Liburan panjang kemarin (5-8 Mei 2016) tentu tidak disia-siakan oleh mereka yang punya kampung halaman, termasuk saya. Saya domisili di kota Tangerang Selatan dan bekerja di salah satu Kementerian yang gedungnya berada di Jakarta Pusat.
Saya sudah biasa pulang menunggang bus Jakarta-Cirebon/Kuningan dari Terminal Lebak Bulus. Biasanya saya menunggang bus Luragung Jaya karena murah dan cepat, meskipun terkenal ugal-ugalan. Perjalanan dari Jakarta menuju kampung halaman (Indramayu) menggunakan bus Luragung Jaya lancar, tanpa kendala, tanpa macet, karena melewati tol Cipali.
Pengalaman buruk terjadi ketika perjalanan balik dari Indramayu ke Jakarta menggunakan Bus Sahabat. Pada mulanya saya ingin menggunakan bus Luragung Jaya, seperti biasanya. Tetapi, karena hampir jam tiga sore belum juga lewat bus Luragung Jaya yang menuju Kp. Rambutan/Lebak Bulus, jadilah saya dengan terpaksa naik bus Sahabat tujuan Kp. Rambutan. Ini pertama kalinya saya naik bus Sahabat. Mau bagaimana lagi, saya sudah satu jam lebih menunggu bus Luragung Jaya arah Kp. Rambutan/Lebak Bulus tetapi belum juga terlihat.
Dalam hati saya berkata, “tidak mengapa agak lemot, dari pada gak ada bus lagi.” Ternyata kendalanya lebih dari itu. Sampai di depan gerbang tol Cikampek, seperti biasa penumpang yang menuju Pulo Gadung dipindahkan ke bus lain jurusan Pulo Gadung. Itu sudah biasa, dan malah bagus. Tetapi, sebentar kemudian, penumpang yang menuju Kp. Rambutan juga dipindahkan, yakni ke bus Setia Negara. Namun, sangat mengecewakan sekali bahwa bus Setia Negara tersebut sudah penuh.
Para awak bus Sahabat mengatakan bahwa lampu bus mati, sehingga tidak mungkin melanjutkan perjalanan, tapi ini hanya akal-akalan saja. Nyatanya, tidak ada kendala apapun pada bus tersebut.
Para penumpang sempat ragu, apakah bus Setia Negara masih bisa menampung limpahan penumpang dari bus Sahabat. Walhasil, saya dan para penumpang lain tidak hanya berdiri dari Cikampek sampai Kp. Rambutan, tetapi juga berdesak-desakan. Oh, sungguh perjalanan yang paling buruk yang pernah saya lalui.
Ini semua adalah ulah awak bus Sahabat. Seharusnya, mereka bisa melanjutkan perjalanan. Tetapi karena tidak ada rasa tanggung jawab terhadap penumpang, maka dioper begitu saja tanpa mempertimbangkan kapasitas bus yang dilimpahi (bus Setia Negara).
Publikasi dari tulisan ini sekedar untuk sharing bagi kita semua sebagai penumpang, karena saya yakin kita semua menginginkan kenyamanan dalam perjalanan. Jika keluarga besar bus Sahabat membaca, maka mudah-mudahan menjadi kritik untuk perbaikan pelayanan ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H