Mohon tunggu...
Darman Syah
Darman Syah Mohon Tunggu... -

Aq orang yang tidak pintar menulis tapi saya sedang belajar menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Pengharap

23 Oktober 2013   14:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:08 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


SUDAH lama aku tidak memandang wajah manisnya nan anggun dengan tahi lalat yang menempel dibawah bibir tepat disisi kanan yang hampir berdekatan dengan dagu, yang membuat wanita itu  semakin terlihat manis adalah tahi lalat yang menempel dibibir bawah tepat dibagian tengah, wajah gadis manis itu sering membuat ku tertegun setiap memandangnya.

Sebut saja nama wanita itu Andah, ia adalah kakak letting ku saat kami masih satu sekolah disalah satu Madrasah ternama setingkat SMP di salah satu kota di Aceh. Andah merupakan wanita yang berwajah manis dengan kulitnya yang putih, tingginya sekitar 156 centimeter, dengan lekuk tubuhnya yang ramping membuat ia semakin menarik, saat masih satu sekolah dulu tak ayal aku sering sekali memikirkan andah namun sayang sebagai pemuda yang culun dan pemalu aku tidak pernah berani mendekati apalagi untuk menyapa dan mengajaknya berbincang- bincang. Tapi setiap kali saat jam istirahat ketika aku berpas-pasan dengannya aku sering malu untuk memandangnya, sehingga aku selalu menunduk.

Sebut saja nama ku Ferry, aku hanya anak orang sederhana ayah ku hanya seorang pedagang kecil yang penghasilannya pas-pasan untuk membiayai kehidupan keluarga kami, aku memiliki seorang adik yang bernama Yatun, karena factor kemiskinan aku tidak pernah berani mengenal wanita dan pacaran, selain hanya belajar.

Meski aku tidak pernah mendapat peringkat saat disekolah namun nilai ku lumayan bagus disekolah, bahkan aku sering masuk sepuluh besar dikelas ku.

Saat masih menduduki bangku SMP dulu, ketika aku mulai mengenal,Andah, aku sering sekali memikirkannya. Jika lamunan ku sudah tertuju padanya sering sekali detak jantungku berdegup kencang seakan aliran darah ku mengalir sangat kencang seperti arus sungai yang sedang mengamuk dan terus mengalir mencari muaranya.

Hal yang paling membawa kenangan terindah pada diriku saat itu, setiap kali jam mata pelajaran pagi dimulai ketika sepuluh menit guru diruangan mulai mengajar aku selalu mencari berbagai alas an untuk bias keluar kelas dengan berbagai alasan aku menuju kelas,Andah, dengan cara mengendap-ngendap dari balik kaca jendela kelasnya aku selalu memandang wajahnya. Jika aku sudah memandang wajahnya maka semangat belajar ku bertambah.  jika sehari saja memandang wajahnya maka aku akan bermalas- malasan dikelas, dengan cara merebahkan kepala ku diatas meja belajar lalu memilih tidur, bahkan tidak jarang  memilih duduk di meja pojok paling belakang dan menganggu teman ku untuk mengajaknya ngobrol. Tetapi jika sudah bisa melihat wajah Andah maka aku selalu semangat memperhatikan mata pelajaran yang diajarkan oleh guru ku, apapun mata pelajarannya akan aku sukai jika sudah bisa melihat wajah mani, Andah,  apalagi jika ia tersenyum membuat aku semakin tergila- gila melihat wajahnya yang manis.

Kebiasaan itu terus aku lakukan, selalu setiap pagi saat mata pelajaran dimulai, pernah sekali rasa kesal ku timbul ketika guru Bahasa Inggris ku yaitu pak Abbas tidak mengizinkan ku untuk keluar, karena pak Abbas sudah curiga padaku pasalnya setiap aku pamitan dengan alasan untuk buang air kecil atau buang air besar tapi aku tidak pernah menuju ke toilet yang letaknya bersisian dengan kantor dewan guru.

Yang membuat aku kecewa kadang- kadang ketika aku keluar dari ruangan kelas ku, aku tidak mendapatkan Andah diruang kelasnya ketika jam mata pelajaran. Jika aku tidak mendapatkannya tidak jarang setiap jam istirahat tiba aku nekad masuk ke ruang kelasnya untuk membolak balikan absensi melihat alasan ,Andah, tidak masuk sekolah. Untuk masuk keruangan kelasnya tentu saja aku tidak pernah takut karena meski aku hanya adik lettingnya aku sangat akrab dengan kakak kelas ku, hal ini terjadi lantaran aku senang bergaul, jadi mereka banyak yang mengenal ku.

Sedikit aku ingin menggabarkan sekolah ku di SMP dulu, sekolah ku berdiri diatas lahan seluas limaratus meter persegi, dengan pagar beton rendah tidak heran jika hendak bolos sekolah sangat mudah untuk meloncat pagar sekolah, untuk ruang parker sepeda kami saat itu tepat berada di belakang kelas dua.

Untuk ruang kelas sendiri Kelas satu berada di bagian belakang, dengan jumlah ruangan empat kelas begitu juga dengan kelas dua dan tiga, masing-masing tingkatan kelas dibagi tiga yaitu A,B,C dan D. Tepat dibagian selatan terdapat Pustaka dengan buku- buku pelajaran yang lumayan lengkap, untuk Ruangan Laboratorium Fisika dan Biologi berada di halaman depan, sedangkan kantor dewan guru berada ditengah, untuk ruang kepala sekolah berjajar atau sederet dengan kelas satu.

Jika dibandingkan dengan sekolah- sekolah lain tingkat SMP saat itu, sekolah kami merupakan sekolah yang memiliki ruang laboratorium paling lengkap, bahkan disekolah kami juga memiliki Laboratorium computer, meski saat itu hanya memiliki empat computer dengan sistem yang masih jadul. Maklum saat itu sistem komputernya masih dikenal dengan MS Dos, untuk menyimpan data saja masih menggunakan disket, belum mengenal yang nama Flasdish, saat itu Komputer di Kota ku masih langka bahkan diinstansi pemerintahan saja saat itu para pegawai bekerja masih menggunakan mesin tik, ya maklumlah saat aku masih tercatat kelas satu Madrasah tersebut tahun 1995, sedangkan, Andah kalau aku tidak salah sekitar tahun 1994, itu juga kalau dia tidak pernah tinggal kelas sebelum aku bersekolah disitu…hehehe.

Prestasi ku mulai terpuruk  saat  aku kelas tiga SMP, terpuruknya prestasi ku saat itu ya disebabkan beberapa alasan sih, dimana aku sudah mengenal yang namanya rokok, apalagi saat aku kelas tiga Andah sudah meluluskan sekolahnya.

Saat itulah aku mulai bermalas- malasan untuk sekolah, bahkan tidak jarang aku sering memilih untuk bolos sekolah. Biasanya jika aku sudah bolos sekolah aku sering mangkal diwarung kelontong mini milik teman ku yang bernama Usman, disana aku sering menghabiskan waktu dengan Jay dan juga Nanang dengan menikmati kopi tubruk atau Kopi bubuk serta rokok.

Aku mulai merokok saat itu, karena aku berfikir seorang pria terlihat macho ketika bisa merokok apalagi mahir dalam memainkan asap rokok dengan cara mengeluarkan bulatan, aku belajar merokok saat itu dikenalkan oleh Jay begitu juga bolos sekolah.

Jay sebenarnya anak pindahan dari salah satu SMP kabupaten tetangga, ia pindah setelah tiga bulan bersekolah di SMP tersebut, namun saat ia pindah ke Madrasah tempat ku bersekolah masih kelas satu juga sih. Saat itu awalnya, Jay, memang pernah mendaftarkan diri disekolah ku namun karena tidak lulus tes ia terpaksa sekolah dulu di salah satu SMP di Kabupaten tetangga yang kebetulan saat itu di SMP tersebut bapaknya, Jay, merupakan kepala sekolah. Setelah berlangsung catur wulan pertama bapaknya Jay mengurus kepindahannya ke Madrasah tempat kami bersekolah.

Sekolah kami memang termasuk sekolah unggul dan menjadi sekolah Favorit bagi warga di Kota ku, sehingga tidak mudah untuk bisa masuk disekolah itu.

Bisa dikatakan saat kelas tiga merupakan petaka bagi ku, apalagi saat Jay mulai memperkenalkan ku merokok, dan bolos. Saat itu aku sih merasa enjoy aja, karena, Andah, gadis hayalan ku sudah lagi berada disekolah itu, karena telah lulus.

Secara pribadi aku tidak mengenal siapa Andah, dan latar belakang kehidupannya sehari- hari maupun prestasinya dikelas selama bersekolah ditempat aku bersekolah, dan aku juga terlalu cuek tidak pernah berfikir untuk mengorek informasi tentang kehidupan Andah kepada teman- temannya, ya selain aku cuek bisa dikatakan aku juga malu untuk mencari tahu tentang siapa dirinya, lantaran aku takut diledek teman- teman nanti jika aku bilang aku naksir, Andah.

Saat aku masih SMP berbicara soal fisik saat itu wajah ku masih lumayan ganteng sih, belum berjerawat dengan tinggi 170 centimeter, namun kalau bicara bentuk tubuh sih ya saat itu aku cengking bisa dikatakan seperti tulang yang hanya dibungkus dengan kulit. Namun setama SMA wajah ku bisa dibilang jadi hancur karena ditumbuh jerawat batu yang bentuknya seperti bisul, hingga saat itu membuat wajahku jadi berlubang, ditambah lagi dengan penyakit cacar yang menyerang ku sehingga makin porak- poranda saja wajah ku hingga sekarang, untuk merawat wajah, ehmmmm….aku paling malas, mungkin karena sifat ku yang cuek ya.

***

Tepat satu bulan aku memasuki kelas tiga yang saat itu mood ku untuk sekolah rada- rada hilang Jay merayu ku untuk bolos, “ Fer, ngapain masuk kelas sih kita bolos saja yuk besok” kata Jay pada ku.

“ Wah ide bagus juga tuh Jay, tapi gimana caranya ya?” ungkap ku pada Jay, sambil bertanya. “ Ah, itu gampang saja besok kita atur” kata Jay lagi, “ Oke, kalau gitu kita lihat situasi juga besok ya Jay” sahut ku.

“ Baiklah, sahut Jay besok kita lihat kembali” kata Jay, sekarang ayuk kita pulang, kebetulan saat itu sudah jam pulang sekolah, kami pulang sekolah tepat sekitar pukul 14.00 Wib, usai melaksanakan ibadah shalat Dzuhur bersama siswa dan para Guru, dan melanjutkan satu mata pelajaran. Disekolah kami kecuali hari jumat sering Shalat Dzuhur bersama.

Esok paginya, kami melaksanakan rencana kami untuk bolos sekolah, saat itu aku dan Jay tidak pernah bersepeda tapi setiap pulang sekolah kami berjalan kaki istilah kami dulu mengatakannya bertapak ria. Sebenarnya sih aku punya sepeda dirumah dibelikan oleh ayah ku dengan alasan agar aku tidak terlambat masuk sekolah, namun sejak memasuki caturwulan ketiga kelas dua aku sudah mulai malas naik sepeda kesekolah, bahkan lebih sering berjalan kaki.

Sejak sering bolos sekolah Jay selalu menggunakan sepeda motornya itu dilakukan agar kami bebas berjalan kemana saja, maklum disekolah kami tidak di benarkan membawa sepeda motor bagi para siswa hingga tidak heran jika Jay membawa sepeda motor kesekolah maka ia memarkirkannya diwarungkopi depan seberang jalan sekolah kami.

Pertama sekali bolos sekolah kami menuju warung mini kelontong milik Usman, disana kami berkumpul dan ngobrol sambil menunggu jam sekolah berakhir baru kami pulang kerumah masing- masing. Kegiatan rutin bolos sekolah terus berlanjut.

Aku mulai rajin kembali masuk sekolah saat itu ketika sudah memasuki caturwulan akhir yang mana saat itu sudah mendekati Ujian Nasional atau UN yang saat itu kami sebut Ebtanas ( Evaluasi Belajar Akhir Tahap Nasional) saat itu kami juga belum mengenal istilah smesteran.

Mulai aku rajin sekolah saat itu juga terganjal sebuah alasan, saat itu kebetulan ada Razia di kelas karena ada laporan bahwa sering kedapatan siswa disekolah tersebut sering merokok diluar sekolah saat jam istirahat dan juga sering kedapatan siswa bolos, tapi tidak diketahui siapa yang melapor, kalau kami ketahui bonyok kali ya yang melaporkannya.

Saat razia dilakukan kebetulan aku sedang masuk sekolah alias tidak bolos kelas, lalu tiba- tiba paginya beberapa Guru masuk ke kelas kami, salah satunya Guru Bimpen (Bimbingan Pendidikan) tapi saya rada-rada lupa namanya, “Anak- anak tolong tas kalian semuanya dikeluarkan dari laci dan letakkan di atas meja” ujar Guru Bimpen tersebut, mendengar perintah tersebut kami langsung mengeluarkan tas dan meletakkannya di atas meja.

“ Hari ini kami terpaksa melakukan razia dalam tas kalian, siapa tahu kalian membawa senjata tajam. Selain itu akhir-akhir ini kami juga mendapat laporan dari luar kalian sering merokok saat dalam keadaan berseragam sekolah” kata Guru Bimpen tersebut.

Ketika mendengarkan kata rokok, jantungku langsung deg-degan dan wajahku mulai pucat pasi, hal ini disebabkan aku mengantongi rokok di dalam tas ku, “ Tamat riwat ku” gumam ku dalam hati.

Tak lama setelah menyampaikan maksud dan tujuan para Guru tersebut, langsung memeriksa tas kami. Dari 30 Siswa yang ada di kelas delapan diantara kami berhasil ditemukan rokok, termasuk aku salah satunya. Akhirnya tas kami disita. Setelah itu Guru Bimpen memerintahkan kami keruangannya usai mata pelajaran pertama.

Usai mata pelajaran pertama kami pun menemui Guru Bimpen, alih- alih sampai disana setelah diceramahi selama satu jam bukannya tas kami dikembalikan tapi malah kami diberikan surat peringatan dan surat itu diminta untuk disampaikan kepada orang tua, agar orang tua kami dating kesekolah, aku mulai ketakutan.

Jujur saat aku menerima surat itu tangan ku gemetaran, dan aku tidak tahu bagaimana untuk menyampaikan surat tersebut, apalagi ada ancaman jika orang tua kami tidak datang kesekolah maka kami diancam tidak akan mendapat nomor ujian untuk Ebtanas yang akan berlangsung sekitar satu bulan lagi, dan tas kami tidak akan dikembalikan.

Aku bingung tidak tahu harus berbuat apa saat itu, dan bagaimana aku memberikan surat itu kepada kedua orang tua ku, lalu kata apa yang harus disampaikan, aku semakin ketakutan dan aku takut jika ini kusampaikan maka aku akan mendapatkan kekerasan fisik mungkin semacam satu tamparan tangan dari ayah ku yang akan mendarat ke pipi ku.

Usai jam sekolah berakhir aku seperti biasa langsung pulang kerumah, saat sampai dirumah kebetulan lagi sepi lantaran ayah ku sedang bekerja sementara ibu aku tidak tahu pergi kemana, aku beruntung karena orang tua ku tidak memergoki ku pulang tidak membawa tas. Aku langsung menuju kamar dan berbaring ditempat tidur dan tidak tahu bagaimana untuk menyampaikannya, aku terus berfikir keras, tapi aku tidak menemukan titik solusinya, mungkin karena aku berfikir dalam keadaan panik kali ya, makanya tidak dapat solusinya.

Keesokan harinya aku berpura- pura sakit agar tidak masuk sekolah, karena alasan itu aku akhirnya diizinkan tidak bersekolah oleh orang tua ku, tapi aku tidak menyampaikan surat izin sakit kepada sekolah. Saat ayah ku sudah berangkat kerja akupun menuju ke dapur untuk sarapa.

Usai sarapan aku kembali berfikir tentang masalah yang kuhadapi di sekolah, akhirnya tanpa rasa takut dan aku berfikir ini adalah resiko ku apapun kesalahan yang terjadi aku harus menghadapinya, “ Berani berbuat salah, maka aku harus berani bertanggung jawab atas kesalahan ku. Jika tidak kenapa aku harus memulai kesalahan itu” gumam ku dalam hati.

Saat melihat ibu ku sedang duduk diruang tamu, aku mendekati ibu ku dengan menyampaikan sepucuk suratcinta dari sang Guru Bimpen, iya surat cinta yang menuliskan kesalahan ku.

Saat surat itu kusampaikan kepada ibuku, ibuku langsung membukanya, wajah ku merunduk dan mengerenyit seperti orang yang sedang ketakutan, emang aku sedang ketakutan sih. Usai membaca surat itu aku langsung diceramahi dan aku melihat ibu ku menangis saat menceramahi ku, “ Fer, kamu tahu jika ayah mu tahu akan hal ini dia pasti akan mengamuk. Yang harus kamu ketahui selama ini semarah apapun ayah mu pada mu iya tidak pernah memukul mu, selain hanya mendiami mu. Tapi jika hal ini terjadi ibu tidak jamin jika ia tidak memukuli mu, karena ini sama dengan kamu mencoreng mukanya. Seumur hidup dia tidak pernah berbuat hal yang memalukan tapi kenapa kamu tega melakukan ini kepada kami Fer” kata ibu ku sambil meleraikan air matanya.

Lalu dengan penuh rasa amarah yang mampu di bendung, ibu ku pergi meninggalkan ku lalu menuju kamar tidurnya, disana aku dapati ibuku berbaring sambil terus menangis sehingga membuat matanya sengkak. Sementara itu aku hanya bisa terdiam tanpa bisa mengatakan apapun karena aku cukup menyadari kesalahan ku.

Meski aku sudah menyampaikan surat teguran dari sekolah kepada ibuku, namun saat itu ibuku tidak menyampaikan langsung kepada Ayah ku, karena beliau tahu ayah ku capek baru pulang kerja. Namun ibu ku mencari waktu yang tepat untuk menyampaikannya agar Ayah ku tidak marah- marah dan memukuli ku.

Keesokan harinya usai ayah ku sarapan dan hendak berangkat kerja, ibu ku memberikan surat itu kepada ayah ku, saat ayah ku membaca surat itu mulai wajahnya memerah dan menunjukan perasaan amarah yang cukup besar karena ayah ku merasa ia selama ini tidak pernah kurang memberikan perhatian terhadap ku, mulai dari pendidikan sekolah hingga mengaji dan selalu memerintahkan salat kepada ku. Tempat pengajian yang ia berikanpun tidak tanggung- tanggung, aku diantarkan mengaji di tempat temannya yang merupakan seorang ulama yang sudah cukup dikenal, biasanya santri pengajian memanggil guru ngaji kami Abu Syik, kalau nama Aslinya sih Teungku H. Ibrahim Gandapura.

Marah ayah ku juga bukan tidak beralasan, meski beliau hanya pedgang kecil tapi dilingkungan kami tinggal beliau juga sangat di hormati oleh warga sekitar, bahkan beliau juga dipanggil Teungku oleh warga. Biasanya dimalam hari selain mengajarkan ku dan adik ku mengaji ayah ku juga mengajarkan ngaji anak- anak sekitar lingkungan, aktivitas mengaji biasanya dilakukan usai salat Magrib hingga menjelang salat Isya.

Bak terpukul dan tergoncang jiwanya, ayah ku memanggi ku, dan minta duduk didekatnya beruntung saat itu aku tidak dipukul, mungkin karena beliau memang tidak ringan tangan ya makanya kekerasan terhadap anak tidak dilakukan, sudah lazim biasanya jika aku buat kesalahan beliau hanya menegur jika lelah menegur paling ya mendiami ku. Aku juga orang yang menyeganinya. Bahkan aku sering tidak berani berbicara atau berdiskusi bicara apapun pada ayah ku jika tidak penting.

Hari itu aku kembali mendapat ceramah dengan bahasa nurani dari ayah ku, berbicaranya pun sangat lemah lembut” Fer…kamu sudah besar, Ayah tahu tidak lama lagi kamu akan masuk SMA. Dan saat kamu SMA nantinya kamu akan beranjak dewasa” kata ayah ku. Lalu beliau terdiam sesaat.

Aku tidak berkata apapun selain hanya terdiam, dan ayah ku pun melanjutkan pembicaraannya, “ Kamu tahukan Fer ayah tidak bisa memukul mu, dan memang tidak suka memukul apalagi kamu anak ayah. Ayah pikir selama ini dengan menyekolahkan kamu disekolah yang tinggi wawasan agama, lalu mengantar mu ditempat pengajian yang cukup bagus dan juga malam harinya ayah meski lelah usai bekerja dari pagi hingga sore hari juga mengajarkan kamu ngaji supaya kamu taat agama dan selalu menjaga kami” aku tetap terdiam bahkan diam ku kali ini bagai patung.

“ Kamu tahu Fer, jika nantinya ayah dan ibu mu sudah tua, dan kamu sudah dewasa lulus sekolah bahkan nantinya jika kamu kuliah ayah dan ibu mu tidak meminta apapun dari kamu selain kami hanya bisa mendoakan kamu dan bangga dengan keberhasilan mu. Tapi jika kamu masih kecil saja sudah seperti ini bagaimana kamu bisa menjadi orang yang berhasil dikemudian hari” ucapnya lagi.

“ Memang Fer kami miskin, tidak mampu member mu kemewahan, tapi setidaknya kami selama ini terus berusaha dengan kerja keras banting tulang untuk membuat mu dan adik berhasil kelak” ungkapnya.

Aku semakin terdiam, dan hanya bisa bergumam dalam hati sambil merefleksikan kesalahan ku yang aku rasa sudah begitu besar selama ini,” Ternyata begitu besar pengorbanan orang tua ku bahkan tidak mengharap apapun dari ku maupun adik ku jika satu saat kami berhasil” hati ku berkecabuk dan aku hanya bisa meneteskan air mata.

Kata yang paling berkesan yang di ucapkan ayah ku dan membuat aku masih mengingatnya hingga kini adalah, jika kelak kami sudah menjadi berhasil, meski beliau maupun ibu ku sudah renta mereka tidak akan sedikit pun meminta uang kami maupun perhatian,” Meski mata kami sudah bertahi, kulit mengkriput. Kami sudah pikun, bekerja sudah tidak mampu lagi bahkan jika satu saat kami tidak mendapatkan rezeki untuk makan serta sudah sakit- sakitan serta melemah ditempat tidur, kamu tidak melihat kami juga tidak apa- apa kami tetap memaafkan mu. Kami ikhlas dengan semua yang kami lakukan terhadap kalian selama ini, dan kami sadar kamu adalah titipan Allah yang diberikan kepada kami untuk kami didik terutama dengan Agama. Jadi tolonglah cukup hargai kami sedikit saja, kami tidak minta banyak” kata ayah ku saat itu pada ku.

Usai menceramahi ku, ayah ku beranjak pergi sebelum berangkat kepasar tempat ia berjualan, ayah ku kesekolah terlebih dahulu untuk menyelesaikannya, usai masalah disekolah ku baru ayah ku bekerja. Aku tahu meski beliau tidak mengatakannya beliau datang kesekolah ku dengan berat hati dan dengan jiwanya yang terpukul.

Usai itu akupun tersadar, dan aku mulai rajin bersekolah, hari demi hari berlalu, dan akhirnya aku mampu meluluskan sekolah ku dengan predikat nilai memuaskan dimana nilai Ebtanas ku mencapai 43, 36.

Lalu aku melanjutkan sekolah Tekhnik dulu kami sebut dengan STM (Sekolah Tekhnik Menengah) disana aku mengambil jurusan listrik, di SMA sifat malas sekolah ku tapi saat itu beruntung meski aku sering kedapatan membolos tapi tidak dipanggil orang tua ku, dan berhasil lulus dengan nilai yang cukup baik bahkan masuk sepuluh besar.

Tahun ketahun terus berjalan, saat kuliah aku sempat mengabil jurusan ekonomi namun sayang aku Drop Out, maklum saat tsunami 26 Desember 2004 aku memilih Drop out, dan apalagi pasca tsunami aku mendapat pekerjaan disebuah NGO atau LSM yang saat itu memang merupakan gengsi besar dikehidupan masyarakat Aceh, jika sudah bekerja di NGO maka sudah dianggap mapan dan bisa diacungkan jempol karena bekerja di NGO tidak mudah, apalagi bekerja di NGO saat itu sallerynya cukup besar.

***

Seiring hidup waktu terus berjalan, proses Rehab Rekon di Acehpun berakhir, NGO yang pernah datang ke Aceh pun satu persatu angkat kaki karena mereka telah usai menuntaskan program mereka, akupun kehilangan pekerjaan ku. Lalu aku kini mendapat pekerjaan disalah satu media, jujur yang namanya Andah tidak pernah lagi terlintas di benak dan pikiran ku, karena kami sudah tidak pernah lagi bersua selama bertahun- tahun.

Tapi aku sangat kaget ketika suatu hari aku melihat,Andah, disalah satu kompleks perkantoran ia sedang berhadapan dengan tim Satpol PP dan Wiliyatul Hisbah biasa disingkat WH ( WH juga disebut dengan polisi syariat islam) hehehe, maklum di Aceh selain berlaku hukum Negara juga berlaku hukum islam.

Rupanya,Andah, saat itu terjaring razia mereka dengan alasan pihak Satpol PP dan WH ia tidak menggunakan pakaian sesuai aturan atau melanggara Qanun nomor 11 Tahun 2002. Tapi ada yang aneh ketika, Andah, mengatakan ia terjaring karena melanggar aturan syariat, karena saya melihat pakaian yang ia gunakan cukup- cukup sopan.

Ia menggunakan baju yang cukup longgar berkain li bahkan hingga lutut, Andah bilang pada ku sih ia terjaring hanya karena menggunakan celana jeans yang dianggap WH merupakan pakaian pria.

Oya aku lupa, kebetulan saat itu pihak Satpol PP dan WH menggelar razia PNS dan Busana yang dianggap non muslimah, karena itulah membuat,Andah, terjaring. Tentunya aku berada ditempat itu bukan terjaring tapi disebabkan kepentingan pekerjaan maklum untuk reportase atau melaporkan peristiwa.

Aku coba membujuk indah untuk menjadi narasumber, namun Andah menolaknya dan tidak mau untuk dinaikan beritanya. Kenapa saat itu Andah yang saya minta menjadi narasumber, tidak ada manipulasi loh disini, yang disebabkan ia kakak letting ku, dan aku juga memiliki perasaan yang terpendam pada dirinya, tapi murni disebabkan oleh pekerjaan karena saat itu dari puluhan yang terjaring indah sudah menggunakan busana yang cukup sopan dan juga tidak sedikitpun mengundang syahwat, lantaran tidak ada lekuk tubuhnya yang diperlihatkan indah, beruntuk setelah capek memaksanya untuk menjadi narasumber akhirnya indah mau memberikan komentarnya.

Aku beruntung sekali karena,Andah, mau berkomentar jika tidak maka aku yakin laporan reportase yang aku sajikan dimedia ku tidak berimbang dan terkesan hanya menaikan pamor Pihak Satpol PP dan WH saja. Apalagi saat itu indah terjaring razia terkesan janggal bagi ku, tapi sebagai orang yang harus independen tetap saja aku tidak boleh berkomentar atau beropini.

Yang membuat aku menggelitik saat itu, ketika Andah mengatakan ia terjaring karena menggunakan Jeans yang dinilai pakaian pria, padahal Jeans yang ia gunakan tidak ketat, bahkan bajunya juga tertutup hingga bawah lutut seperti layaknya gamis.

Dinilai- nilai aneh juga ya, kalau memang Jeans itu dianggap tidak sopan kenapa lelaki yang menggunakan jeans yang ketat yang juga menunjukan lekuk mulai dibagian kaki apalagi kalau ketatnya hingga pinggang sudah barang pasti tonjolan aneh yang diapit paha terlihat jelas juga dong.

Terus anehnya lagi yang membuat saya bertanya- Tanya hingga kini kalau memang syariat islam ingin ditegakkan secara kaffah, terutama dibidang busana kenapa pemerintah tidak melakukan razia toko- toko pakaian yang menjual pakaian ketat dong, karena tidak mungkin kaum wanita menggunakan pakaian ketat jika tidak ada yang menjualnya, kenapa pemerintah hanya berani menggelar razia jalanan, jika ingin menegakkan hukum yang sebenarnya harus berimbang, kalau tidak jangan sama sekali. Aku berfikir jika itu dilakukan pemerintah apa mereka takut toko- toko akan pada tutup dan tidak menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kasian dong mereka yang sudah terlanjur membeli pakaian, lalu pakaian itu tidak boleh digunakan, berapa banyak sudah uang harus dibelanjakan untuk itu. Apa tidak sebaiknya kaum wanita memboikot saja dengan tidak membeli pakaian super ketat.

Ah sudahlah kita lupakan masalah pakaian ketat, ataupu syariat islam karena itu juga fenomena social yang tidak akan ada pangkal dan ujungnya untuk di bahas, karena itu memang membutuhkan kecerdasan intelektualitas dalam mendisikusikannya, namun yang terpenting yang ingin kukatakan saat ini adalah aku seperti mendapatkan durian runtuh alias hati ku sedang berbunga- bunga, bagaiamana tidak sosok wanita manis, yang dulu pernah aku kagumi kini muncul dihadapan ku, dan aku kembali bisa melihatnya.

Saat itu juga aku tidak menyia-nyiakannya, aku langsung meminta kontak PIN BB nya, maklum untuk meminta nomor Hand Phonenya akau belum berani, hehehe masih rada-rada takut dan gerogi sih, dapat PIN BB nya saja aku sudah sangat beruntung, jadi aku bisa BBM dengannya…haha.

Sayangnya pertemuan saat itu terlalu singkat setelah, Andah, menandatangani surat pernyataan tentang tidak mengulangi berpakaian tidak sesuai dengan yang diperintahkan dalam aturan akhirnya indah meninggalkan lokasi tempat razia berlangsung.

Hemmmm, namun aku tidak begitu kecewa, dan aku terus berkomunikasi dengan indah bahkan aku langsung menyampaikan apa yang sudah pernah aku pendam bertahun- tahun selama ini terhadap gadis manis itu.

Tapi tetap aja,Andah, tidak mempercayainya, meski aku sudah jujur dengan perasaan ku bahkan aku nekad saja saat itu melalui pesan BBM yang kukirimkan ke dia, meski aku belum tahu apakah ia sudah memiliki seseorang atau belum, ah malas aku untuk menanyakannya, lagian sebelum janur kuning belum melambai di depan rumahnya aku masih punya kesempatan untuk masuk kerelung hatinya. Yang terpenting bagi ku, Jodoh di tangan Tuhan, jika Tuhan sudah berkehendak apapun terjadi, yang penting kun fayakun sajalah.

Pikiran yang paling konyol terbesit hingga kini dipikiran ku, bisa saja pertemuan ku dengan Andah, sudah ditakdirkan Tuhan dan bisa saja memang Tuhan sudah menggariskan Andah menjadi jodoh ku, apalagi ia selama ini memang wanita yang kuharapkan. Hehehe, aku ke PeDean kali ya. Ah yang jelas aku hanya bisa berharap ada keajaiban dari langit ketujuh untuk memberikan kesempatan kepada ku mempersunting bidadari yang bernama Andah, dan aku yakin betapa bahagianya aku, jikan Andah yang akan menjadi pendamping hidup ku kelak.

Yang jelas aku akan terus meyakinkannya, dan berharap untuk bisa memilikinya semoga saja Andah terbuka hatinya, dan satu saat menerima ku meski wajah ku tidak tampan, yang jelas aku akan terus meyakinkan hati ku, dibalik penantian tanpa ujung.

*** TAMAT***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun