Saat mendengar kabar kematian, Ariel Sharon, mantan Perdana Menteri Israel ini bukan kata Innalillahi wa Innalillah Rajiun yang aku lafazkan dari mulutku, akan tetapi kata Alhamdulillah lah yang aku lafazkan. Ucapan Alhamdulillah layak diucapkan atas kematiannya, pasalnya Mantan Perdana Menteri Israel yang meninggal Sabtu sore, 11 Januari 2014 itu merupakan penjahat perang, yang selama ini tidak bisa disentuh oleh hukum.
Mantan Perdana Menteri Israel, kelahiran 27 Februari 1928, ini pada masa hidupnya banyak sekali meninggalkan dosa bagi bangsa palestina, kejahatan perang yang dilakukan sharon tidak tanggung- tanggung.
Saat mendengar kematian, Ariel Sharon, warga Palestina pun merayakannya, bahkan sejumlah media Nasional Indonesia juga merilis fakta kejahatan sang pemimpin israel yang biadab tersebut.
Kutukan terhadap Ariel Sharon dari warga Muslim dunia sah-sah saja, lantaran bukan sedikit warga palestina yang mati ditangannya selama ini, di beberapa media yang saya baca di Islam Pos, melangsir fakta kejahatan,Ariel Sharon, diantaranya, pada 1949, Sharon dinaikkan pangkat menjadi komandan Brigade Golani dan tahun berikutnya, menjadi pejabat di Central Command, seterusnya Ketua Unit 101, yaitu Unit Khusus pertama tentara Israel (1951).
Di bawah pimpinannya, Unit 101 melancarkan serangan yang tidak putus-putusnya terhadap Palestina dan negara-negara Arab lain. Unit ini menjadikan orang-orang awam sebagai target sasaran.
Sementara itu JPNN, Minggu,12 Januari 2013 melangsir, kejahatan yang dilakukan,Ariel Sharon, Selain pencaplokan wilayah Palestina sejumlah dosa besar yang diduga kuat pernah dilakukan mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon adalah tragedi pembantaian pengungsi Palestina di Camp Sabra dan Shatila Lebanon. Ribuan jiwa warga tak berdosa melayang di kamp tersebu dalam sebuah aksi serbuan bulan September 1982.
Kala itu Israel tengah menduduki Lebanon disebut mempersenjatai dan melatih milisi ekstrimis Kristen Maronit yang dipimpin partai Phalangist untuk melakukan pembantaian.
Dengan dalih memburu anggota Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Ariel Sharon yang kala itu menjadi Menteri Pertahanan Israel merestui serangan. Akibatnya diperkirakan korban jiwa yang jatuh antara 800 hingga 3000 orang meninggal baik dari pengungsi Palestina maupun warga setempat.
Setelah peristiwa tersebut sejumlah pihak memintanya mundur dar jabatan Menteri Pertahanan sebagai pentuk pertangungjawaban. Namun ia tidak mundur dan tak tersentuh hukum.
Kemudian Sharon terpilih sebagai Perdana Menteri pada 2001 sejumlah keluarga korban memperkarakan kasus tersebut di Belgia. Peradilan di Belgia tahun 2003 memutuskan Sharon bersalah dalam kasus tersebut. Namun, Israel mempertanyakan yurisdiksi pengadilan Belgia yang menyidangkan kasus tersebut membuat Sharon tak dapat dihukum.
Setelah desakan dari berbagai pihak Israel sendiri melakukan penyelidikan. Hasilnya, Sharon disebut bertanggung jawab. Namun bukan atas nama institusi yang dipimpinnya tapi atas nama pribadi. Ia disebut bersalah karena melakukan pembiaran terhadap pembantaian itu.