Hukum menurut Utrecht merupakan banyak peraturan yang berupa larangan dan perintah untuk mendisiplinkan seluruh masyarakat dan harus dijalankan oleh masyarakat. Jadi apabila ada pelanggaran hukum pasti akan menimbulkan tindakan hukum maupun sangsi bagi yang melanggarnya dan dilakukan penertiban oleh penguasa/ pemerintah. Hukum dalam perkembangannya dibuat untuk masyarakat serta mengikuti arus perkembangan zaman yang melekat di suatu masyarakat. Jika disuatu hukum tidak mengikuti perkembangan zaman dari sebuah masyarakat akan terjadi sebuah gesekan atau tidak bisa terlaksananya hukum itu sendiri. Hukum memiliki sifat yang sangat unik yaitu bersifat mengikat dan memaksa, sehingga seluruh lapisan masyarakat harus dapat melaksanakan hukum tersebut dan mentaati sebagai mana mestinya.
   Yang selanjutnya pengertian dari Yurisprudensi merupakan keputusan-keputusan hakim hakim yang terdahulu yang tidak ada dalam Undangan-undang yang dijadikan atau dipakai sebagai sebuah pedoman para hakim yang lain sebagai penyelesaian kasus yang sama. Awal mula munculnya sebuah Yurisprudensi adalah kebingungan/ ketidakjelasan peraturan perundang-undangan sehingga tidak ada dasar untuk menetapkan suatu hukum. Hakim pun dalam hal memutuskan hukum suatu kasus yang yidak ada dalam Undangan-undangpun merasa kesulitan. Dalam penemuan hukum ini hakim melakukan terobosan dengan menciptakan sebuah hukum yang belum pernah ada atau baru dengan menggunakan putusan hakim yang lalu untuk menghasilkan pemecahan masalah/hukum yang sedang dihadapi oleh si hakim. Jadi dari sinilah putusan-putusan hakim yang terdahulu disebut sebagai istilah yang dipakai sampai sekarang yaitu Yurisprudensi.
Yurisprudensi tercipta dari UU No 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Didalam Undangan-undang tersebut menyatakan bahwa : penngadilan tidak dibolehkan dalam menolak suatu perkara dan memeriksa suatu perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara yang telah diajukan dengan suatu alasan belum diketahui hukum dari perkara tersebut. Didalam masalah ini hakim jika tidak menemukan dasar hukum dari suatu perkara yang telah diajukan maka hakim diwajibkan untuk memahami kaidah-kaidah hukum tersebut untuk mencari hukum baru dengan menggali, memahami rasa keadilan dan nilai- nilai hukum yang berlaku di kalangan masyarakat.
   Berlakunya sebuah Yurisprudensi sebagai suatu sumber hukum menandakan bahwa tugas hakim dan wewenang hakim dalam melaksanakan penemuan sebuah hukum baru/ belum pernah ada sebelumnya. Hakim dalam Yurisprudensi sangat berperan penting karena hakim tidak sekedar menerapkan sebuah undang-undang saja tetapi juga dapat menciptakan/membentuk hukum baru (judge made law) . Ditegaskan bahwa fungsi dari Yurisprudensi sebagai judge made law adalah sebagai cara agar tidak adanya kekosongan hukum sampai adanya kodifikasi hukum yang lenyap fan baku.
Didalam UUD 1945 ( Pasal 24 sebelum amandemen atau Pasal 24 A setelah amandemen) maupun berdasarkan UU Kekuasaan kehakiman ( Pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 Jo; UU No 35 Tahun 1999; atau Pasal 28 No. 4 Tahun 2004; Jo Pasal 5 Ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009) hakim didalam menjalankan fungsi dan kewenangan kehakiman adalah sebagai berikut:
1.Menafsirkan peraturan Perundangan-undangan.
2.Mencari dan menemukan asas -asas hukum dan dasar dasar hukumnya.
3.Menciptakan hukum baru jika terjadi kekosongan hukum.
4.Bahkan dibenarkan melakukan contra legem apabila ketentuan suatu pasal perundang-undangan yang bertentangan dengan kepentingan umum.
5.Memiliki otonomi yang bebas mengikuti Yurisprudensi.
   Beberapa fungsi Yurisprudensi diatas menjelaskan bahwasanya Yurisprudensi berperan penting bagi perkembangan hukum di Indonesia pada saat hukum positif tidak mengatur dan pada saat undangan-undang dianggap tidak relevan lagi dalam perkembangan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian sebagai negara penganut sistem civil law didalam menghadapi perkara sejenis hakim tidak serta merta terikat dengan putusan Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat tertinggi di Indonesia. Sesuai dengan ketentuan pasal 1917 BW yang memberi kekuatan mengikat pada suatu putusan pengadilan hanya mengenai pokok putusannya saja. Selain itu, didalam pasal 21 Ketentuan Umum tentang Perundang-undangan bahwa " Tidak ada seorang hakim yang diperkenankan  memberikan keputusan yang bersifat peraturan umum, disposisi (penetapan) atau reglemen jikalau hakim memberikan keputusan didalam suatu pencederaan yang dimajukan kepadanya".
Menurut Soedjono Dirdjosisworo bahwa pasal diatas menegaskan bahwa menetapkan hukum bagi kepentingan hukum merupakan tugas dari badan legislatif. Sementara hakim hanya mengenali dan merumuskan hukum terhadap perkara yang diajukan kepadanya. Dengan demikian hakim pun tidak dilarang memperhatikan keputusan- keputusan hakim yang lain, yaitu dengan perkara yang sama. Karena juga memungkinkan hakim memberikan tafsiran nya sendiri terhadap kaidah hukum tertentu dengan tepat, maupun hakim memberikan suatu penjelasan terkait undangan-undang yang ternyata masih sangat dibutuhkan oleh seluruh masyarakat.
   Apabila hakim dalam memutuskan suatu perkara yang baru dan memakai Yurisprudensi sebagai landasan hukumnya bukan berarti Yurisprudensi tersebut mempunyai kekuatan mengikat akan tetapi dalam hal ini hakim menyetujui pertimbangan dari Yurisprudensi tersebut. Yurisprudensi dipakai jika hakim masih memandang Yurisprudensi tersebut layak dan baik diterapkan dalam kasus yang sama.
Terdapat berbagai macam Yurisprudensi, Yurisprudensi tersebut sebagai berikut:
1.Yurisprudensi Tetap
Pengertian Yurisprudensi tetap adalah suatu putusan dari hakim yang terjadi oleh rangkaian keputusan yang sama dan dijadikan sebagai dasar pengadilan untuk mengadili perkara tersebut.
2.Yurisprudensi Tidak Tetap
Pengertian Yurisprudensi tidak tetap adalah suatu keputusan dari hakim terdahulu yang tidak dijadikan sebagai dasar hukum bagi pengadilan.
3.Yurisprudensi Semi Yuridis
Pengertian Yurisprudensi semi yuridis adalah semua penetapan pengadilan yang didasarkan pada permohonan seseorang yang belaku khusus hanya pada pemohon contoh : penetapan status anak.
4.Yurisprudensi Administratif
Yurisprudensi Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang hanya berlaku secara administratif dan mengikat intern dalam lingkungan pengadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H