Semua orang mungkin paham bahwa nuklir merupakan salah satu teknologi tinggi buah karya anak manusia. Penguasaan sebuah negara terhadap teknologi tinggi dapat menjadi indikator kemajuan negara yang bersangkutan. Hampir semua negara maju di dunia saat ini menguasai dan memiliki keunggulan teknologi maju. Teknologi maju mendorong manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi secara lebih cepat, efektif dan efisien. Dengan demikian teknologi menjadi pemercepat pencapaian kesejahteraan sebuah bangsa.
Perkenalan manusia dengan pengetahuan nuklir diawali dengan pengungkapan fenomena radioativitas ketika Fisikawan Perancis, Antonie Henry Becquerel menemukan unsur Uranium pada tahun 1896. Dari pengamatannya diketahui bahwa unsur Uranium memancarkan radiasi yang dapat menghitamkan pelat film fotografi. Gejala pemancaran radiasi dari suatu unsur yang tidak stabil selanjutnya dikenal sebagai radioaktivitas, sedangkan unsur yang memancarkan radiasi disebut zat radioaktif atau radionuklida.
Dalam perkembangan lebih lanjut, diketahui oleh Otto Hahn dan Fritz Strassmann pada tahun 1938 bahwa unsur U-235 dapat mengalami reaksi fisi atau pembelahan inti atom berantai apabila ditembaki dengan netron termal. Peristiwa inilah yang mendasari penemuan bom nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Bom nuklir terjadi apabila reaksi fisi yang terjadi secara sengaja tidak dikendalikan. Adapun di dalam sistem PLTN, reaksi fisi yang terjadi dikendalikan sedemikian rupa sehingga energi yang dibangkitkan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik.
Dewasa ini telah beroperasi 430 PLTN di seluruh penjuru dunia yang beroperasi di 32 negara. Nuklir memberikan kontribusi listrik dunia mencapai 16%, sebuah angka yang sangat signifikan. Keunggulan nuklir dibandingkan pembangkit listrik yang lain adalah bahan bakar yang hemat dengan harga yang cukup stabil, serta zero greenhouse gases emmission. Sistem inipun dikenal memiliki tingkat kehandalan keselamatan yang sangat tinggi. Beberapa negara maju yang mendominasi penguasaan teknologi PLTN diantaranya Amerika Serikat, Rusia, Perancis, Inggris, Jepang dan Korea. Adapun di barisan menengah terdapat China, India, termasuk Brasilia dan Afrika Selatan. Bagaimana dengan penguasaan nuklir di Indonesia?
Kebijakan Pemerintah
Menyikapi sering dilakukannya percobaan senjata nuklir di kawasan Pasifik Selatan, pada tahun 1954 Presiden Soekarno membentuk Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet yang dipimpin oleh G.A. Siwabessy untuk meneliti dampak jatuhan radioaktif yang terjadi. Menindaklanjuti kebijakan tersebut, melalui PP No. 65 Tahun 1958 dibentuklan Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA) pada 5 Desember 1958. LTA kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) berdasarkan UU No.31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom.
Melalui UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, terjadi pemisahan fungsi kelembagaan untuk kegiatan litbangyasa serta promosi tenaga nuklir dan pengawasan pemanfaatannya. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) bertanggung jawab melaksanakan kegiatan litbangyasa dan promosi penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai, sedangkan tugas kepengawasan menjadi kewenangan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Dari sisi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir, Negara RI telah memiliki seperangkat regulasi yang lengkap, di samping UU No. 10 Tahun 1997 di atas, berlaku juga UU No.8 Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian mengenai Pencegahan Penyebaran Senjata-senjata Nuklir, serta UU No.9 Tahun 1997 tentang Pengesahan Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone. Di tingkat peraturan pemerintah, telah ditetapkan seperangkat pengaturan meliputi PP No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif, PP No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, PP No. 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir, PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, PP No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, PP No.46 Tahun 2009 tentang Batas Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir, dan PP No.54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir.
SDM Nuklir
Dalam rangka penyiapan sumber daya manusia untuk penguasaan teknologi nuklir, semenjak tanggal 29 Agustus 1977 telah berdiri Jurusan Teknik Nuklir di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Berdirinya program studi tersebut dilandaskan atas kerja sama antara Batan dan UGM. Dua tokoh bersejarah yang sangat berperan adalah Prof. Ahmad Baiquni, M.Sc.,Ph.D selaku Dirjen Batan dan Ir. Soetojo Tjokrodihardjo selaku Dekan FT UGM. Tujuan pendidikan teknik nuklir adalah untuk mencetak sumber daya manusia yang handal di bidang teknologi nuklir, terutama untuk mendukung pendirian PLTN pertama di Indonesia. Semenjak TA 1998/1999 Jurusan Teknik Nuklir memiliki Program Studi Teknik Nuklir dan Fisika Teknik yang kemudian mendorong perubahan nama menjadi Jurusan Teknik Fisika pada 25 Juni 2001.
Di samping tingkat pendidikan Srata-1 di JTF UGM, pencetakan SDM teknisi nuklir juga dilakukan oleh Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – Batan di Yogyakarta. Pada awal berdirinya, 3 Agustus 1985 sekolah tinggi ini bernama Pendidikan Ahli Teknik Nuklir yang lebih dikhususkan meng-upgrade SDM Batan dalam jenjang pendidikan Diploma III. Seiring berjalannya waktu, PATN dibuka untuk mahasiswa di luar lingkungan Batan. Semenjak 15 Maret 2001, PATN berubah menjadi STTN dengan perluasan jenjang pendidikan Diploma IV (sarjana sains terapan). Saat ini di STTN terdapat dua jurusan dengan tiga program studi, meliputi Jurusan Teknokimia Nuklir (Prodi Teknokimia) dan Jurusan Teknofisika Nuklir (Prodi Elektronika Instrumentasi dan Prodi Elektromekanik).