Photo : Ilustrasi
Gadis aku tulis surat ini untuk mu awalnya tidak sengaja, lantaran saat aku sedang berjalan ku menemukan secarik kertas putih yang sudah lusuh diatas trotoar jalanan. Melihat kertas itu aku memungutnya dan aku melihat masih bersih tanpa ada coretan sedikitpun yang menodainya.
Gadis diatas kertas lusuh ini aku ingin menceritakan sedikit hal ihwal sebelum aku mengenal mu hingga akhirnya aku mengenal mu. Saat aku melihat mu pertama sekali tidak sedikit rasa tertarik ku yang timbul pada mu selain naluri ku mengatakan biasa-biasa saja dan tidak ada bedanya dengan kaum hawa lainnya.
Sebelum aku mengenal mu, aku sering dibuat penasaran akan siapa dirimu sebenarnya. Rasa penasaran ini timbul karena setiap bercengkrama dengan rekan sejawat ku mereka sering sekali bercerita tentang kekaguman serta rasa simpatik mereka terhadap mu, bahkan diantara mereka mulutnya tidak berhenti menyebut nama mu dan ingin memilikimu.
Rasa penasaran semakin menyibak pikiran ku, tapi sayangnya aku tak kunjung bertemu dan berkenalan dengan mu. Entah angin apa pula dibalik rasa penasaran ku yang semakin dalam itu, akhirnya kita ditemukan disuatu kota provinsi tetangga, dalam satu pertemuan, mungkin aku tak perlu sebut secara detail ya gadis karena kamu sudah bisa menebaknya.
“Oh...ini si gadis idola rekan sejawat ku yang sering memuji dirinya. Biasa saja orangnya” itu awal kata yang terlintas di benak ku saat aku melihat dan berkenalan dengan mu ketika engkau di salah satu meja tempat regestrasi peserta. Tapi yang aku kagumi kepada mu saat itu adalah keramahan mu dan senyum mu kepada semua orang yang kamu kenal.
Usai pertemuan itu kita mulai akrab menyapa, jalinan silaturahmi pun semakin erat antara engkau dan aku. Meski teman- teman mengatakan engkau cantik dan ingin memiliki cinta mu, tapi aku tidak berfikir seperti itu melainkan aku hanya ingin menjadikan sahabat, untuk bisa berkumpul dan menyeruput segelas minuman di kantin atau caffe tempat kita berkumpul serta bercengkrama bersama teman- teman.
Lama setelah beberapa pertemuan, kita tidak pernah bertemu lagi aku lupa berapa tahun saat itu kita tidak bertemu, mungkin karena kesibukan masing-masing baik engkau maupun rekan sejawat kita lainnya.
Gadis aku ingin katakan sesuatu, ada cerita lucu antara aku dan beberapa rekan kita saat itu, aku sempat dikatakan berkhianat dengan salah satunya karena mereka mengira aku merebut mu, padahal aku tidak pernah berfikir untuk merebut atau mendekati mu, kisahnya saat itu ketika aku diminta oleh salah satu teman kita untuk mencomblangi kamu dengannya, tapi karena saat aku mengajak mu untuk bertemu bersamanya juga disalah satu tempat dipinggir pantai dikota kita, dan saat kamu menghampiri kami engkau langsung memilih duduk disamping ku membuat ku dianggap berkhianat padahal aku tidak tahu apa- apa dan tidak punya niat apa-apa.
Ah, sudahlah gadis kita lupakan saja kenangan itu. Aku ingin mengatakan sesuatu pada mu gadis, usai bertemu disatu kota dimana kota tempat aku dan kamu pernah bekerja aku mulai melihat rasa kagum yang teramat besar kepada mu. Wajah mu yang awet tapi terlihat sangat dewasa, mungkin karena dipengaruhi oleh faktot usia hingga itu sangat terlihat.
Namun ada rasa penasaran yang hingga saat ini aku belum bisa menebak sepenuhnya, ya...itu lebih disebabkan oleh sikap cuek mu tapi bukan berarti kamu sombong, akau tahu rasa cuek mu itu disebabkan oleh sensitifitas mu dalam mengenal seorang adam lebih dalam hingga engkau takut jatuh dan terbuat dengan yang namanya cinta.
Gadis saat ini aku jujur, aku mulai jatuh cinta kepada mu. Tetapi gadis aku terus belajar untuk menepisnya, karena aku rasa aku tidak mungkin memiliki mu. Aku sadar banyak sekali kekurangan yang aku miliki, mulai dari kehidupan ku yang berasal dari keluarga miskin hingga fisik ku yang tidak pernah sempurna.
Meski kita tidak saling akrab maupun saling menyapa tapi engkau tahukan kehidupan ku seperti apa. Aku hanya tinggal disebuah gubuk kecil apalagi engaku sudah pernah kerumah ku yang saat itu ada sedikit kenduri tahlilan 40 hari kepergian ayah ku engkau melihat sendiri betapa tidak layaknya rumah ku untuk dimasuki oleh wanita sesempurna dirimu.
Engkau sudah melihat dan mengetahui kondisi ku, mana mungkin wanita secantik mu bisa aku dapatkan gadis, tapi sebagai lelaki aku hanya ingin jujur dengan rasaku itu saja mungkin yang ingin ku sampaikan.
Sebenarnya gadis aku sangat takut mengenal cinta, karena bagi ku cinta bisa membuat tubuh ku lunglai, apalagi kamu juga tahu aku pernah sakit dengan cinta. Kamu ingatkan gadis dulu kamu juga pernah menyemangati ku, saat aku tersedu sedan dalam tangisan ketika cinta ku berakhir dalam tangisan ketika aku katakan aku gagal menikah. Meski semangat itu engkau kobarkan dari balik gagang telepon ku, kata yang masih aku ingat ketika engkau katakan, “Bersyukurlah karena Tuhan sangat baik pada mu, jika saja tidak kau alami hal ini mungkin cinta tidak mengajarkan kedewasaan mu dan mungkin jika itu tidak terjadi maka mungkin akan lebih parah dari itu yang engkau alami” engkau masih ingatkan dengan kata itu.
Saat ini aku terus menepis perasaan cinta itu, terutama perasaan cinta ku pada mu gadis. apalagi saat ini aku sebagai anak lelaki satu- satunya dan ank sulung punya tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga untuk menafkahi ibu ku dan adik ku. Belum lagi kondisi ibu ku yang sudah tua dan sakit- sakitan hingga aku diajarkan berjuang untuk terus bisa mendapatkan rezeki menafkahi mereka.
Apa yang aku rasakan sebenarnya juga tak berbeda dengan yang kamu rasakan, sebagai anak sulung yang kini juga harus berjuang,untuk menafkahi ibu dan adik mu serta dengan kemampuan mu kamu juga terus berupaya sekuat tenaga mu untuk mendapatkan uang yang cukup bahkan lebih untuk terus bisa mengobati ayah mu. Meski engkau tak cerita aku tahu kondisi mu selama ini.
Gadis aku tidak tahu apakah aku terlalu penakut, ataukah aku memang bukan untuk mu hingga aku tidak pernah berani menyampaikan apa yang aku rasakan kepada mu. Oh..ya gadis disecarik kertas lusuh ini aku ingin katakan, jika memang satu saat Tuhan menghendaki perjodohan antara aku dengan kamu, maka aku sangat bahagia. Ah...tapi itu tidak mungkin karena status sosial dan fisik kita yang berbeda.
Sudahlah gadis kita lupakan saja lagu gurindam cinta yang ada dihati ku ini, aku berdoa saja semoga kita bisa mendapatkan kebahagian dalam hidup, hanya harapan saja yang bisa kupanggul dibenak ku yang penuh beban ini.
Jika ada yang katakan kejarlah cinta untuk kebahagian, yang jelas aku tidak berani karena aku takut kecewa saat engkau menolaknya.
Tapi janji ku pada mu gadis, jika memang satu saat kamu menyatakan siap menerima ku dengan segala kehinaan ku, maka aku siap untuk mempersunting mu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H