Mohon tunggu...
Darman Syah
Darman Syah Mohon Tunggu... -

Aq orang yang tidak pintar menulis tapi saya sedang belajar menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sisa Terasi Tadi Malam

21 Juli 2013   08:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:15 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu  bisa digolongkan belia karena arah jarum jam telah berdiri tepat pada pukul 03.00 wib, alarm rumah poe meuriah berbunyi sangat deras menandakan sudah memasuki waktu sahur.

Begitu mendengar bunyi alarm poe meuriah yang matanya masih sedikit agak ngantuk pun memaksa dirinya untuk bangun  menyiapkan makan sahur bagi keluarganya, sudah menjadi kewajiban bagi poe meuriah sebagai istri untuk masak pagi- pagi sekali.

Keluarga poe meuriah hanya keluarga kecil, dari hasil pernikahan poe meuriah dan apa dollah, mereka hanya memiliki seorang anak bernama , agam, berusia delapan tahun, merekatinggal di desa angen phoet.

Dilingkungan tempat poe meuriah tinggal bisa dikatakan hampir menjadi kumpulan para keluarga sederhana, jarang sekali ditemui rumah- rumah mewah yang berdiri megah dan menjulang tinggi.

Hanya rumah, kak ti, yang tergolong lumayan besar dan dibangun dua lantai diatas lahan seluas lima ratus meter bujur sangkar, yang dilengkapi dengan kolam renang, karena ia yang memiliki rumah yang paling bagus dilingkungan tersebut membuat kak ti agak sedikit angkuh dan sombong, namun berbeda dengan suaminya yang bernama, apa maun,  yang selalu berpenampilan sederhana, meski setiap hari mengendarai mobil mewah dengan merek ternama yaitu BMW, maklum suami kak ti hari- harinya bekerja sebagai kontraktor diperusahaan petir menyambar, tidak seperti suami, poe meuriah,  yang hanya pegawai negeri sipil golongan rendah di kantor pemerintahan.

Karena kemewahan yang dimiliki oleh, kak ti, membuat kak ti angkuh, dan ia selalu memilih- milih teman dalam bergaul, bahkan tidak heran jika kerabat, kak ti, berasal dari kalangan berada yang selalu bertandang kerumahnya.

Dalam pernikahan, kak ti, dan apa maun mereka dikaruniai dua orang  anak yaitu, inong, berusia sembilan tahun, dan ma’e yang usianya sama dengan agam baru beranjak delapan tahun tahun

Akan tetapi meski kak ti diberi kehidupan yang mewah, dan serba ada rasa dengki kak ti terhadap poe meuriah cukuplah besar. Rasa dengki kak ti terhadap poe meuriah biasa dikatakan wajar- wajar saja, lantaran dikampung tersebut nama poe meriah sering di agung- agungkan oleh warga lantaran poe meriah sangat pandai memasak, berbeda dengan kak ti yang selalu ingin dipuji oleh warga terhadap masakannya.

Tidak heran sebagai orang kaya sering sekali jika berbelanja kebutuhan masakan dari setiap menu yang ingin dimasak, melimpah ruah bisa dikatakan sudah seperti orang mau kenduri saja.

Setiap ia mengenal resep masakan baru pasti selalu memanggil warga desa tempat ia tingga untuk datang, dan dihadapan mereka kak ti sering sekali mendemo masakan dan memperkenalkan menu masakan baru yang ia masak, namun sayangnya masakan kak ti tidak selezat masakan poe meuriah yang walau hanya memasak terasi membuat perut warga keroncongan tiba- tiba, sedangkan kak ti setiap kali menghidangkan masakan kalau tidak terasa asin, pasti hambar bahkan kadang- kadang juga asam, membuat setiap orang yang sekali cicip masakan kak ti langsung meninggalkannya.

***

Mungkin tidak perlu membahas panjang tentang kak ti yang terkenal dengan keangkuhan dan kesombongannya, pagi itu begitu bangun poe meriah langsung menuju sumur yang hanya berpisah dengan sekat dapur rumahnya.

Poe meriah mencuci wajan,panci, dan beberapa peralatan masak lainnya, usai mencuci poe meriah bergegasa ke dapur, lalu poe meriah, meletakan wajan dan panci tersebut tepat di tungku kompor gas, dan juga panci.

Didalam panci, poe meriah sudah memasukan kangkung yang sudah dibersihkan serta ditambah air serta beberapa bumbu atau rempah untuk pelezat makanan. Sedangkan tangan poe meriah dengan cekatan memainkan pisau sambil mengiris bawang, cabai dan asam serta beberapa bumbu lainnya, usai mengiris cabai tangan poe meriah meraba- raba tempat cabai mencari sisa terasi yang ia buatkan saat berbuka puasa magrib tadi.

Poe meriah sedikit bingung saat ia mencoba melongok ketempat cabainya ternyata terasi yang ia cari tidak ketemu, poe meriah pun heran dan bertanya pada hati kecilnya,” Kemana sisa terasi ku tadi malam, yang sengaja aku simpan untuk sahur pagi ini”

“ Apa sudah dilarikan tikus” tanya poe meriah lagi dalam hatinya, maklum tikus memang tidak bisa mencium bau terasi mentah, karena kalau sudah bau terasi mentah pasti deh pikiran usilnya timbul untuk mencurinya.

Namun poe meriah coba meyakinkan hatinya, “ Tidak mungkin ada tikus dirumah ini, biasanya juga saya taruh disini terasi saya juga tidak hilang” gumam poe meriah dalam hati.

Tak lama kemudian apa dolah bangun, dan menuju kekamar mandi untuk membersihkan wajahnya dengan air, agar kotoran yang menempel dimatanya menjadi bersih, usali membersihkan matanya ia melihat poe meriah sedikit gelisah, dengan kerutan keningnya apalagi waktu itu waktu sudah menunjukan pukul 3.30 wib, waktu imsak sudah mulai singkat.

“ Ada apa bu, kok gelisah sekali nampaknya, mau masak saja harus mengkerutkan kening” tanya apa dolah kepada poe meriah.

“ Ini loh pak, mamak masih heran. Tadi mamak tahuh terasi ditempat cabai tapi kok tiba- tiba sekarang tidak ada lagi, kalau dibilang dilarikan tikus tidak mungkin, karena rumah kita tidak ada tikus” kata poe meuriah sambil meyakinkan suaminya apa dolah.

“ Yakin ibu naruh terasi disitu” tanya apa dolah lagi.

“ Yakin lah pak, ibu ingat betul kok pak usai masak kemarin sore untuk persiapan berbuka ibu taruh disini” kata poe meuriah lagi.

Entah kenapa tiba- tiba apa dolah mencium bau terasi mentah yang menyeruak dari balik nampi bulat, yang disangkutkan poe meriah diatas besi behel yang ujungnya melengkun seperti mata pancing dan yang bergelantungan tepat di tengah dapur rumah. Dalam nampi itu bisanya poe meriah menyusun ikan asin dan juga beberapa daun rempah kering.

“ Apa bukan dalam nampi itu bu ibu letakan terasinya, soalnya bapak mencium bau terasi dibalik nampi itu” kata apa dollah sambil menunjuk ke atasa tepa pada nampi yang bergelantungan.

“ Oh ya pak, ibu lupa, habis kebiasaan ibu pak biasanya menaruhnya di tempat cabai” ujar poe meriah sambil nyengir, karena malu sama apa dolah lantaran sudah lebih dahulu mempertahankan pendapatnya.

Lalu poe meriah menurunkan nampi itu, dan mengambil terasi yang sudah begitu panik ia cari sejak tadi tidak lupa dua ekor ikan asin ukuran telapak tangan juga ia turunkan, usai mengambil nampi tersebut poe meriah kembali menyangkutkan nampi tersebut diatas besi behel yang bergelantungan tepat ditengah dapurnya yang terikat dibalok kayu pengikat seng.

Tangan poemeriah kembali cekatan ia mengambil wadah bulat berukuran kecil yang terbuat dari tanah merah biasa orang aceh bilang namanya penai, dan ulekan kayu.

Tangan poe meriah kembali cetakan memainkan peralatan masak, poe meriah segera mengambil minyak goreng dituangkan kedalam wajan, lalu memanaskannya diatas kompor, ia mengambi tomat dan membelahnya menjadi dua, serta beberapa siung cabai dan lalu di taruh kedalam minyak goreng yang sudah mulai berasap untuk dipanskan sebentar dengan cara ditutup.

Lima menit kemudia poe meriah mengangkat cabai dan tomat yang sudah ia panaskan didalam wajan, dan memasukan kedalam penai untuk di ulek, usai meletakan tomat dan cabai yang sudah duluan digoreng dalam wajan, poe meriah mengambil terasi dan memasukannya kedalam wajan untuk dipanaskan.

Beberapa menit saat terasi itu digoreng dalam wajan, menyeruak bau terasi yang masuk kerongga pernapasan setiap yang menciumnya saat sedang menghirup oksigen pagi itu, apa dolah yang saat itu sedang duduk dikursi meja makan sambil menikmati rokok dan kopi pun berceloteh, “ Wah… bu, bau terasi yang ibu goreng membuat kalah bau asap rokok bapak dan aroma kopi gayo yang sedang bapak nikmati”.

Ternyata bau harum yang dibawa oksigen pagi itu, bukan hanya mempenagruhi rongga udara milik apa dolah, tapi juga hampir seluruh rumah tetangga yang ada di sekitar tempat poe meriah tinggal tergoda dengan bau harum terasi yang dimasak poe meriah.

Ternyata bau itu bukan hanya menggoda rumah tetangga sekitar yang dekat dengan rumah poe meriah, tapi juga masuk lewat ventilasi rumah kak ti yang berdiri megah dan berjarak seratus lima puluh meter dari rumah kak ti, sepertinya bau terasi yang dimasak poe meriah mulai menimbulkan masalah, membuat beberapa tetangganya ingin bertandang kerumah poe meriah guna menyantap sahur di rumah poe meriah sambil menikmati sedikit terasi masakan poe meriah.

Beberapa pesan singkat masuk ke hp poe meuriah, salah satunya istri ibu RT, yang bunyinya “ Poe nanti kalau terasinya sudah masak antarkan untuk saya sedikit, karena saya malas keluar dingin udara pagi ini tak kuasa ku menahan karena menusuk- nusuk tulang ku jika aku keluar” tulis ibu RT dalam pesan singkatnya dengan begitu puitis, membuat poe meriah cengengesan membacanya.

Setelah membaca SMS tersebut, poe meriah segera mengangkat terasi yang di goreng dalam wajan lalu memasukannya dalam penai, dan mengulek- nguleknya bersama cabai dan tomat.

Sambil mengulek terasi poe meriah juga mengambil kangkung sisa yang tidak ia habiskan saat merebus untuk sayur bening tadinya, dimasukan kedalam wajan dengan bekas minya menggoreng terasi, tadinya, dan memasukan cabai dan tomat yang telah ia iris, kangkung tersebut sengaja ia tumis untuk memberi pilihan masakannya, apakah kangkung kuah bening atau kangkung tumis.

Bau kangkung tumis itu juga begitu menyengat dan sedikit ada aroma terasinya, karena ada butiran- butiran terasi yang tersisa saat ia goreng tadi masih tinggal dalam minyak panas pada wajan itu, rasa lapar apa dolah pun makin menjadi- jadi.

Agam yang tadinya masih tidur saat sahur kali ini tidak harus dibanguni lagi oleh apa dolah ataupun po meriah, karena sudah dibangunkan oleh aroma terasi dari kakung tumis dan terasi yang ia ulek.

***

Di sudut dapur rumah kak ti yang besar itu, terlihat juga sedang sibuk menyiapkan sahur dengan memanaskan sop buntut yang ia masak tadi malam, karena tidak habis disantap harus dipanaskan lagi serta beberapa masakan lainnya seperti capcai, bistik.

Entah kenapa saat itu anak kak ti si inong dan ma’e, berulah tidak mau makan dirumahnya, tapi maunya makan dirumah poe meuriah, memang tidak bisa di pungkiri karena bau terasi yang menyengat hingga menyeruak kerumahnya juga membuat inong dan ma’e ingin sekali menikmati terasi dan tumis kangkung masakan poe meriah.

Keinginan inong dan ma’e yang ingin makan di rumah poe meriah ini membuat kak ti jadi kesal, maklum kak ti tidak pernah akur sama poe meuriah, karena rasa iri kak ti sama poe meriah, lantaran warga selalu memuji kasakan poe meriah, meski kadang- kadang kak ti selalu berusaha keras untuk membuat warga yakin kalau masakan ia lebih lezat dari poe meriah sampai demo masak sering ia lakukan, namun tidak pernah membuat warga tergoda.

Rasa kesal kak ti terhadap poe meuriah bukan hanya hingga disitu, kak ti pernah hampir berhenti bernafas saat melihat poe meriah dengan kehematannya dan suaminya apa dolah berhasil membeli mobil bekas, meski harganya tidak semahal mobil suami kak ti dan mobil yang biasa ia kendarai, tapi tetap saja kak ti tidak rela melihat poe meriah memiliki mobil.

Rasa amarah paling besar kak ti terhadap poe meuriah bukan hanya sampai disitu, tetapi juga dipicu oleh perkelahian ma’e dengan agam  dua bulan lalu, ketika ma’e merusak mobil pelepah rumbia  ( pelepah daun sagu ) milik agam yang ia buat sendiri.

Bagaimana agam tidak kesal saat itu, agam sudah sangat capek membuatnya, butuh waktu berhari- hari mulai dari mempersiapkan bahan pembuatan mobil seperti pelepah rumbia hingga merakitnya hingga jadi, bahkan saat mengecat mobil itu agam mengeluarkan uang pribadinya yang sengaja ia tabung untuk mobil miniature itu.

Dan disitulah agam mengamuk dan memukul ma’e sejadinya, dibagian wajah ma’e hingga mengeluarkan darah dari hidung ma’e hingga ma’e mengadu pada kak ti ibunya ma’e, dan membuat kak ti saat itu tidak terima atas perlakuan agam atas ma’e, meski saat itu yang bersalah adalah ma’e yang sudah mengganggu si agam.

Bagi warga sekitar juga yakin kalau apa yang dilakukan agam terhadap ma’e saat itu merupakan kesalahan dari ma’e, karena ma’e anak kak ti itu memang terbilang resek dan suka mengganggu anak dikampung mereka, tidak seperti inong yang menruti sifat ayahnya yang sederhana dan ramah.

Meski pun bagi warga ma’e yang bersalah karena mengganggu agam, tapi tetap saja kak ti tidak mau terima. Bagi warga agam merupakan anak yang sabar tidak suka mengganggu anak- anak lain, selain itu agam juga cerdas dan kreatif.

Sangking kreatifnya agam bisa memanfaatkan barang bekas apa saja untuk dimanfaatkan menajdi mainan. Tidak heran anak sekitar lebih senang berteman dengan agam ketimbang ma’e, meski ma’e memiliki banyak mainan yang bagus- bagus dengan merek impor, mulai dari mobil remot, robot- robotan canggih dimiliki ma’e tetap saja anak- anak di sekitar tidak mau berteman sama ma’e karena kelakuan ma’e yang nakal, maklum ma’e sangat dimanjakan kak ti.

Perkelahian agam dengan ma’e saat itu tidak ada ampun bagi keluarga poe meriah, sampai perkara tersebut terpaksa turun tangan pak geucik ( kepala desa ) dan tokoh gampong lainnya, hingga ma’e harus di pesijuk ( tepung tawar ), dan mengganti kerugian dengan memotong seekor kambing serta uang lima juta.

Meski harus menelan ludah dengan besarnya tuntutan kak ti saat itu, mau tidak mau poe meriah harus menyiapkan uang sebesar itu, dan juga seekor kambing agar dapat berdamai.

***

Beralih kepersoalan ma’ e dan agam, serta beberapa rasa dengki kak ti terhadap poe meriah. Inong dan ma’e terus memaksa agar kak ti ibu mereka mau di ajak makan dirumah poe meriah, jika tidak mereka memberontak dan menolak untuk makan sahur.

Jam saat itu sudah bertengger pukul 4.20 wib, sehingga waktu untuk makan sahur sudah begitu singkat, namun inong dan ma’e tetap memaksa makan dirumah poe meriah.

“ enggak, kami enggak mau makan kalau bukan dirumah agam” kata mereka serentak, penolakan itu membuat kak ti emosi dan marah, “ Inong, ma’e kalian apa- apaan, minta makan di rumah agam, masakannya cuma terasi aja, disini mama sudah masak sop buntut, capcai dan bistik. Masakan mama ini lebih lezat dari masakan poe meriah ibunya agam” kata kak ti dengan nada emosi.

Keributan terus terjadi, waktu sahur semakin sempit, akhirnya apa maun mengambil inisiatif, sehingga tidak tertunda waktu makan sahur yang hanya tinggal tiga puluh menit lagi.

“ Sudah lah ma, jangan ego begitu dengan anak- anak. Apa salahnya kita sekali- kali menyicipi masakan poe meriah, lagian bapak harus akui juga bau terasi yang dimasak poe meriah aromanya yang menyeruak membuat bapak juga lapar dan ingin sekali menyicipi terasi masakan poe meriah” bujuk apa maun pada kak ti.

Maksud apa maun seenarnya ingin memperbaiki hubungan kak ti dengan poe meriah yang sudah berkonflik bertahun- tahun.

Saat itu kak ti memang harus mengakui aroma harum dari terasi kak ti yang masuk kerongga pernapasannya, dan kak ti sebenarnya juga ingin sekali menyicipinya, namun karena gengsi kak ti menahannya.

Saat apa maun mengajak, kak ti berpura- pura menunjukan rasa emosi padahal kak ti juga sudah tak sabar untuk kerumah poe meriah, “ Papa ini apaan sih, malah membela anak- anak” kata kak ti, dengan nada yang pura- pura ia tinggikan.

Dari pada terpancing emosi karena kak ti yang gengsinya laur biasa, apa maun pun mengajak inong dan ma’e ke rumah agam“ Sudahlah, susah bicara dengan mama, ayo anak- anak kita kerumah si agam. Biar mama kalian makan saja sendiri dirumah, padahal mama kalian itu juga kepingin makan masakan ibunya agam tapi karena gensi saja”

Ketika ketiganya bangkit dari kursi ruang makan dan beranjak pergi, kak ti pun minta ikut, kali ini kak ti mau tidak mau harus membuang rasa gengsinya yang sudah ia pertahankan selama ini, “ Tunggu pa, mama juga ikut, ke rumah poe meuriah” seru kak ti kepada suaminya.

“ Akirnya, keinginan ku untuk memperbaiki hubungan istri ku dengan poe meuriah tercapai juga” ucap apadolah dalam hatinya.

Lalu kak ti memasukan kembali sop buntut dan beberapa makanan lainnya ke dalam kulkas ada juga yang ditutup dengan tudung saji diatas meja.

Kak ti bersama anak dan suaminya pun meninggalkan rumah menuju kerumah poe meriah. Sesampai di rumah poe meriah, apa maun mengetuk pintu rumah poe meriah, sambil mengucapkan salam “ Assalammualaikum, apa dolah”

“ Waalaikum salam” jawab apa dolah dari dalam rumah sambil bertanya “ siapa” lanataran masih sangat subuh dan saat sahur sudah ada orang mengetuk pintu rumahnya, apa dolah mengera tamu jauhnya dari kampung.

“ Saya apa maun” jawabnya. Saat mendengar sebutan nama apa maun, apa dolah dan istrinya pun heran, “ pak ada apa ya, kok masih subuh begini apa maun datang kerumah. tumben- tumbenan, biasanya selama ini meski apa maun kepingin main kerumah, apa maun tidak berani karena takut dimarahi kak ti” ujar poe meuriah. “ atau jangan- jangan kak ti lagi sakit ya pak. Cepat pak dibuka pintunya, mungkin kak ti sakitnya parah karena tidak biasanya apa maun kemari” celoteh poe meuriah sambil meminta apa dolah membuka pintu rumah.

Meski saat itu apa dolah baru melahap nasi dipiringnya beberapa suap, apa dolah terpaksa bangun membuka pintu, karena rasa kawatir, takut ada sesuatu dengan tetangganya itu.

Maklum, bagi poe meuriah dan apa dolah meski kak ti tidak menyukai keluarga mereka dan selalu menjelek- jelekannya kepada warga tapi tidak ada rasa dendam dan amarah dihati mereka, dan selalu memaafkan kelakuan kak ti yang menyakiti hati mereka. Memang sifat tawadhuk apa dolah dan poe meuriah juga menjadi pemikat bagi warga sehingga menyenangi keluarga poe meriah.

Lalu apa dolah bergegas keluar dan membuka pintu, saat pintu dibuka apa dolah sempat kaget melihat apa maun datang sekeluarga, “ Eh, apa maun, kak ti, inong dan ma’e ada apa, ayo masuk dulu” kata apa dolah dengan sedikit rasa aneh dan tidak menyangka kalau apa dolah sekeluarga bertandang kerumahnya.

Lalu apa maun sersama kak ti dan anaknya pun masuk kerumah apa dollah, dan apa maun berkata, “ begini apa dolah, tadi saat bangun sahur lagi asyik- asyik duduk, sambil menunggu istri saya persiapkan sahur, kami mencium bau menyengat dari rumah ini, dan kami ingin complain” kata apa maun sambil bercanda.

“ Bau menyengat, dan mau komplain. Maksudnya apa ya” tanya apa dolah.

“ Itu bau terasi dari rumah ini, buat kami tidak jadi makan dirumah makanya kami komplain dengan cara diizinkan makan dirumah ini. Karena bau terasi yang dimasak poe meuriah bikin kami lapar” kata apa maun lagi.

“ Oh, begitu maksudnya. Wah kebetulan sekali, kami juga lagi makan, ayo kalau begitu kita ke dapur makan sama- sama” kata apa dolah.

Saat itu wajah kak ti agak merunduk kebawah, karena masih menyimpan rasa malu lantaran selama ini sudah memusuhi poe meuriah.

Sampai didapur poe meuriah juga sedikit kaget, karena tiba- tiba melihat ada kak ti yang ikut bersama apa maun, tapi kak ti menunjukan wajah senyum dan rasa senangnya, lantaran kak ti mau berkunjung kerumahnya.

Lalu apa dolah menjelaskan kepada poe meuriah tentang maksud kedatangan, apa maun dan kak ti bersama anak- anaknya ke rumah mereka. Begitu mendengar kedatangan mereka ingin menyicipi terasi buatannya, poe meriah senangnya minta ampun, dengan sikap ramah mempersilahkan tamu mereka itu duduk, kak ti mulai terlihat tersenyum.

Bahkan pada acara makan sahur itu, kak ti, juga meminta maaf kepada poe meruriah, dan poe meriah dengan rendah hati memaafkan kak ti, bukan hanya itu poe meuriah meurasa tidak ada rasa bersalah yang di miliki kak ti, dan dari dulu tidak pernah menganggap kak ti sebagai musuh.

Rasa keakraban pun terbangun disitu, mereka saling ngobrol di meja makan, usai sahur apa dolah dan apa maun sambil menyeruput kopi dalam gelas dan menikmati sebatang rokok, bukan hanya itu mereka juga salat subuh bersama, dan mulai disitulah kak ti dan poe meuriah menjadi akrab, bahkan kalau belanja ke pasar, kak ti selalu mengajak poe meuriah.

Sampai akhirnya poe meruriah bertanya dalam hati atas keajaiban yang terjadi sehingga ia bisa akrab dengan kak ti, karena poe meuriah sudah lama ingin bisa akrab dan ramah dengan kak ti. Sebuah pertanyaan yang melintas dalam benak poe meruiah itu adalah “ Inikah keajaiban, dari sisa terasi ku tadi malam”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun