtua adalah mitra kerja sekolah, sekolah adalah mitra kerja orangtua untuk satu tujuan: menghasilkan generasi muda yang terdidik.
Pada kenyataannya, mewujudkan idealisme ini tidak mudah.
Ada banyak orangtua yang seolah angkat tangan begitu anak berada di sekolah. Berikut adalah contoh-contohnya.