Teknologi nuklir tenar di kalangan masyarakat awam melalui sisi negatif daya rusaknya. Masyarakat pasti mengetahui sisi historis bom nuklir yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki pada masa akhir Perang Dunia II. Selepas itupun, nuklir lebih dikenal sebagai hulu ledak rudal yang dimiliki negara-negara Blok Barat (NATO), maupun Blok Timur (Pakta Warsawa). Senjata nuklir menjadi hal yang sangat mengerikan jika perang dingin antar kedua blok tersebut benar-benar pecah menjadi perang terbuka. Runtuhnya Uni Soviet telah mengakhiri perang dingin, dan produksi hulu ledak nuklir dihentikan. Pemanfaatan tenaga nuklir lebih dominan untuk pemanfaatan dengan tujuan damai, seperti untuk pembangkitan listrik.
Di dalam reaktor nuklir, bahan bakar nuklir direaksikan dengan netron termal melalui reaksi pembelahan inti. Dari reaksi tersebut dihasilkan panas dan netron baru.Netron baru yang timbul ini digunakan untuk memicu reaksi selanjutnya, sehingga terus-menerus terjadi reaksi berantai. Adapun panas yang dihasilkan dipergunakan untuk menguapkan air menjadi uap. Uap inilah yang kemudian berperan untuk memutar turbin dan generator yang selanjutnya membangkitkan energi listrik. Keseluruhan instalasi pembangkitan listrik ini selanjutnya dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir skala komersial pertama kali beroperasi di Obninsk, Rusia, pada tahun 1954. Pada saat ini lebih dari 430 PLTN komersial beroperasi di 31 negara. Nuklir pada saat ini memberikan kontribusi listrik dunia mencapai 13,5% dengan kapasitas 372 GWe, sebuah angka yang sangat signifikan (World Nuclear News). Keunggulan nuklir dibandingkan pembangkit listrik yang lain adalah bahan bakar yang hemat dengan harga yang cukup stabil, serta zero greenhouse gases emission sehingga sangat ramah lingkungan. Teknologi inipun dikenal memiliki tingkat kehandalan sistem keselamatan yang sangat tinggi.
Di dalam perjalanan industri PLTN tercatat 3 peristiwa kecelakaan besar. Masing-masing adalah insiden Three Mile Island (1979), tragedi reaktor Chernobyl (26 April 1986), dan yang terakhir adalah kecelakaan reaktor Fukushima Daiichi akibat hantaman gelombang tsunami (11 Maret 2011). Pada setiap rentang waktu pasca kejadian kecelakaan nuklir, popularitas nuklir senantiasa menurun, demikian halnya pasca kejadian Fukushima Daiichi. Bahkan Jerman secara tegas akan mendekomisioning PLTN di negaranya. Pemerintah Jepang, secara internal, hingga 5 Mei 2012 yang lalu, telah menghentikan semua operasional reaktor nuklirnya untuk melakukan kajian keselamatan secara mendalam (dikenal sebagai stress test) dan meng-upgrade sistem keselamatan untuk mengantisipasi kemungkinan kejadian eksternal seperti gempa dan tsunami dalam skala yang lebih besar. Namun apakah kemudian industri nuklir, khususnya di Jepang, akan benar-benar meredup?
PLTN merupakan pembangkit listrik dengan skala pembangkitan yang sangat besar (umumnya berkapasitas 1000 MWe). Negara-negara industri, yang sedang tumbuh maupun yang sudah eksis, memerlukan pasokan energi listrik yang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonominya. Nuklir dipandang memiliki keunggulan strategis dibandingkan sistem pembangkitan konvensional yang mengandalkan minyak bumi dan batubara. Cadangan minyak bumi semakin menyusut dan akan habis di dalam jangka waktu tidak kurang dari 50 tahun, sehingga harga pasarannya cenderung akan semakin mahal. Adapun batubara, meskipun cadangannya masih sangat besar, namun operasional PLTU tidak ramah lingkungan. Operasional kedua pembangkit listrik konvensional berbahan bakar minyak dan batubara mengeluarkan emisi gas perusak lapisan ozon (COx, NOx, dan SOx), sehingga tidak ramah lingkungan dengan dampak pemanasan globalnya.
Kecenderungan teknologi pembangkitan listrik ke depan akan semakin meninggalkan sumber energi konvensional, menuju energi baru dan terbarukan. Termasuk dalam kelompok energi baru terbarukan antara lain nuklir, geotermal, hidro, surya, angin, biomassa, dan biofuel. Energi terbarukan selain nuklir dan hidro, umumnya memiliki kapasitas pembangkitan yang masih kecil, sehingga harga listriknya masih mahal dan belum kompetitif. Nuklir memiliki harga listrik yang kompetitif, kisaran 4 – 6 sen dollar per kWh. Inilah daya tarik energi nuklir!
Negara penghasil utama minyak bumi di Timur Tengah sudah mulai beralih menggunakan nuklir. Iran terus mengembangkan program nuklirnya, bahkan disinyalir mereka sudah menguasai teknologi pengkayaan Uranium. Di akhir 2009, Uni Emirat Arab telah membeli teknologi reaktor nuklir dari Korea Selatan dan kini telah melaksanakan konstruksi PLTN-nya. Bahkan Arab Saudi, sebagai negara produsen dan pengekspor minyak utama, telah memutuskan untuk go nuclear sejak dua tahun yang lalu.
Negara Tirai Bambu, China, saat ini telah mengoperasional sejumlah 14 PLTN dan tengah mengkonstruksi sebanyak 26 PLTN baru. Ke depan, China akan menjadi kekuatan ekonomi raksasa yang ditopang energi nuklir. Vietnam juga sedang membangun 2 unit PLTN-nya, bekerja sama dengan Rusia. Bahkan negara tetangga kita yang kelihatan adem-ayem, Malaysia, sudah mempersiapkan Malaysian Nuclear Power Company Sdn.Bhd. yang kelak akan mengelola PLTN. Termasuk negara Bangladesh telah menjajagi kerja sama pembangunan reaktor nuklir dengan Rusia. Ternyata nuklir dunia terus tumbuh!
Bagaimana dengan Indonesia? Rencana pembangunan PLTN di negara kita lebih diwarnai nuansa politik. Meskipun rencana ini telah digagas semenjak tahun 70-an (sejajar dengan Korea Selatan), namun hingga kini belum juga terealisir dan hanya menjadi alternatif pilihan terakhir. Berbagai calon lokasi tapak telah diteliti, mulai dari Semenanjung Muria, Banten, hingga kini di pulau Bangka. Pengembangan SDM untuk penguasaan dan alih teknologi nuklir juga sudah lebih dari 50 tahun dilaksanakan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Kita bahkan sudah mengoperasionalkan tiga reaktor riset lebih dari 40 tahun dengan aman dan selamat, tanpa kecelakaan. Sampai kapan kita berani memutuskan untuk membangun PLTN?
Dimuat di Harian Jurnal Nasional, Sabtu 7 Juli 2012:halaman 6
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H