Ibu Ratna, seorang guru SD di sebuah desa terpencil, setiap hari berangkat pagi-pagi sekali. Jalan berlumpur dan jembatan bambu yang rapuh tak menyurutkan langkahnya. Tangannya selalu membawa segenggam buku cerita dan spidol warna-warni.
Di sekolah kecil yang atapnya terbuat dari seng, Ibu Ratna mengajar dengan penuh semangat. Ia tidak hanya mengajarkan membaca dan menulis, tetapi juga nilai-nilai kehidupan. Dengan sabar, ia menjelaskan pentingnya menjaga lingkungan, menghormati sesama, dan mengejar mimpi.
Suatu hari, listrik padam saat Ibu Ratna sedang menjelaskan tentang tata surya. Tanpa ragu, ia mengambil senter kecil dan mulai menggambarkan tata surya di dinding papan tulis.Â
Anak-anak terkesima melihat bintang-bintang dan planet yang bercahaya redup. "Bu, kenapa bintang bisa bersinar?" tanya Beni, salah satu muridnya. Ibu Ratna tersenyum. "Bintang itu seperti kita, Beni. Walaupun kecil, kita bisa bersinar dan memberikan manfaat bagi orang lain." Kata-kata Ibu Ratna menyentuh hati anak-anak. Mereka termotivasi untuk belajar lebih giat dan menjadi orang yang berguna.
Meski gaji yang diterima tidak seberapa, Ibu Ratna selalu merasa bahagia. Baginya, menjadi guru adalah panggilan jiwa. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak didiknya, agar mereka bisa meraih masa depan yang cerah.
Cerita ini ingin menunjukkan bahwa semangat ASN, khususnya guru, tidak hanya terukur dari materi. Dedikasi, kesabaran, dan cinta terhadap profesi adalah kunci untuk menginspirasi generasi muda.
Semangat Aparatur Sipil Negara (ASN) di kalangan guru merupakan hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara umum, semangat ini dapat dipandang dari beberapa sudut pandang.Â
Pertama, sisi positif meliputi:Â
Pengabdian. Menjadi ASN seringkali dianggap sebagai bentuk pengabdian kepada negara dan masyarakat, terutama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.Â
Stabilitas. Status ASN memberikan jaminan pekerjaan yang relatif stabil, tunjangan, dan fasilitas lain yang dapat memberikan rasa aman bagi guru dan keluarganya.Â