Mohon tunggu...
Anas Isnaeni
Anas Isnaeni Mohon Tunggu... Administrasi - -ASN DJPb Kemenkeu-Alumni STAN 2010-Alumni Universitas Brawijaya 2019-

Seorang pembelajar kehidupan dan perekam momen-momen yang ada di dalamnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hukumi Dirimu Sendiri

31 Maret 2011   05:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:15 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini berkaitan dengan dosa, hal yang sulit untuk diri bisa menghindar darinya. Tulisan ini tentang betapa mudahnya manusia jatuh dalam keterperosokan mental yang mengakibatkan diri melakukan hal yang tidak sepatutnya. Setan begitu ampuh menyusun strategi dan melaksanakan rencananya agar manusia mudah jatuh dalam godaannya.

Godaannya itu ditujukan sengaja untuk merusak fitrah manusia. Kita tahu bahwa Alloh telah menciptakan manusia dengan fitrah jiwa yang suci dan menentang perbuatan dosa. Fitrah itu menuntun manusia pada apa pemahaman apa yang ia boleh lakukan dan mana yang tak boleh ia lakukan. Fitrah ini perlu dijaga karena penjagaannya akan sangat mempengaruhi kemurniannya. Fitrah yang masih murni akan menentang dosa sebagaimana hakikatnya. Sedangkan, fitrah yang terkotori akan memaklumi perbuatan dosa yang ia lakukan, bahkan bisa larut dalam kenikmatan semunya.

Begitu banyak godaan dalam kehidupan ini yang ada untuk mengotori fitrah manusia. Setan seakan-akan tidak kehabisan ide dan sarana untuk membuat manusia lupa akan Tuhannya. Manusia sering meluputkan dirinya dan terkadang menjadikan pemakluman yang melewati batasnya saat dirinya beranggapan bahwa sudah sewajarnya manusia sering berdosa karena hakikatnya yang demikian. Tidak akan ada manusia yang suci dari dosa, terkecuali yang sudah dijanjikan maksum, yaitu sang Rasul.

Ya, memang manusia adalah tempatnya luput kekurangan dan kesalahan. Tetapi itu tak sepatutnya menjadi pemakluman. Manusia berdosa bukan untuk kemudian larut dan tenggelam di dalam kubangan dosa itu, tetapi dirinya harus bisa bangkit lagi sembari memohon ampunan kepada Sang Pemilik Fitrah. Kotoran-kotoran yang ada pada fitrah jiwa manusia tidak bisa diabaikan begitu saja karena ia akan semakin membuatnya semakin kotor. Setiap kali ada kotoran yang melekat hendaknya ia segera dibersihkan dengan permohonan ampun dan amalan kebaikan.

Di sinilah kemudian dirasakan sulitnya menjaga diri dari perbuatan dosa. Karena apa? Karena banyak dosa yang mengantarkan manusia dalam kenikmatan yang semu, kenikmatan yang sesat, kenikmatan yang hanya sementara, dan ia menjerumuskan pada kesengsaraan yang lebih kekal. Setan menjadikan dosa itu layaknya candu, yang membuat orang semakin lama semakin ketagihan dengannya, sulit melepaskannya, dan pada akhirnya malah merugikan dirinya sendiri. Akal pikiran dengan rasionya yang sebenarnya dapat memberikan pemahaman akan betapa buruknya efek samping suatu dosa itu pun mampu terabaikan apabila kenikmatan semu itu begitu melarutkan diri. Sungguh inilah yang disebut kenikmatan yang membawa kesengsaraan. Kesengsaraan saat nantinya semua amalan akan dipertanggungjawabkan pada suatu hari dan kemudian amalan itu tidak menjadi hal yang bermanfaat bagi diri.

Hari perhitungan itu, alangkah begitu mengerikannya digambarkan dalam kata-kata yang termaktub dalam firman Illahi. Pun untuk bisa mengandaikannya, tak sanggup manusia akan membayangkannya karena kedahsyatan peristiwa pada hari itu. Dan dosa yang menumpuk pada diri ini akankah kemudian bisa tidak membebani diri dan tergantikan oleh amalan kebaikan yang dulu pernah diperbuat?

Saat itu, mungkin yang muncul adalah perasaan mengharap dan kecemasan. Harapan untuk bisa merasakan kenikmatan surga dengan pesonanya dan kecemasan akan semakin dekatnya kengerian neraka itu ditampilkan. Saat itu, manusia menanti laporan amalan kita akan diterima dari sebelah kanan ataukah sebelah kiri. Seusainya laporan itu diberikan, mereka akan tahu di mana posisi mereka. Ada yang bersuka ria memanjatkan rasa syukur tak terperi dan ada pula rasa sesal yang begitu dalam. Kehidupan tak’kan terulang lagi dan memberikan kesempatan untuk mengubahnya.

Umar bin Al Khattab berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah sebelum ia ditimbang, bila itu lebih mudah bagi kalian dihari hisab kelak untuk menghisab dirimu dihari ini, dan berhiaslah kalian untuk pertemuan akbar, pada saat amalan dipamerkan dan tidak sedikitpun yang dapat tersembunyi dari kalian.

Merenung dalam-dalam akan perkataan salah seorang sahabat Rasul yang mulia ini. Apa yang bisa diperbuat oleh diri untuk menanggulangi arus derasnya aliran dosa yang menghanyutkan? Perkataan beliau menjadi titik cerah dalam renungan diri. Hisablah diri, buatlah perhitungan amalanmu sendiri sebelum terlambat agar diri tahu di posisi mana diri sebenarnya berada. Posisi itu niscaya akan menjadikan diri tak berkutik dan menyempatkan berpikir untuk meniatkan sebuah dosa karena begitu sedikitnya amalan kebaikan yang dapat menutupi banyaknya amalan keburukan berupa dosa.

Tak hanya sekadar berhenti pada ditemukannya jawaban atas penghisaban diri, tetapi semua itu masih membutuhkan tindak lanjut yang nyata. Hukumi dirimu sendiri! Bukan berarti hal ini diniatkan untuk menggantikan siksaan yang tentu lebih tak terbayangkan mengerikannya dengan hal yang dapat menyakitkan diri di dunia ini sebagai hukuman. Akan tetapi, hukuman yang diberikan berupa hal yang terus akan mengingatkan diri untuk tak berbuat dosa lagi. Dengan adanya hukuman, manusia akan senantiasa diingatkan akan rasa bersalah dan penyesalan untuk tidak mengulangi kesalahan lagi. Jera untuk kembali berkhianat atas kesucian fitrah.

Hukuman itu terkadang tak disengajakan oleh diri. Hukuman itu terkadang datang oleh Alloh lewat peringatan-peringatan-Nya. Ia berikan beberapa musibah yang mengingatkan hamba-Nya atas akibat buruknya dosa yang telah diri lakukan. Ini sebenarnya bukanlah suatu bentuk hukuman karena hukuman pada hakikatnya baru akan terasa di hari perhitungan nanti. Ini merupakan suatu bentuk peringatan. Peringatan yang kemudian menjadi sarana diri untuk menghukum diri. Diri akan merasakan seakan-akan hukuman telah diberikan dan kemudian menyadari bahwa hukuman yang benar-benar dijatuhkan akan lebih berat nantinya. Menghadirkan suasana hati, jiwa, dan pikiran dalam pihak yang terhukum, dengan begitu kemudian sesal yang hadir dan mengurungkan diri untuk berdosa lagi.

Hukuman juga dapat dilakukan dengan memaksakan diri untuk beramal kebaikan yang lebih banyak lagi. Meniatkan diri begitu kuat agar dapat menutupi dosa-dosa yang telah lalu. Amal kebaikan sudah dijanjikan dapat menghapus amal yang buruk. Adanya dosa bukan untuk kemudian malah menjadikan diri lebih larut dalam dosa itu dan dilupakan, tetapi harus diupayakan bagaimana caranya untuk menggantikannya.

Susah, hal seperti ini tidak gampang. Siapa yang sudi untuk menjadi yang terhukumi? Rasanya memang tidak menyenangkan. Namun, inilah konsekuensi yang harus diterima saat sudah nekat melakukan dosa. Inilah konsekuensinya dan inilah hukumannya.

Pada sisi lain, hukuman akan menjadikan diri lebih berhati-hati. Hati-hati akan segala potensi dosa yang dapat menjerumuskan diri dari sekitarnya. Kehati-hatian menjadi hal yang penting agar diri selalu waspada dan tidak mudah tergelincir dalam maksiat lagi.

Segala sesuatunya telah diatur oleh Alloh. Adanya larangan berbuat dosa, pasti ada maksud Alloh di dalamnya. Salah satu hikmahnya adalah kita akan menyadari bahwa apa yang telah dilarang itu memang tidak mempunyai manfaat sama sekali untuk kita. Dosa itu akan mengakibatkan rangkaian ketidaknyamanan kehidupan pada alur hidup selanjutnya. Lebih baik menghukum diri sendiri daripada hidup diisi oleh bergelimangnya diri atas kegelisahan dosa.

Hukumi dirimu sendiri dan mohon ampunlah pada Illahi agar keselamatan dunia-akhirat dapat kau raih! (sebuah nasehat untuk diri yang penuh dosa ini)

Cawang, 17 Januari 2011, 22.18

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun