Mohon tunggu...
Anas Isnaeni
Anas Isnaeni Mohon Tunggu... Administrasi - -ASN DJPb Kemenkeu-Alumni STAN 2010-Alumni Universitas Brawijaya 2019-

Seorang pembelajar kehidupan dan perekam momen-momen yang ada di dalamnya

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Aambo Ndak Nio Hatuah Cinto Jo Bukittinggi

9 Agustus 2011   01:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:58 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Aku Tidak Mau Jatuh Cinta Dengan Bukittinggi” begitulah artinya dari judul tulisan di atas dalam Bahasa Minang. Hohoho sok banget dah rasanya saya menulis sesuatu dalam Bahasa Minang, kek udah ngerti aja, padahal masih sering kena roaming selama berada di sini he. Judul ini pun saya dapat dari penerjemahan kasar Bahasa Indonesia ke Bahasa Minang menggunakan kamus ala kadarnya he. Jadi maaf yo apabila tak dinyana ternyata malah nggak tepat, mohon koreksinya (khususnya bagi yang bisa Bahasa Minang kek Bang Romi sepertinya he)...

Hmm lalu ada apakah gerangan mengapa kali ini saya mencantumkan judul tulisan dengan suatu kota yang sudah cukup terkenal di Sumatera Barat ini, yakni Bukittinggi? Hohoho well langsung saja saya ceritakan, akhir pekan yang lalu alhamdulillah saya berkesempatan mengunjungi kota tersebut dalam rangka acara jalan-jalan bersama seluruh pegawai KPPN Painan, tempat saya bekerja sekarang ini. Berikut cerita panjangnya seperti biasa hihihi...

Pajalanan Manuju Bukittinggi

Sabtu tanggal 2 Juli 2011 yang lalu menjadi hari acara tersebut diadakan. Pagi hari sekitar pukul 6 pagi lebih, saya beserta rombongan kantor berangkat menuju kota Bukittinggi bersama-sama dari kantor. Ada 7 mobil, kalau tidak salah, yang menampung sekitar 50 orang peserta acara kali ini. Hohoho sebenarnya sih jumlah pegawai kantor saya tuh sedikit, hanya saja acara jalan-jalan kali ini tuh tidak hanya pegawai saja yang ikut, tetapi keluarga masing-masing pegawai pun juga diajak, jadilah ramai yang ikut he. Yang bikin agak grogi selama perjalanan tuh saya ngepas kebagian jatah numpang di mobilnya kepala kantor, hohoho untunglah kepala kantor saya orang yang friendly, jadi tidak canggung rasanya.

Perjalanan Painan-Bukittinggi diestimasikan berlangsung selama sekitar 4 jam melalui kota Padang. Jalan yang dilalui dari Painan ke Padang seperti biasanya berkelok-kelok dan ada pemandangan memukau hutan serta lautan, walaupun sempat terasa mual selama perjalanan (tapi syukurnya gak muntah hohoho). Sesampainya di Padang, kami berhenti sejenak untuk istirahat dan juga menjemput beberapa orang peserta yang tinggalnya di Padang pada tempat telah disepakati yakni Kanwil DJPB Provinsi Sumatera Barat. Perjalanan pun dilanjutkan menuju Bukittinggi dan kesan yang saya dapatkan adalah jalanannya relatif lurus dan yang kerennya adalah saat melewati kawasan Lembah Anai. Mulai di daerah ini, jalanan mulai berkelok dan di sisi samping jalanan adalah aliran sungai dengan penuh bebatuan dan jeram. Tak hanya itu saja, di sampingnya sungai ada perbukitan yang tampak hijau merona. Alami banget dah, pun saya sampai bengong takjub saat melewati air terjun Lembah Anai yang ada persis di pinggir jalan. Subhanallah... *maaf gak ada foto air terjunnya soalnya ngepas dalam perjalanan jadi gak bisa motret hehe*

Pukul 11 lewat barulah kami tiba di Bukittinggi. Acara akan berlangsung selama dua hari dan kami menginap di Mess/Asrama Anggraini milik KPPN Bukittinggi yang letaknya juga satu area dengan KPPN Bukittinggi. Saat kami tiba rupanya kamar masih belum bisa ditempati karena masih ada beberapa orang yang menginap di sana dan belum check out. Kami pun terpaksa menunggu sebentar hingga orang tersebut check out. Tak berapa lama kemudian mereka check out dan kami pun bisa beristirahat sementara waktu.

Iduiknyo Musajik di Bukittinggi

Kesan yang sangat membekas di dalam benak saya selama berada di Bukittinggi ini adalah betapa iduiknyo musajik (hidupnya masjid, red.) masjid di sini. Hidupnya masjid yang saya maksud di sini adalah adanya kajian yang bisa diikuti selepas sholat wajib berjamaah. Betapa saya sangat merindukan kajian semacam ini rasanya apalagi dulu kalau di Kantor Pusat sudah ada jadwal kajian ba’da dhuhur rutin di hari-hari tertentu. Sekarang ini, di daerah Painan, saya belum tahu apakah ada kajian rutin semacam ini atau tidak, setahu saya malah belum ada kelihatannya. Jadilah kehidupan di Bukittinggi ini mempesona saya.

Kajian pertama kali yang saya ikuti adalah kajian ba’da dhuhur di Masjid Rumah Sakit Islam Ibnu Sina YARSI yang letaknya tidak jauh dari mess yang kami diami. Selepas sholat ashar di Masjid Raya Bukittinggi, tidak jauh dari Jam Gadang, lagi-lagi alhamdulillah saya ikuti kajian yang diadakan di sana. Ba’da isya bertempat di Masjid Nurul Haq, masjid lainnya di sekitar Jam Gadang, bisa saya temui lagi ada kajian yang diselenggarakan di sana.

Subhanallah walhamdulillah syukur sekali rasanya bisa mengikuti kajian-kajian tersebut. Walaupun hanya sebentar saja dan juga materinya ringan, tetapi menjadikan hati ini begitu tentram rasanya. Pada beberapa masjid ada memang yang sepi peserta kajiannya, namun tidak menjadikan kajian tidak jadi dilaksanakan.

Ya Allah, jadikanlah masjid-masjid di Painan sehidup masjid-masjid di Bukittinggi ini dengan banyaknya kajian yang ada... Sepertinya doa ini kudu saya sering panjatkan nih hiks...

Pasona Manaro Jam Gadang

Objek apakah yang harus dikunjungi saat berada di Bukittinggi? Yap, sepertinya banyak yang akan menjawab Menara Jam Gadang sebagai salah satu objek yang harus dikunjungi selama berada di Bukittinggi. Rasa-rasanya memang Menara Jam Gadang ini ibarat kata sudah jadi landmark yang begitu terkenal di Bukittinggi.

Untuk sampai di area Menara Jam Gadang dari mess ternyata cukup dapat ditempuh dengan jalan kaki selama sekitar 10 menit. Sesampainya di sana, weuw rupanya kawasan ini begitu ramai dikunjungi oleh banyak orang dan juga kawasan ini menjadi pusat kota dengan adanya beberapa pusat perbelanjaan/mall dan hotel.

Kamera pun beraksi mengabadikan momen-momen saat berada di sana dan jelas nanasisme pasti kambuh seketika hehehe. Selain puas berfoto-foto ria, saya dan teman saya juga mengunjungi kawasan perbelanjaan di sana, walau sayangnya gak belanja apa pun hehehe.

Basobok Kawan

Di kawasan sekitar jam gadang ini, saya tidak hanya berfoto ria dan berkeliling ke sana ke mari. Masih ada satu agenda yang direncanakan selama berada di sana, yakni basobok kawan (bertemu dengan kawan, red.). Jadi ceritanya di Bukittinggi ini ada juga teman seangkatan dan seinstansi dengan saya yang sama-sama baru ditempatkan di KPPN Bukittinggi. Kami janjian untuk ketemuan di area Jam Gadang waktunya ba’da ashar.

Kami pun bertemu pada tempat dan waktu yang telah disepakati dan akhirnya mengobrol ngalur ngidul seperti dulu yang lazim kami lakukan hehehe. Maklumlah kan sudah lama tidak ketemu (padahal baru dua pekan aja pisahnya semenjak penempatan he).

Tidak hanya dengan teman seinstansi dan seangkatan saja saya bertemu, rupa-rupanya saya di sana bisa bertemu juga dengan kakak kelas saya yang dulu pernah seorganisasi dengan saya. Saya pun diajak nongkrong bareng (halah bahasane padahal ngobrol hehehe) sore hari itu bersama mereka di suatu cafe di area Jam Gadang. Hohoho dapat traktiran dan juga view pemandangannya itu lo, keren banget dengan bisa liat gunung (gak tahu apa namanya he) dan juga cityview Bukittinggi dari atas.

Oya, di area jam Gadang pula, saya bertemu dengan teman lainnya yang penempatan di KPPN Solok, sayangnya sih saya belum kenal dengannya, teman saya yang sekantor yang kenal. Hohoho rupa-rupanya kota ini bisa mempertemukan kami yang dari Painan dan Solok pula.

Sebenarnya ada satu orang lagi kakak kelas saya yang ada di Bukittinggi dan ingin saya temui, beliau juga seorang Mper lo namanya Bang Dayat. Namun, karena tak ada waktu lagi hari itu dan saya sudah terlampau lelah dan ingin segera kembali ke mess, jadilah tak bisa bertemu dengan beliau. Semoga lain waktu ada kesempatan bersua. Maaf ya, Bang...

Mifan Waterpark

Pada hari pertama di Bukittinggi memang acaranya disetting untuk bebas terserah masing-masing pegawai beserta keluarga mau melakukan aktivitas apa di sana. Area Jam Gadang menjadi kawasan yang saya kunjungi habis-habisan (halah) di hari pertama lalu. Padahal pengennya di hari pertama itu saya bisa mengunjungi objek lainnya seperti Benteng Fort De Kock atau Ngarai Sianok, namun apa daya waktu tak ada hiks.

Kalaupun hendak melakukannya di hari selanjutnya, sudah tidak ada kesempatan karena sudah menjadi kesepakatan sekantor untuk pergi bersama-sama ke Wahana Mifan Waterpark di daerah Padang Panjang. Maklum dengan banyaknya anak kecil putra-putri dari para pegawai, maka ada acara khusus berekreaksi ke semacam wahana air untuk menggembirakan mereka.

Akan tetapi ya... Jadilah hanya anak-anak kecil yang bersenang-senang di sana. Sebenarnya sih bisa saja saya ikutan bersenang-senang di sana bermain air, tetapi hehehe sayangnya gak ada mood untuk itu. Walaupun begitu, tak sia-sia juga saya berada di tempat ini karena ada beberapa objek menarik untuk difoto.

Jadilah kamera saya yang beraksi selama berada di sini. Weuw area pinggir wahana ini ternyata adalah hutan belantara dan juga dipisah serta dikelilingi oleh jurang yang cukup dalam. Hutan dan jurang ini tentunya jadi pemandangan yang menakjubkan (walaupun ya mengerikan juga sih kalau ndak hati-hati he).

Bedanya di sini dengan wahana air lainnya adalah di sini juga ada beberapa replika rumah adat dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Barat. Sebenarnya sih secara garis besarnya sama, yakni rumah Gadang, akan tetapi bentuknya memang bervariasi tiap daerahnya, ada perbedaan khasnya sendiri. Hohoho ibarat kata di wahana ini campuran dufan dan TMII-lah walaupun tidak luas juga areanya. Cool.

Baliak Ka Painan

Pukul 2 siang menjadi kesepakatan waktu berakhirnya rekreasi di Mifan Waterpark dan kembali menuju Painan. Namun ternyata semuanya baru bisa berkumpul kembali molor dari waktu yang disepakati. Sempat terasa sudah bosan juga sih berkeliling ria di area ini, jadilah sangat menunggu waktu untuk kembali ke Painan.

Baliak (perjalanan kembali, red.) pun dimulai mendekati pukul 3 sore. Tujuh mobil kembali berarak-arakan beriringan mengantarkan para pegawai KPPN Painan beserta keluarga, termasuk saya, kembali ke rumah masing-masing, ada yang di Padang, di Painan, ataupun daerah di antaranya.

Perjalanan seperti sebelumnya melewati Lembah Anai yang masih memukau saya dengan keindahannya dan juga satu hal yang menjadi pemandangan baru, yakni pemandangan sore hari di jalan Padang-Painan. Jalan dari Padang ke Painan ini melalui rute di pinggir laut persis dan saat sore hari dapat dilihat fenomena sunset di sana. Weuw indah banget dah pokoknya, walaupun jalanan berkelok-kelok ria.

Karena terlambat berangkat kembali, maka kami sampai di Painan dapat diprediksi sudah malam dan ternyata benar memasuki daerah sebelum Painan saja, langit sudah gelap. Walaupun begitu, hehehe alhamdulillah dapat jamuan makan malam gratis dari bapak kepala kantor di salah satu cafe pinggir jalan menuju Painan. Terima kasih banget dah buat kepala kantor yang telah memberikan tumpangan dan juga makan malam kepada saya hehehe.

Ambo Ndak Nio Jatuah Cinto Jo Bukittinggi, Tapi Painan Sajo

Alhamdulillah menjelang pukul 8 malam, akhirnya kami sampai jua di Painan. Kembali saya rasakan kesepian dan keheningan kota ini di saat malam. Sungguh rasanya begitu kontras dengan apa yang saya dapati pada malam sebelumnya selama berada di Bukittinggi.

Well, begitulah adanya. Selama sejenak saja berada di Bukittinggi, ia telah memberikan pesonanya walaupun saya belum sebegitunya berkeliling di sana. Namun, ada kesimpulan yang terbersit dalam benak pikiran saya. Jangan sampai pesona Bukittinggi ini nantinya membelenggu saya dan kemudian menjadikan saya merana merindu kembali berada di sana.

Saya sadari kini tempat saya sesungguhnya adalah di Painan, di mana kantor saya sekarang ini ditempatkan. Oleh karena itulah kemudian saya memutuskan untuk tidak mau jatuh cinta dengan kota Bukittinggi. Ya, ia memang mempesona, tetapi dia bukan untukku (halah). Jadilah, cukuplah saya berusaha mencintai Painan apa adanya dengan kesederhanaannya itu. Bukittinggi, biarlah dirimu menjadi pelipur lara kala dan menjadi pemanis mimpi jikalau cinta Painan ini meredup hohoho...

Painan, 4 Juli 2011, 15.54 NB : Really great thanks to Mbak Nova dan Bang Romi tentunya yang telah ngasih koreksi atas istilah-istilah Minang yang saya pake.. Hohoho dudul deh makenya ternyata also posted in http://nanazh.multiply.com/journal/item/194/ambo_ndak_nio_jatuah_cinto_jo_bukittinggi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun